Matahari Senja
Dengan mengatur nafasnya yang sedikit terengah-engah, seorang gadis berambut hitam panjang berlari menyebrang jalan saat melihat gerbang sekolah yang menjadi tujuannya hampir tertutup
"TUNGGU PAK!" Teriaknya pada satpam yang hampir menutup gerbang sepenuhnya
"Tumben banget Non Senja telat" Pak Budi si satpam sekolah bahkan sampai mengenalnya karena kebiasaannya yang datang saat matahari masih menunjukkan sedikit gradasi jingga yang berbalut langit pekat
"Ban motor saya bocor pak" jawab Senja dengan sedikit memegang perut untuk mengatur nafasnya
"Kenapa nggak berangkat bareng kakaknya?" Senja hanya tersenyum membalas karena bertepatan bel masuk sudah berbunyi
Dengan langkah tergesa, ia memasuki ruang kelas XI IPA 1 sebelum guru yang mengajar masuk
"Woy! tumben telat, biasanya jin masih nunggu sekolah lo udah dateng" baru saja duduk dibangkunya, pertanyaan itu langsung membuat senja memutar bola matanya malas
"Lo pikir gue apaan?"
"Loh, teman jin bukan?" lemparan polpen yang untungnya tepat sasaran membuat si pelaku mengaduh memegang kepalanya
"Rasain lo"
"Sensi banget lo, lagi PMS ya?" Senja tak lagi mendengar dan memilih mengeluarkan buku paket dari dalam tasnya
"Si ambis" cibir putri, teman sebangkunya yang sedari tadi menyambutnya. Si ambis, julukan yang tersemat pada dirinya, Senja tak tau kenapa ia mendapat julukan itu, apa karena selalu mendapat peringkat tiga besar? Atau karena sering membaca? Atau bahkan karena ia sering menjawab soal di papan tulis? Entahlah, Senja tak ambil pusing dengan itu
"Berisik lo Put, perasaan masih pagi?, apa nggak lelah mulut lo ngomong mulu?" Senja tak lagi fokus mendengar apa yang temannya itu katakan, ia lebih memilih tenggelam pada rumus-rumus yang ada pada buku
"Si Peter liatin lo mulu, jangan-jangan naksir" bisik putri tepat ditelinganya. Awalnya Senja tak peduli tapi ia penasaran juga dan menoleh kearah kanan
Netra coklatnya langsung bertemu dengan netra biru gelap milik Peter yang merupakan blasteran indonesia belanda, ibunya adalah orang jawa asli dan ayahnya seorang pengusaha asal Belanda. Senja mendengus nyatanya peter adalah rival sejatinya dari kelas X untuk bersaing mendapat juara pertama
"Ngapain lo liat gue?" Karena bangku mereka yang dekat, suara kecil Senja bisa terdengar
"Jangan ge'er. Gue liatin teman lo"
"OH MY GOD GUYS! GUE DILIRIK ORANG GANTENG" Putri mengap-mengap mengipas wajahnya seperti ikan didarat membuat teman sekelas menyorakinya heboh
Senja menggeleng dan memilih abai, apapun alasannya ia tetap merasa lelaki itu sedang menatapnya, apalagi terasa semakin intens
Suasana yang sempat heboh langsung hening saat perempuan paruh baya dengan jilbab warna hijau memasuki ruang kelas. Auranya sebagai guru killer tak main-main
"Kumpulkan tugas sekarang" kalimat pertama yang diucapkan begitu beliau mendudukkan dirinya di kursi
Para siswa menggerutu mungkin heran karena PR yang seminggu lalu masih diingat karena saat itu Bu Dita sedang halangan hadir karena ada keluarga yang meninggal. Tentu mustahil rasanya memberikan jam kosong untuk pelajarannya, jadinya para siswa diberikan tugas dan akan diperiksa saat ia masuk. Nyatanya, masih ada siswa yang meremehkan dan berdoa semoga Bu Dita lupa, kurang ajar memang. Tapi ternyata ingatan guru matematika itu sangat tajam
"Buku saya ketinggalan dirumah bu" celetuk Doni dengan berani. Satu kelas yang sudah tau bagaimana kelakuan laki-laki itu tentu tak percaya begitu saja. Mereka lebih percaya kalau Doni lupa mengerjakan
"Bagus, lain kali otak kamu yang ditinggalin"
"Lah, saya mati dong bu" jawabnya tanpa rasa takut sama sekali
"Jangan asal ngomongin mati, percaya diri banget kamu bakalan masuk surga" Dion memegang dadanya seolah merasa tersakiti dengan kata-kata itu
"Yang tidak mengerjakan tugas, maju kedepan! Saya tidak menerima alasan apapun!"
"Padahal kalian sudah saya kasih keringanan sampai satu minggu, kenapa masih ada yang tidak mengerjakan?"
