Batara menatap lawan didepannya dengan wajah sengit, sedang sang lawan hanya menampilkan senyum khasnya
"Udah lama ya kita nggak bertemu berdua seperti ini, sahabatku" Batara mendengus mendengar kalimat itu
"Sahabat lo bilang? Nggak salah denger gue nih?" Tanya Batara dan pura-pura mengorek kupingnya seolah tak mendengar kalimat laki-laki itu
"Lo bisa menang lawan gue balap motor Batara, tapi lo belum tentu menang kalau adu fisik satu lawan satu"
"Heh, masih ada nyali juga ya lo nantangin gue, belum puas lo Langit?" Langit yang ditanya begitu hanya terkekeh, seolah pertanyaan Batara begitu lucu
"Gue, Langit Biru nggak akan pernah tunduk sama Batara Matahari sampai kapanpun"
"Dan gue Batara Matahari juga nggak pernah mau tunduk sama sama lo Langit"
Ditepi jalan yang lumayan sepi, didekat tanah lapang yang cukup gelap karena minimnya cahaya dari lampu di pinggir jalan, disanalah dua remaja itu melampiaskan emosi mereka masing-masing
"Lo tuh harus sadar diri, sampai kapanpun lo nggak bakal bisa menang dari gue" Langit memberikan bogemannya pada perut Batara, yang membuat laki-laki itu sedikit menunduk kesakitan namun tak lama kemudian kembali membalas dengan tendangan ditempat serupa sampai membuat Langit tersungkur karena lengah
"Harusnya gue yang bilang gitu sama lo Langit, sampai kapanpun Batara nggak bakal pernah kalah" ucap Batara dengan memperkuat injakannya
Langit memegang kaki Batara berusaha menjatuhkannya, namun fisik laki-laki itu terlalu kuat
"STOP!" Suara teriakan perempuan membuat mereka menoleh
"Batara, lo mau bunuh orang?!" Senja menatap kaki Batara dan Langit yang seperti hampir kehabisan nafas
"Dia bisa mati, lepasin kaki lo dari dia"
"Kenapa lo peduli sama dia? Lo sengkokolkan sama kelompok mereka?" Senja memutar bola matanya malas, lagi-lagi ia dituduh bersengkokol, padahal nama orang yang sedang bertarung dengannya saja ia tak tau walau wajahnya nampak tak asing
"Lo mau disebut pembunuh? Atur emosi lo, pikirkan apa akibat yang bakal lo terima kalau dia mati!" Teriak Senja karena frustasi. Antara kasihan melihat langit atau takut melihat Batara dalam sifat seperti itu
Akhirnya Batara melepas injakan kakinya membuat Langit dengan rakusnya bernafas dan memegang dadanya
"Lo nggak apa-apa?" Senja berjongkok disebelah laki-laki itu dan membantunya berdiri
"Cih" Batara meludah melihat itu
"Terima kasih, gue bisa sendiri" Senja akhirnya melepas rangkulan laki-laki itu. Ia melihatnya berjalan tertatih kearah motornya
"TUNGGU SAATNYA GUE BERHASIL NGALAHIN LO BATARA" teriaknya tiba-tiba yang sampai membuat Senja ikut terkejut. Kemudian laki-laki itu langsung pergi dengan mengendarai motornya dalam kecepatan tinggi
"DALAM MIMPI LO!" balas Batara tak kalah kerasnya. Untungnya rumah penduduk cukup jauh dari sana, bisa-bisa Batara dan Langit sudah diumpati dengan segala jenis nama kebun binatang
"Mau apa lo? Mau ngejar dia?" Tanya Batara sinis melihat Senja yang masih melihat jalan yang dilalui Langit tadi
Senja menggeleng, ia menarik lengan jaket laki-laki itu untuk didudukkan di bangku kayu yang warnanya mulai pudar
"Lo terluka" Senja menunjuk kearah pelipis Batara untuk memberitau laki-laki itu
"Udah biasa" jawab Batara sekenanya. Baginya luka ini bukan hal yang besar, dibalik kaos yang menutup tubuh atletisnya itu ada luka yang lebih besar
"Jangan bilang terbiasa dengan luka, luka kecil bahkan bisa membunuh"
"Oh kalau gitu kenapa lo nggak mati?" Senja menatap laki-laki itu kemudian langsung memukul kepalanya cukup keras
"Awww, salah gue apa sih?" Batara memegang kepalanya yang sialnya cukup sakit karena pukulan Langit ditambah pukulan Senja sekarang
"Omongan lo bener-bener nggak bisa dijaga ya? Padahal gue udah baik mau nolong lo tadi" Jawab Senja kesal dan berniat berdiri dari duduknya, tapi Batara kembali menarik tangan gadis itu untuk duduk
"Makasih buat apa? Justru yang harus bilang makasih ke lo itu si Langit durjana itu"
"Kalo gue nggak datang lo bisa aja udah bunuh anak orang, lo nggak mikir hukuman kedepannya kayak gimana?"
