Memasuki kawasan perumahan elit, moge itu berhenti didepan rumah yang paling mencolok dari yang lain karena kemegahan dan keindahannya. Namun tak ada yang tau dibalik indahnya bangunan itu, kehidupan didalamnya bagai vas hancur yang terus berusaha disatukan. Batara memasuki rumah megah itu, hal yang pertama kali diliatnya saat menginjakkan kaki diruang tamu adalah orang tuanya yang sedang berbincang
"Batara, jangan keluyuran terus kamu, kurang dua bulan lagi ujian semester. Tingkatkan nilai kamu lebih baik dari tahun kemarin. Kami ingin kamu mendapat nilai sempurna tahun ini" Batara menghela nafasnya. Semuanya tentang apa yang mereka inginkan, kami ingin ini, kami ingin itu, kami ingin kamu menjadi seperti ini atau kami ingin kamu menjadi seperti itu
Batara tak pernah bilang, aku ingin ini, aku ingin itu atau kalimat aku nggak suka ini terhadap orang tuanya. Seberapa lelahpun ia dengan tuntutan mereka, ia tak pernah menolak. Karena satu hal yang Batara tak bisa elakkan, ia butuh uang. Mungkin bukan hanya untuk dirinya, tapi sebagai ketua geng ia butuh itu. Nyatanya kegiatan mereka tak hanya sebatas balap liar dan tawuran tapi juga kadang membantu anak-anak panti yang jarang mendapat perhatian pemerintah. Batara rasa hidupnya masih lebih baik dengan orang tua, rumah dan harta. Berbeda dengan mereka yang tak punya apa-apa. Satu hal mungkin yang Batara tak punya, kasih sayang
"Batara akan berusaha sebaik mungkin"
"Bukan berusaha tapi harus"
"Oh ya, minggu depan ada acara di perusahaan, ada klien dari luar negri. Papa ingin kamu yang datang, sekaligus latihan sebagai pewaris selanjutnya"
"Iya" Sekali lagi tanpa kata penolakan
"Jangan sering-sering main sama temen gengmu itu, mama nggak mau kamu terluka gara-gara mereka" Batara tersenyum lirih, nyatanya merekalah yang membuat dirinya terluka
"Kamu juga semakin nakal kalau dekat mereka" lagi-lagi Batara hanya bisa tertawa dalam hatinya
"Kami melakukan ini demi kebaikan mu, jangan banyak ngeluh apalagi ngebantah" Kalimat yang membuat Batara seperti orang penasaran. Kebaikan apa yang mereka maksud? Apakah maksudnya dengan bergelimang harta? Sejak kecil Batara tak pernah diasuh oleh orang tuanya. Tak pernah merasakan kasih sayang dari mereka, ia mungkin dibilang tak bersyukur padahal semua kebutuhannya sudah tercukupi hanya tinggal menikmati saja. Tapi Batara bukan robot yang hanya perlu baterai dan tenaga saja untuk hidup. Batara adalah manusia yang rindu kasih sayang orang tuanya
"Batara ngerti" jawabnya kemudian berlalu masuk ke kamarnya. Di balkon kamarnya, laki-laki itu menyalakan rokok. Ia menghisap nikotin itu guna meredakan emosinya. Rokok sedikit tidak membuat pikirannya lebih tenang walau ia tau benda candu itu tak baik untuk tubuhnya
.