"Berlari dan putar keliling lapangan sepuluh kali" bagai titah sang raja, sepuluh orang yang tak mengerjakan, menurut dan berlari tanpa berani membantah, karena mereka tau hukuman mereka akan ditambah
"Gila! Bisa-bisanya mereka lupa" ucap Putri menggelengkan kepala. Membayangkan berlari keliling lapangan yang luas dengan matahari sepanas gurun membuatnya merinding
Sedang Senja yang duduk disebelahnya sudah pucat pasi, ia memeriksa tasnya sekali lagi dan hasilnya nihil. Buku matematika itu pasti ketinggalan diatas meja belajarnya. Gadis itu meneguk ludahnya gugup
"Mampus" gumamnya pelan
"Lo kenapa?"
Senja menghiraukan teman sebangkunya, ia berdiri menciptakan suara kursi yang bergesekan dengan lantai ditengah suasana kelas yang sunyi
"Kenapa Senja?" Bu Dita menaikkan sebelah alisnya karena merasa heran dengan tingkah salah satu siswi kesayangannya. Iya, kesayangan dalam menjawab soal
"Mmm saya juga lupa bu. Bukunya ketinggalan dirumah" cicitnya dengan suara pelan
"Kok bisa?" Predikat siswi ambis, tak pernah absen dalam tugas dan selalu menaati peraturan sekolah tentu membuat gurunya tak menyangka, karena ini pertama kalinya hal ini terjadi. Tapi, tetap saja manusia tak akan pernah lepas dari lupa
"Sepertinya ketinggalan di meja bu" jawab Senja dengan suara sedikit gugup
"Ya sudah, kerjakan hukumanmu diluar" Senja mengangguk dan keluar dari kelasnya menyisakan siswa lain yang masih tak percaya akan hal itu
Senja melihat temannya yang bersiap berlari dipinggir lapangan, dengan cepat ia menyusul dan sialnya ia baru sadar ternyata mereka semua adalah laki-laki. Kenapa Senja tak menyadarinya dikelas tadi?
"Senja lo mau ngapain? Bu Dita nyuruh nambah hukuman?" Doni bertanya saat menyadari kehadiran temannya yang sering dipuji guru itu
"Emm, aku ikut dihukum"
"APA?!" Hampir semua mereka yang akan siap berlari berteriak
"Dwi, coba tolong korek kuping gue. Nggak salah denger nih?"
"Jijay lo!" Dwi menendang lutut Doni membuatnya meringis kesakitan
"Namanya manusia ya wajar lupa" balas Senja tak peduli dan memilih lari lebih dulu agar cepat selesai pikirnya
"Gila tuh anak! Woy tungguin bentar" Doni dan teman lainnya mulai berlari dan mensejajari langkah gadis itu
"Senja tumben banget lo dihukum, lupa atau nggak ngerjain nih?"
"Lupa" walau malas berbicara karena akan kesulitan mengatur nafas, Senja tetap menjawab
"Kalau gini sering-sering aja lupa, biar kita makin semangat buat dihukum" cengir Doni membuat Senja melengos dan memilih abai
"Gila mataharinya panas banget" putaran kelima ia mulai mengeluh dengan tetesan keringat yang mengucur dari wajahnya
"Matahari kan temen lo, emang nggak bisa berkomunikasi?" Celetuk Dwi karena mentang-mentang namanya Matahari Senja
"Lo pikir gue bintang Proxima Centauri yang jaraknya paling deket ama matahari?" balas Senja sewot
"Tapi kan nama lo juga Matahari"
"Cuma nama doangkan? Lo pikir gue titisan Matahari?" Sepertinya usaha Senja untuk tak mengobrol gagal, karena ia justru terus diajak bicara dan memilih menimpali
Putaran kesembilan, Senja merasa nafasnya hampir habis. Ia memilih berlari-lari pelan dan berjanji untuk tak akan mengulanginya lagi karena rasanya sungguh menyiksa. Ia menolehkan kepalanya kesamping ternyata posisi teman yang lain sejajar dengan dirinya
"Kalian juga capek?"
"Kita ngikutin lo, perempuan nggak boleh ditinggal sendiri. Kalau cuma lari keliling gini bahkan dua puluh kali juga udah biasa" Senja terhenti sejenak, entah ia yang terlalu terbawa perasaan atau bagaimana, tapi kata Dwi seolah membuatnya terasa istimewa
"Gombal lo" pada akhirnya ia membalas dengan kalimat itu
"SENJA AWAS!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
#ayu.kurniaa_
.
2024-09-30
0
moerni🍉🍉
haiii... salam kenal... tata bahasanya baguss...
maaf ya baru nemu.. xixiix
2024-08-16
1
Mama david
ok aku lanjut baca....
2024-07-26
0