"Selama ada uang, hukum nggak ada nilainya"
"Sombong banget" cibir Senja mencebikkan bibirnya
"Jadi, kenapa lo nolongin dia tadi?"
"Udah gue bilang, gue nolong lo biar nggak bunuh anak orang. Kalau tau lo nggak butuh pertolongan juga gue nggak bakal repot-repot buat turun dari motor"
"Emangnya lo habis dari mana?" Tanya Batara penasaran, perkiraannya sekarang sudah jam sepuluh malam
"Gue baru pulang kerja. Pakek nanya lagi lo" jawab Senja ketus, entah laki-laki itu lupa atau pura-pura lupa
"Bukannya lo lagi sakit?" Tanya Batara, ia ingat tadi pagi gadis itu sampai pingsan
"Cuma sakit dikit nggak ngaruh" jawab Senja terkekeh, walau wajahnya masih nampak sedikit pucat. Memang tak sepucat sebelumnya
"Lo sendiri yang bilang jangan terbiasa dengan luka. Bahkan luka kecil bisa membunuh" ucapan Batara yang membuat Senja menoleh aneh kearahnya karena perkataan laki-laki itu yant menurutnya tak nyambung sama sekali
"Gue bilang itu luka kan? Bukan sakit"
"Apa bedanya? Orang yang terluka pasti sakitkan?" Batara bertanya dengan menatap gadis itu yang kini menghela nafasnya menatap bulan setengah yang nampak indah
"Belum tentu Batara, orang yang terluka belum tentu bisa merasakan sakit. Kadang luka membuat mereka mati rasa dengan rasa sakit saking seringnya luka itu tergores. Tapi orang yang merasakan sakit sudah pasti dia terluka"
"Ibaratnya air mata kan? Air mata keluar nggak cuma karena sedih, tapi bisa juga air mata bahagia"
"Bahasa lo dalem banget dah" ucap Batara, namun laki-laki itu juga menyetujui dalam hatinya
"Kalau malem gue emang kadang berubah jadi Tere Liye atau pujangga lain" Batara tertawa mendengar jawaban gadis itu, ia terbahak dikeheningan malam sampai suara tawanya bisa terdengar jelas. Hening kembali menayap keduanya, tak ada yang beranjak dari bangku taman yang nampak kayunya mulai keropos itu, dibawah sinar rembulan dua anak manusia itu sedang mengaguminya sambil bergelut dengan pikiran mereka masing-masing
"Menurut lo apa arti sempurna?" Senja menatap laki-laki itu yang tiba-tiba bertanya, kemudian kembali menghela nafasnya
"Entahlah, gue juga masih nyari apa sih arti sempurna itu" jawabnya terkekeh
"Bukannya manusia itu makhluk yang nggak sempurna ya?"
"Emang, tuhan nyiptain manusia nggak sempurna. Tapi ternyata ada juga manusia yang nggak nerima kekurangan" jawab Senja
"Dan korban mereka adalah manusia lain. Bukannya dengan begitu mereka udah ngelawan takdir nggak sih?. Harusnya mereka tau kalau cuma tuhan yang sempurna, dan manusia diciptain dengan kekurangan dan kelebihan mereka masing-masing"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
mudahlia
manusia sll kurang dan kurang hanya itu yg diandalkan
2023-09-05
1
mudahlia
kasihan senja hidup yg harus menjadi kan nya kuat
2023-09-05
0
mudahlia
cie pendekatan yg sempurna
2023-09-05
0