Kamar Adiba berada di lantai bawah. Sepanjang lorong demi lorong, Adiba terus memperhatikan tempat ini.
Adiba kagum dengan tempat ini, terlihat sangat bersih dan indah karena setiap teras ada beberapa pot bunga yang disusun dengan rapi.
Ada yang lebih menakjubkan bagi Adiba, setiap lorong ada beberapa tulisan Quotes (kutipan kata yang mengandung motivasi semangat).
Kini, mereka sampai di depan pintu nomor 20.
Tok… tok… tok…
"Assalamualaikum,"
Pintu terbuka menampilkan seorang santriwati yang mengenakan pakaian biru dan kerudung yang senada.
"Wa'alaikum salam Bu nyai, ada apa?" tanya gadis itu dengan sopan.
"Saya mengantarkan teman sekamar kalian yang baru," jawab Bu nyai.
Adiba sedikit terkejut mendengar itu, Kalian? Itu artinya ada beberapa orang yang berada di kamar ini? Jadi, di kamar ini dirinya tidak sendiri.
"Ah, iya Bu nyai. Silahkan." ucapnya sembari mempersilahkan Adiba untuk masuk.
Sebelum masuk Adiba menatap Bu nyai. "Umi Adiba masuk dulu ya." Pamit Adiba.
"Masuklah nak, kamu setelah ini istirahat ya nak, jangan terlalu lelah, kamu baru dari perjalanan jauh. Ini ada mukena untuk nak Adiba, nanti pada waktu shalat tiba bisa dipakai, dan apabila kamu perlu sesuatu jangan sungkan kepada Umi dan Abi kami selalu ada untuk kamu." Mengusap lembut kepala Adiba.
"Nak Aisyah tolong jaga dan beritahu nak Adiba apa saja peraturan yang ada disini , satu lagi ajak nak Adiba jalan-jalan untuk melihat apa saja yang ada di pondok ini." Bu nyai Tersenyum dan tutur katanya lembut ketika berbicara kepada Aisyah.
"Umi kembali ke ndalem ya nak Adiba, assalamualaikum." Adiba dan Aisyah menyalami tangan Bu nyai dengan takzim.
"Wa'alaikum salam," ucap mereka.
Perkenalkan, namaku Aisyah Ulya, panggil saja Aisyah," gadis itu yang pertama kali memperkenalkan diri pada Adiba.
"Namaku Zahra Fitriani, panggil Zahra saja, selamat datang di pondok pesantren As-Salam, semoga kamu betah disini," Zahra tersenyum lembut kepada Adiba.
Perkenalkan namaku, Adiba Afsheen Myesha, bisa dipanggil Adiba saja, aku dari Jakarta, salam kenal," ucap Adiba lembut.
"Kamu dari Jakarta, wah dari kota besar dong, bagaimana rasanya tinggal disana," Zahra sangat antusias mendengarkan adiba berasal dari Jakarta.
"Biasa saja sih, tidak ada yang spesial," jawab Adiba.
"Aku penasaran saja, kata orang-orang Jakarta itu bagus, maka dari itu aku pengen sekali pergi kesana tapi apa boleh buat aku tidak memiliki uang lebih,"
Adiba hanya tertawa mendengar perkataan dari Zahra. "Nanti saat liburan aku akan ajak kalian ke Jakarta," ucap Adiba.
"Beneran," ucap Zahra matanya berbinar.
"Insya Allah,"
"Kamu tidak perlu membawa Zahra dia biasanya hanya menyusahkanmu. " Aisyah tertawa meledek Zahra.
Adiba bersyukur diberikan teman yang baik, tersenyum bahagia melihat kedua teman sekamar nya yang sedang berdebat.
***
Disisi lain di ndalem, pak kyai dan Bu nyai duduk di taman belakang mereka sedang berbicara masalah serius.
"Bagaimana pendapat Abi sekarang, Dia sudah datang, apakah kita beritahu saja kepada Adnan," tanya umi.
"Lebih baik kita diam saja dulu, biarkan mereka bertemu tanpa sengaja itu lebih baik, sekarang status Adnan tidak seperti dulu, iya sudah mempunyai anak," ucap Pak kyai.
"Umi tahu kita dulu salah, sudah memaksa Adnan menikah dengan Ning Farah, umi sedih setiap kali melihat Adnan yang sedih tidak ada semangat dalam hidupnya,"
"Sangat berbeda ketika Adnan menceritakan wanita itu, meskipun pertemuan mereka hanya sebentar saja, akan tetapi wanita itu telah meluluhkan hati anak kita yang beku.
