NovelToon NovelToon

Matahari Senja

Matahari Senja

Dengan mengatur nafasnya yang sedikit terengah-engah, seorang gadis berambut hitam panjang berlari menyebrang jalan saat melihat gerbang sekolah yang menjadi tujuannya hampir tertutup

"TUNGGU PAK!" Teriaknya pada satpam yang hampir menutup gerbang sepenuhnya

"Tumben banget Non Senja telat" Pak Budi si satpam sekolah bahkan sampai mengenalnya karena kebiasaannya yang datang saat matahari masih menunjukkan sedikit gradasi jingga yang berbalut langit pekat

"Ban motor saya bocor pak" jawab Senja dengan sedikit memegang perut untuk mengatur nafasnya

"Kenapa nggak berangkat bareng kakaknya?" Senja hanya tersenyum membalas karena bertepatan bel masuk sudah berbunyi

Dengan langkah tergesa, ia memasuki ruang kelas XI IPA 1 sebelum guru yang mengajar masuk

"Woy! tumben telat, biasanya jin masih nunggu sekolah lo udah dateng" baru saja duduk dibangkunya, pertanyaan itu langsung membuat senja memutar bola matanya malas

"Lo pikir gue apaan?"

"Loh, teman jin bukan?" lemparan polpen yang untungnya tepat sasaran membuat si pelaku mengaduh memegang kepalanya

"Rasain lo"

"Sensi banget lo, lagi PMS ya?" Senja tak lagi mendengar dan memilih mengeluarkan buku paket dari dalam tasnya

"Si ambis" cibir putri, teman sebangkunya yang sedari tadi menyambutnya. Si ambis, julukan yang tersemat pada dirinya, Senja tak tau kenapa ia mendapat julukan itu, apa karena selalu mendapat peringkat tiga besar? Atau karena sering membaca? Atau bahkan karena ia sering menjawab soal di papan tulis? Entahlah, Senja tak ambil pusing dengan itu

"Berisik lo Put, perasaan masih pagi?, apa nggak lelah mulut lo ngomong mulu?" Senja tak lagi fokus mendengar apa yang temannya itu katakan, ia lebih memilih tenggelam pada rumus-rumus yang ada pada buku

"Si Peter liatin lo mulu, jangan-jangan naksir" bisik putri tepat ditelinganya. Awalnya Senja tak peduli tapi ia penasaran juga dan menoleh kearah kanan

Netra coklatnya langsung bertemu dengan netra biru gelap milik Peter yang merupakan blasteran indonesia belanda, ibunya adalah orang jawa asli dan ayahnya seorang pengusaha asal Belanda. Senja mendengus nyatanya peter adalah rival sejatinya dari kelas X untuk bersaing mendapat juara pertama

"Ngapain lo liat gue?" Karena bangku mereka yang dekat, suara kecil Senja bisa terdengar

"Jangan ge'er. Gue liatin teman lo"

"OH MY GOD GUYS! GUE DILIRIK ORANG GANTENG" Putri mengap-mengap mengipas wajahnya seperti ikan didarat membuat teman sekelas menyorakinya heboh

Senja menggeleng dan memilih abai, apapun alasannya ia tetap merasa lelaki itu sedang menatapnya, apalagi terasa semakin intens

Suasana yang sempat heboh langsung hening saat perempuan paruh baya dengan jilbab warna hijau memasuki ruang kelas. Auranya sebagai guru killer tak main-main

"Kumpulkan tugas sekarang" kalimat pertama yang diucapkan begitu beliau mendudukkan dirinya di kursi

Para siswa menggerutu mungkin heran karena PR yang seminggu lalu masih diingat karena saat itu Bu Dita sedang halangan hadir karena ada keluarga yang meninggal. Tentu mustahil rasanya memberikan jam kosong untuk pelajarannya, jadinya para siswa diberikan tugas dan akan diperiksa saat ia masuk. Nyatanya, masih ada siswa yang meremehkan dan berdoa semoga Bu Dita lupa, kurang ajar memang. Tapi ternyata ingatan guru matematika itu sangat tajam

"Buku saya ketinggalan dirumah bu" celetuk Doni dengan berani. Satu kelas yang sudah tau bagaimana kelakuan laki-laki itu tentu tak percaya begitu saja. Mereka lebih percaya kalau Doni lupa mengerjakan

"Bagus, lain kali otak kamu yang ditinggalin"

"Lah, saya mati dong bu" jawabnya tanpa rasa takut sama sekali

"Jangan asal ngomongin mati, percaya diri banget kamu bakalan masuk surga" Dion memegang dadanya seolah merasa tersakiti dengan kata-kata itu

"Yang tidak mengerjakan tugas, maju kedepan! Saya tidak menerima alasan apapun!"

"Padahal kalian sudah saya kasih keringanan sampai satu minggu, kenapa masih ada yang tidak mengerjakan?"

"Berlari dan putar keliling lapangan sepuluh kali" bagai titah sang raja, sepuluh orang yang tak mengerjakan, menurut dan berlari tanpa berani membantah, karena mereka tau hukuman mereka akan ditambah

"Gila! Bisa-bisanya mereka lupa" ucap Putri menggelengkan kepala. Membayangkan berlari keliling lapangan yang luas dengan matahari sepanas gurun membuatnya merinding

Sedang Senja yang duduk disebelahnya sudah pucat pasi, ia memeriksa tasnya sekali lagi dan hasilnya nihil. Buku matematika itu pasti ketinggalan diatas meja belajarnya. Gadis itu meneguk ludahnya gugup

"Mampus" gumamnya pelan

"Lo kenapa?"

Senja menghiraukan teman sebangkunya, ia berdiri menciptakan suara kursi yang bergesekan dengan lantai ditengah suasana kelas yang sunyi

"Kenapa Senja?" Bu Dita menaikkan sebelah alisnya karena merasa heran dengan tingkah salah satu siswi kesayangannya. Iya, kesayangan dalam menjawab soal

"Mmm saya juga lupa bu. Bukunya ketinggalan dirumah" cicitnya dengan suara pelan

"Kok bisa?" Predikat siswi ambis, tak pernah absen dalam tugas dan selalu menaati peraturan sekolah tentu membuat gurunya tak menyangka, karena ini pertama kalinya hal ini terjadi. Tapi, tetap saja manusia tak akan pernah lepas dari lupa

"Sepertinya ketinggalan di meja bu" jawab Senja dengan suara sedikit gugup

"Ya sudah, kerjakan hukumanmu diluar" Senja mengangguk dan keluar dari kelasnya menyisakan siswa lain yang masih tak percaya akan hal itu

Senja melihat temannya yang bersiap berlari dipinggir lapangan, dengan cepat ia menyusul dan sialnya ia baru sadar ternyata mereka semua adalah laki-laki. Kenapa Senja tak menyadarinya dikelas tadi?

"Senja lo mau ngapain? Bu Dita nyuruh nambah hukuman?" Doni bertanya saat menyadari kehadiran temannya yang sering dipuji guru itu

"Emm, aku ikut dihukum"

"APA?!" Hampir semua mereka yang akan siap berlari berteriak

"Dwi, coba tolong korek kuping gue. Nggak salah denger nih?"

"Jijay lo!" Dwi menendang lutut Doni membuatnya meringis kesakitan

"Namanya manusia ya wajar lupa" balas Senja tak peduli dan memilih lari lebih dulu agar cepat selesai pikirnya

"Gila tuh anak! Woy tungguin bentar" Doni dan teman lainnya mulai berlari dan mensejajari langkah gadis itu

"Senja tumben banget lo dihukum, lupa atau nggak ngerjain nih?"

"Lupa" walau malas berbicara karena akan kesulitan mengatur nafas, Senja tetap menjawab

"Kalau gini sering-sering aja lupa, biar kita makin semangat buat dihukum" cengir Doni membuat Senja melengos dan memilih abai

"Gila mataharinya panas banget" putaran kelima ia mulai mengeluh dengan tetesan keringat yang mengucur dari wajahnya

"Matahari kan temen lo, emang nggak bisa berkomunikasi?" Celetuk Dwi karena mentang-mentang namanya Matahari Senja

"Lo pikir gue bintang Proxima Centauri yang jaraknya paling deket ama matahari?" balas Senja sewot

"Tapi kan nama lo juga Matahari"

"Cuma nama doangkan? Lo pikir gue titisan Matahari?" Sepertinya usaha Senja untuk tak mengobrol gagal, karena ia justru terus diajak bicara dan memilih menimpali

Putaran kesembilan, Senja merasa nafasnya hampir habis. Ia memilih berlari-lari pelan dan berjanji untuk tak akan mengulanginya lagi karena rasanya sungguh menyiksa. Ia menolehkan kepalanya kesamping ternyata posisi teman yang lain sejajar dengan dirinya

"Kalian juga capek?"

"Kita ngikutin lo, perempuan nggak boleh ditinggal sendiri. Kalau cuma lari keliling gini bahkan dua puluh kali juga udah biasa" Senja terhenti sejenak, entah ia yang terlalu terbawa perasaan atau bagaimana, tapi kata Dwi seolah membuatnya terasa istimewa

"Gombal lo" pada akhirnya ia membalas dengan kalimat itu

"SENJA AWAS!"

Perkara Bola Basket

Keringat bercucuran deras karena teriknya panas matahari, sorakan semangat dari pinggir lapangan basket yang didominasi kaum hawa membuat pertandingan itu semakin riuh. Apalagi yang bermain adalah idola mereka

"Batara lempar bolanya ke gue" Batara menoleh sejenak pada laki-laki berkulit sawo matang yang posisinya dekat dengan ring. Ia melempar bola berwarna orange itu, sayangnya seseorang dari pihak lawan tiba-tiba memukul bolanya keras, mungkin niatnya mengambil tapi bola malah terlempar jauh keluar lapangan basket

Semua mata tertuju kemana arah bola mata itu, dan terkejut saat mengenai salah satu siswi yang berlari dipinggir lapangan

"Gila lo!" Yudhistira, laki-laki yang berkulit sawo matang tadi menghampiri sahabatnya galaksi yang tadi melempar bola. Mereka bersahabat, tapi bisa menjadi rival sejati seperti saat permainan basket seperti ini

"Sorry, tangan gue licin tadi"

"Udah woi jangan berantem, kayaknya tuh anak pingsan deh" Raka laki-laki berkulit putih itu menengahi pertengkaran sahabatnya yang seperti tak ada habisnya. Mereka kompak melihat kearah gadis tadi yang dikerubungi teman-temannya

"SENJA AWAS!" Peringatan Dwi telat disadari Senja, hingga sebuah sesuatu menghantam kepalanya membuat kesadaran gadis itu terenggut dan berakhir pingsan

"Senja!" Doni menepuk-nepuk pipi temannya itu yang tak kunjung sadar

"BAWA KE UKS! KENAPA KALIAN DIAM SAJA?!" Guru yang kebetulan lewat ditepi lapangan segera mendekat dan memberikan intruksi membuat mereka kelabakan sendiri dan segera menggendong temannya untuk mendapat perawatan

"ANAK IPS KALAU MAIN BASKET GIMANA SIH?" Dwi berteriak kencang agar terdengar oleh kelas sebelah yang melihat kearah mereka. Bima yang melihat aksi sahabatnya itu segera menarik tangan Dwi menuju kelas, biarlah mereka berhenti diputaran kesembilan lagipula ia yakin Bu Dita tak mungkin tau

"KAYAK LO BISA MAIN AJA!" Yudhistira yang sudah panas balik berteriak karena tak terima disalahkan. Padahalkan mereka tak sengaja

"Lepasin gue Bim, gue mau kesana ngasih pelajaran" Dwi berontak pada tangan Bima yang menyeretnya kembali

"Buka mata lo baik-baik, lo nggak liat yang main siapa? Itu kelasnya Batara, bisa habis lo sama mereka" Dwi terdiam seolah baru menyadari dan memilih mengikuti langkah Bima yang menyeretnya pergi

.

Mengerjap pelan, Senja membuka matanya, menyesuaikan cahaya yang masuk dari ruangan serba putih bau obat-obatan. Ia terpikir sejenak, kemudian sadar dimana ia berada sekarang

"Sudah sadar?" Suara dokter perempuan yang bertugas di UKS membuatnya tersadar dan mengangguk pelan

"Silahkan minum dulu" seperti biasa teh hangat akan selalu menjadi obat dari berbagai macam penyakit di UKS sekolah

"Kepalamu masih sakit?"

"Sedikit" Senja menjawa dengan suara pelan

"Kamu ingat semuanya?" Senja mengangguk, tak mungkin rasanya ia mendadak hilang ingatan karena bola basket, walau rasa sakitnya masih terasa

"Syukurlah kalau begitu, kamu perlu istirahat sebentar. Setelah keluar main boleh masuk kelas lagi"

"Saya sudah baik-baik saja dokter" ucapnya ingin beranjak, tapi dokter perempuan yang nampak masih muda itu menahannya untuk tetap berbaring

"Kondisimu masih belum stabil, saya juga sudah meminta izin untuk guru yang mengajar dikelas kamu"

"Tapi..."

"Ini demi kesehatan kamu juga, jangan membantah" Senja memilih menurut daripada berdebat

"Rasa sakit bisa diekspresikan dengan menangis dan mengadu, bukan dengan semakin menyakiti diri sendiri" setelah mengatakan itu, dokter perempuan tadi yang sempat Senja baca di name tagnya bernama Vanya pergi. Ia melihat arah pandang dokter tadi yang ternyata lengan baju seragamnya yang dinaikkan. Terdapat goresan-goresan garis disana, yang jelas memang terlihat sengaja dibuat

"Sial" umpatnya pelan dan segera menarik lengan seragamnya

Pandangan Senja tertuju pada jam di dinding UKS, waktu istirahat tinggal empat puluh lima menit lagi. Ia berusaha memejamkan mata, kapan lagi ia bisa tidur di UKS seperti ini saat jam sekolah berlangsung?

.

Kantin, tempat yang langsung menjadi incaran siswa sehabis olahraga. Suasana tak terbilang ramai karena anak kelas lain masih dalam kelas masing-masing

"Gue ngerasa bersalah banger sama tuh cewek" Galaksi membuka pembicaraan dimeja pojok, tempat tongkrongan favorit mereka bahkan sudah diklaim tak bisa diganggu gugat

"Emang dia aja yang lemah, masa baru lempar bola udah pingsan" Yudhistira menimpali, sepertinya ia masih kesal dengan perkataan Dwi yang meragukan kemampuan basket mereka

"Lagian yang lempar bola kan si Batara, kenapa kalian yang merasa bersalah?" Tanya Raka yang kini fokus pada baksonya. Padahal bel sudah berbunyi untuk pelajaran selanjutnya, tapi mereka memilih tetap makan karena waktu istirahat juga sebentar lagi

"Kenapa gue? Lo aja yang nangkap bola nggak becus" yang disebut kini justru malah asik dengan es jeruknya

"Lo kenal nggak tuh cewek siapa?" Galaksi yang memulai pertanyaan, sepertinya rasa bersalah masih menggerogotinya

"Gue denger-denger dari teman sekelas namanya Senja, dia anak IPA, katanya sih siswi teladan" Raka yang dikenal si informan menjawab

"Kalo gitu ngapain tadi dihukum? Harusnya kalau teladan nggak pernah salah dong"

"Lo pikir dia malaikat? Rasullulah aja pernah keliru" balas Yudhistira

"Nggak usah sok nyebut lo, tampang lo kayak titisan iblis yang baru diangkat dari neraka" ucap Galaksi tanpa rasa bersalah sama sekali

"Kalau sama-sama titisan iblis mending diem" kalimat Batara sontak membuat mereka tertawa

"Kalau lo masih ngerasa nggak enak, susulin ke UKS" saran Raka yang justru terdengar seperti modus, memang siapa yang tak kenal playboy itu? Setiap minggu pacarnya terus berganti

"Itu sih maunya lo" Yudhistira menoyor kepala sahabatnya

"Gimananih Batara?" Galaksi malah meminta saran pada ketuanya

"Kok lo nanya ke gue?" Batara mengernyitkan alisnya

"Ya karena lo ketua" balasnya cengir, Batara terdiam sejenak nampak berpikir

"Yuk lah sekalian numpang tidur. Malas banget pelajaran selanjutnya Pak Dio. Belajar sejarah kayak cerita dongeng, endingnya juga semua pada tidur" jawab Batara, mengingat guru sejarahnya yang berusia lebih dari setengah abad dan sebentar lagi pensiun

"Nah bener kan? Daripada tidur di kelas yang bikin badan pegel, lebih baik di kasur UKS yang nyaman" cengir Raka

.

Suara krasak krusuk menganggu pendengaran Senja, membuatnya perlahan membuka mata. Menyadari dimana ia berada sekarang, gadis itu langsung bangun karena teringat waktu. Tapi hal yang ia lihat pertama kali justru empat laki-laki yang kini menatap kearahnya

"Kalian siapa?"

"Amnesia lo?" Pertanyaan Yudhistira membuat Senja mengernyitkan alis dan menatap lekat kearah empat laki-laki itu

"Kayaknya kita emang nggak pernah kenal" jawabnya

"Seriusan lo nggak kenal kita?" Batara sepertinya tak percaya ada orang yang tak mengenal mereka disini

"Kayaknya gue pernah liat kalian, tapi dimana ya?" Gumam Senja mengingat-ingat, wajah empat orang itu memang tidak asing bahkan terkesan familiar, tapi Senja tak tau siapa mereka

"Oh aku ingat, aku sering liat kalian di WC, lapangan, halaman belakang, samping toilet dan oh di parkiran juga kayaknya" empat laki-laki itu membuka mulut mereka lebar, sepertinya mereka memang harus lebih rajin perkenalan sekarang. Tempat yang Senja sebut tadi jelas saja saat mereka melakukan hukuman, mereka pikir gadis itu melihat mereka saat duet di arena atau tawuran dengan sekolah lain

Kak Nathan

Sepeninggal empat laki-laki yang telah merasa harga dirinya diinjak hanya karena tak dikenal Senja, Putri masuk membawa kresek putih dan meletakkan di nakas

"Gue ikhlas kok, nggak perlu diganti" ucapnya begitu mendudukkan diri di kursi kosong samping ranjang

"Orang ikhlas nggak nyebut kebaikannya Put, entar dikelas uang lo gue ganti, tenang aja"

"Gue serius nggak usah diganti, akhir-akhir ini kayaknya bunda gue dapet hidayah, uang jajan gue lebih terus" Senja tertawa mendengarnya, padahal ia tak meminta teman sebangkunya itu datang kesini

"Tapi gue jeran ya sama lo. Bisa-bisa nya lupa bawa buku tugas, apalagi ini tuh pelajarannya Bu Dita"

"Ya namanya manusia juga wajar buat lupa Put" jawab Senja sekenanya

"Gimana kepala lo?"

"Udah nggak sakit lagi, kayaknya orang yang lempar bola punya dendam kesumat deh sama gue" gerutu Senja sambil membuka bungkusan roti coklat kesukaannya

"Gue denger-denger dari Bima, yang ngelemparin lo bola basket tuh kelasnya Batara" ucap Putri memekik heboh

"Lo kenal mereka?"

"Ya ampun Senja, semua disekolah ini kenal ama mereka"

"Tunggu dulu, jangan bilang lo nggak kenal?" Todongnya pada Senja yang dibalas anggukan gadis itu

"Emang mereka seterkenal itu ya?" Senja bertanya balik

"Ya ampun Senja. Ini kenapa gue bilang sama lo kalau keluar main itu kekantin kek atau ke lapangan basket buat liat cogan, bukan malah mendekam di perpus yang kayak penjara" cerocos Putri

"Lagian lo tuh udah pinter banget, kesaing nilai semester kemarin juga cuma beda satu poin doang" lanjut Putri yang masih tak habis pikir apa yang membuat teman sebangkunya itu begitu keras belajar

"Tapi menurut gue satu poin juga berharga Put, kayak hidup dan mati gue ada disana" jawab Senja sambil menghabiskan potongan terakhir rotinya

"Lebay lo, hidup dan mati udah kayak mau perang aja" Senja hanya menanggapi dengan senyum tipis. Karena jujur ia pun ingin seperti mereka, tapi ada sesuatu yang membuatnya sampai seperi ini

"Tapi emang serius lo nggak kenal? Mereka anak IPS I. Namanya Batara, dia ketua 'Atlantis'. Kalau lo belum tau juga Atlantis itu nama geng mereka yang sering tawuran sama balap motor"

"Kok lo kayak kenal banget Put?"

"Lo aja sih yang kudet, satu sekolah juga udah tau, ini tuh bukan rahasia lagi"

"Btw, kakak lo nggak kesini buat jengukin lo?" Tanya Putri kepo

"Nggak, mungkin sibuk" jawab Senja sekenanya

"Sibuk apaan, gue liat dia lagi pacaran dibawah pohon beringin sama si kecap. Moga aja ada jin nempel" Senja tertawa mendengarnya

"Dia sama Malika?" Tanya Senja memastikan. Karena Putri tak pernah menyebut nama langsung melainkan dengan perumpamaan

"Emang pacar kakak lo berapa? Si kecap doang kan?"

"Kok gue ngeliat lo kayak punya dendam gitu sama Malika"

"Dia ngambil pacar gue pas kelas sepuluh. Emang pengen banget gue cakar muka sok polos dia itu" jawab Putri menggebu. Senja mendengar dengan serius, kelas sepuluh dia dan Putri memang beda kelas. Barulah bertemu saat dikelas sebelas

"Sekarang malah ngambil kakak lo, si Bayu dibuang begitu aja. Sekarang malah ngemis-ngemis balikan sama gue, untung otak gue masih pinter buat nolak dia. Kalau emang dia setia juga seberapa pinter dan liciknya si penggoda dia nggak bakal tergoda" cerita Putri dengan menggebu-gebu

"Bener, harusnya emang kayak gitu" jawab Senja lirih

"Udah bel tuh, lo mau ke kelas atau lanjut tidur disini. Nanti gue izin sama bu guru dikelas"

"Gue udah nggak papa kok, gue nggak mau ketinggalan pelajaran lagi"

"Kalau gue sih mending milih disini kalau jadi lo, apalagi sekarang kimia, baru aja selesai matematika buat nyari nilai X yang hilang entah kemana, sekarang lanjut lagi nyari nilai atom-atom yang nggak pernah keliatan bentuknya" gerutu Putri yang membuat Senja hanya tertawa.

.

Sementara di samping sekolah, dengan dibatasi tembok setinggi dua meter. Nampak beberapa siswa sedang berbincang serius di sebuah warung yang biasa dijadikan tempat bolos anak-anak yang tak menaati aturan sekolah. Seperti halnya anggota inti Atlantis saat ini, setelah dari UKS, mereka menyurutkan niat untuk tidur diranjang empuk itu, alih-alih kembali ke kelas mereka malah memanjat tembok dan berakhir bolos disini

"Gila! Geng Rajawali nantangin balap lagi nanti malam bos" ucap Raka saat melihat pesan di hpnya

"Kayaknya mereka emang belum puas kalah deh" ucap Batara dengan satu kaki dinaikkan diatas kursi dan asap yang mengepul disekitarnya akibat rokok yang dinyalakan laki-laki itu

"Gimana nih bos, bukannya si Rembulan lagi dibengkel?" Tanya Galaksi karena motor kesayangan bos mereka itu katanya mau di modifikasi untuk meningkatkan kecepatan

"Gue udah tanya pihak bengkel, katanya sih udah bisa diambil nanti sore" jawab Batara

"Lo nggak niat ganti nama buat motor lo bos? Mario kek, Valentino atau kayak nama lo matahari gitu, Rembulan kek nama cewek banget nggak sih?" Tanya Yudhistira yang sedari tadi asik dengan permainan di ponselnya

"Gue kasih nama Rembulan ya karena nama gue Matahari. Ibarat langit saat pagi yang kita liat matahari nah kalau malam kan Rembulan" jawab Barata dengan segala teori yang dibuatnya sampai memilih nama itu

"Iyasih, tapi kok gue agak geli gitu nggak sih? Kayak nama cewek aja" ucap Raka kemudian tertawa

"Nggak penting namanya, yang penting tuh kekuatannya"

.

Bel pulang berbunyi saat jam menunjukan pukul dua siang, tepat saat matahari sedang diatas kepala dengan panasnya yang menyentuh suhu hampir tiga puluh empat derajat. Ribuan siswa berhamburan menuju tempat parkir untuk mengambil kendaraan masing-masing. Tapi ada juga yang langsung keluar, entah jalan kaki karena jarak rumah mereka dekat, menunggu kendaraan umum lewat atau sudah ditunggu oleh jemputan masing-masing. Senja salah satu diantara yang langsung keluar gerbang, Putri sempat menawari tumpangan untuk mengantar sampai bengkel, tapi Senja menolak karena jelas arah kesana tidak sejalur dengan rumah Putri. Ia tak ingin merepotkan teman sebangkunya itu, walau Putri sudah mengatakan tidak apa-apa

Tin

Suara klakson dari belakang sempat mengagetkan Senja, kemudian ia menyingkir karena ternyata menghalangi jalan. Ditatapnya laki-laki diatas motor itu dengan pandangan sulit untuk diartikan, walaupun memakai helm full face yang menutup wajahnya, Senja tak mungkin lupa kalau laki-laki itu adalah saudaranya, walau mungkin laki-laki itu tak pernah menganggapnya saudara. Dibelakang motornya duduk dengan santai perempuan yang berstatus pacar kakaknya, bahkan tanpa malu melingkarkan tangannya di perut laki-laki itu

"Kak Nathan" gumamnya saat motor itu perlahan menjauh

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!