Bohong kalau bilang tubuhnya tak lelah, berkali-kali ia mengatakan baik-baik saja, nyatanya ia tak pernah baik-baik saja. Dari pagi sampai jam dua siang ia harus sekolah, kadang lebih dari itu jika ada acara atau ekskul yang diikutinya. Sorenya harus bekerja sampai jam setengah sepuluh malam, bahkan kadang pulang lebih dari itu. Pulangnya bekerja, ia juga masih harus belajar dan mengerjakan tugas sekolahnya. Waktu istirahatnya terhitung hanya beberapa jam saja. Senja lelah sebenarnya, tapi ia pikir mungkin ayahnya juga lelah karena membiayai ia dan saudaranya
Membuka pintu kafe, ia mengernyitkan dahinya saat meja-meja disusun menjadi satu, dan kursi-kursi yang ada di sejejerkan sepanjang meja itu
"Senja, ya ampun. Kakak lupa ngasih tau kamu kalau hari ini libur, bos bareng anak buahnya katanya mau party malam ini. Tenang aja, gaji kita tetap dihitung katanya"
Inginnya Senja bersorak gembira dan melompat riang, siapapun bos tempat itu, ia ingin berterima kasih banyak atas kemurahan hatinya
"Terus Kak Dian ngapain disini?" Tanya Senja pada pelayan kafe yang pertama kali ia temui saat melamar kerja dulu
"Bantu tukang masak didapur sama nyusun meja. Sekarang udah selesai, kakak mau siap-siap pulang ini"
"Kalau gitu Senja pulang duluan ya kak, hati-hati nanti dijalan"
"Iya, hati-hati juga" Dian menggelengkan kepalanya melihat tingkah gadis itu yang melompat kegirangan. Ia menatap orang yang didalam kafe dan mengacungkan jempolnya
Senja bersenandung sepanjang jalan, tak peduli anggapan pengendara lain padanya. Suasana hatinya sedang baik bahkan sangat baik. Melewati jalan yang biasa, ia berdecak pelan melihat seseorang tergelatak disana. Demi apapun Senja mungkin tak akan lewat jalan ini lagi. Bukan bermaksud tak mau membantu, tapi kenapa begitu kebetulan hanya dirinya yang lewat dan ada orang seperti ini. Ia awalnya berniat putar balik, bahkan sudah memutar kendaraannya. Tapi hati nuraninya seperti merasa terpanggil melihat orang itu
"Udahlah biarin aja, palingan juga orang mabuk"
"Sesama manusia itu sewajarnya tolong menolong"
"Biarin aja sih, nanti juga sadar sendiri"
"Kalau ternyata karena keterlambatan pertolonganmu dia meninggal, bukankah artinya kamu ikut andil dalam membunuhnya"
Dua ego dalam dirinya berselisih, Senja kesal hingga akhirnya turun juga dari motornya
"Woy" Senja masih melihat tak ada pergerakan
"Kamu pingsan atau mati sih?" Akhirnya ia berjongkok dan menepuk-menepuk pelan pipi laki-laki itu yang terbaring tengkurap. Senja membalik tubuhnya, sedikit tak asing melihat wajah itu. Tapi yang membuatnya sedikit panik karena darah yang mengalir dari hidung laki-laki itu
"Hei" Senja berusaha tenang, ia teringat kresek dimotornya. Ia mengambil tisu dan air mineral. Awalnya Senja berniat hanya menyipratkan air mineral saja, tapi tutup botol itu cukup sulit dibuka. Setelah berhasil, isinya malah keluar banyak dan menyiram tepat diwajah laki-laki itu
Matanya terbuka, barulah Senja bisa mengenali sosok itu dengan jelas. Dia adalah orang yang dipanggil bos oleh adiknya, sekaligus orang yang ia lihat pernah berkelahi dengan Batara. Tanpa babibu Langit langsung meraih pergelangan tangan Senja dan mencengkramnya kuat. Ia berniat menghantam tubuhnya ketanah tapi Senja lebih dulu menghantam perut laki-laki itu dengan kakinya
"Kurang ajar lo! Bukannya bilang makasih, malah diajak berantem" gerutunya kesal. Gadis itu memperbaiki helmnya yang terasa sedikit longgar. Ia belum melepaskan benda itu saat turun dari motor tadi
"Lo begal kan? Anak mana lo? Jangan-jangan lo suruhan Batara?" Senja menatap laki-laki itu keheranan. Seperti orang yang baru saja tersadar dan langsung mengamuk tak jelas
"Gue cuma lewat, lo yang ngapain tidur dijalan?"
Langit nampak berpikir-pikir sejenak dan melihat sekelilingnya
"Motor gue mana?" Tanyanya pada Senja yang tentu dibalas gelengan tak tau gadis itu
"Sial! pasti diambil begal itu. Kepala gue dipukulnya juga keras banget"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
mudahlia
udah di tolongin mlh m ngehajar
2023-09-09
0
mudahlia
nolong ap neriakin
2023-09-09
0
mudahlia
siapa kah gerangan
2023-09-09
0