"Abi juga tahu kan, anak kita Adnan itu selama ini tidak pernah jatuh cinta, sekali jatuh cinta kepada wanita yang iya tolong.
"Adnan juga yakin perempuan itu akan datang ke pondok pesantren ini, tetapi selama satu tahun menunggu, perempuan itu tidak datang, sehingga kita memaksanya menikah." Air mata Umi Ayu berangsur-angsur jatuh.
"Mungkin sekarang Adnan terlihat lebih bahagia, akan tetapi itu hanya untuk anak-anaknya saja, umi sangat berharap setelah Adnan bertemu perempuan itu iya kembali seperti dulu.
"Abi juga berharap seperti itu, mulai sekarang kita tidak perlu ikut campur dalam mencari jodoh untuk anak-anak biarkan mereka sendiri yang menentukannya dan yang penting iya baik dan beriman kepada Allah SWT.
***
Sekarang ini Adiba sedang merapikan pakaian dan barang-barang yang lain dan menyusunnya ke dalam lemari.
Disaat Adiba asik dengan kegiatannya sendiri, Aisyah dan Zahra mereka sedang berbicara sangat pelan.
"Kamu tahu tidak Adiba tadi kesini didampingi siapa?
Aku tidak tahu, aku kan sedang tidur, mungkin Adiba didampingi oleh ustazah Zulaikha?"
Kamu salah, Adiba di dampingi oleh Bu nyai langsung, tidak hanya itu Adiba juga memanggil Bu nyai dengan sebutan umi, kamu tahu kan itu sebutan untuk keluarga beliau saja.
Tidak hanya itu Adiba juga diberi mukena dan apapun yang diinginkan Adiba, Dia boleh bilang ke ndalem.
"Apa yang kamu katakan semuanya benar,"
"Aku tidak pernah berbohong, aku mendengar secara langsung.
"Apakah Adiba adalah keluarga jauh Bu nyai,
Bisa jadi sih, untuk lebih pasti kita tanya saja dengan Adiba.
Melihat Adiba yang sudah selesai membereskan barang-barangnya, Aisyah dan Zahra mendekati Adiba yang sedang duduk bersandar di dinding.
"Sebelumnya aku minta maaf dulu ya, apakah aku boleh bertanya," ucap Zahra
"Boleh, kalian mau tanya apa
Apakah kamu keluarga Bu nyai atau pak kyai," tanya Zahra
Aku bukan bagian dari keluarga Pak kyai maupun Bu nyai, ada apa?" Adiba bingung dengan pertanyaan mereka
Mereka terkejut dengan jawaban Adiba. "Apakah kamu tahu bahwa hanya kamu yang memanggil Bu nyai dengan sebutan umi, semua santri dan santriwati kami wajib memanggil beliau dengan sebutan Bu nyai.
"Oooh… begitu, jadi aku juga harus memanggil beliau dengan sebutan Bu nyai.
"Kamu seperti apa yang diperintahkan Bu nyai saja," ucap Aisyah cepat,
Adiba hanya mengangguk kepala. "Sekarang kamu lebih baik bersihkan diri kamu dulu ini sebentar lagi waktu Maghrib akan tiba.
Sinar matahari berganti dengan sinar bulan, ini sholat pertama Adiba bersama banyak orang.
"Ayo Adiba, apakah kamu sudah siap?" tanya Aisyah.
Adiba tersenyum. "Aku sudah siap."
Mereka berjalan bersama menuju masjid.
Saat masuk ke dalam masjid, ada yang memanggil Adiba..
"Nak Adiba," panggil Bu nyai.
"Umi…." Adiba berjalan cepat ke arah Bu nyai.
"Cantiknya anak umi, mukenanya sangat cocok untuk kamu pakai," puji Bu nyai.
Adiba tersenyum bahagia mendapatkan pujian dari Bu nyai.
Kedekatan keduanya menjadi perhatian semua santriwati dan para ustazah, mereka penasaran dengan status Adiba.
Adiba dan Bu nyai masuk kedalam masjid bersama dan duduk di shaf pertama.
Adzan magrib berkumandang, suaranya sangat bagus. Sedangkan Adiba menitikkan air matanya ketika mendengar suara seseorang yang iya rindukan selama ini…
"Apakah kamu mengenal suara itu?" tanya Bu nyai.
Deg…
Deg…
Bersambung
Hello semua…. Silahkan like comment and vote dan beri rating 5 kakak ❤️🥰🥰
Salam kenal semua…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments