Amalia

Kata orang hidup itu bukan hanya tentang luka dan air mata, tapi juga tawa dan kebahagiaan. Kata orang hidup itu penuh ujian dan akan mendapat hasil yang manis jika lulus. Kata orang, hidup itu seperti roda takdir yang berputar, tak selamanya tentang tangis dan tak selamanya juga tentang tawa. Itu kata orang yang sudah berhasil melewati ujiannya yang entah keberapa kali. Tapi kata Senja, kapan ujiannya berakhir? Kapan roda takdirnya berputar naik?

Membandingkan hidup kita dengan orang lain memang bukan hal yang patut, karena dengan membandingkan kita tak pernah bersyukur. Senja tak membandingkan, namun kadang terbesit sedikit rasa iri pada hatinya saat melihat orang lain. Seperti didepannya kini, ia melihat seorang ibu yang sedang menyuapi anak perempuannya dengan telaten. Gadis berseragam merah putih itu dengan semangatnya bercerita kejadian yang dialaminya disekolah. Sedangkan Senja, ah sudahlah bahkan ia tak ingat kapan terakhir kali melihat ibunya

"Gue mau pergi balapan nanti malam" orang yang sudah lama Senja tunggu akhirnya muncul juga. Namun malah langsung menjelaskan maksudnya

"Balapan lagi?" Lingga hanya mengangguk menjawab pertanyaan kakaknya. Pakaian putih abunya sudah acak-acakkan. Senja menghela nafas, jikapun ia melarang adiknya tetap akan pergi. Lingga tak akan pernah mau mendengarkannya

"Gue mau minta sama lo nanti malam nggak perlu dateng buat nyuruh gue pulang"

"Pulang sebelum jam dua belas" ucap Senja

"Sebelum ayah tau dan kamu dihukum" lanjutnya

"Ayah nggak bakal berani ngehukum gue, nggak kayak lo" ucap Lingga kemudian berlalu pergi begitu saja. Senja menatap punggung adiknya yang menjauh, benar juga kenapa ia harus khawatir kalau Lingga dihukum?. Seharusnya ia sudah tau itu kalau Lingga tak mungkin berani dihukum, tapi ia khawatir adiknya terluka dalam pergaulan itu

"Lo pasti ngerencanain sesuatu sama adik lo entar malem kan?" Senja memundurkan tubuhnya, ia terkejut melihat Batara yang sudah berdiri tepat didepannya

"Maksud lo apasih? Bisa nggak kalo ngomong tuh yang jelas?!" Nada menaikkan nada bicaranya. Ia heran kenapa laki-laki itu selalu ada disetiap tempat dan selalu menuduhnya tanpa tau apa-apa lebih dulu

"Kurang jelas apa gue ngomong?. Lo tau kan sekolah dia termasuk ngikut Rajawali?" Pertanyaan Batara yang lagi-lagi Senja tak mengerti

"Gue bingung sama peraturan sekolah yang kayak gini, sekolah itu ya milik pemerintah, dia disekolah buat belajar bukan buat geng-gengan. Sekolah dia ngikut siapapun juga terserah" balas Senja

"Dia musuh sekolah kita, asal lo tau"

"Dan musuh yang lo bilang itu termasuk diantaranya adik gue, asal lo tau" balas Senja menatap tajam Batara

"Jadi lo ngebela geng lawan?"

"Gue nggak bela siapa-siapa. Gue cuma lindungi adik gue" bantah Senja

"Dan adik lo termasuk musuh sekolah kita" Senja menghentakkan kakinya kesal. Entah keberanian darimana, ia menatap tajam kearah Batara dan menunjuk tepat diwajah laki-laki itu

"Urusan keluarga gue itu urusan gue, bukan urusan lo. Jadi lo nggak punya hak buat nyuruh gue jauhin keluarga gue sendiri. Urusan geng lo sama siapapun itu bukan urusan gue, ngerti lo?!"

"Capek ngomong sama manusia keras kepala kayak lo" lanjut Senja. Ia mengambil tasnya dan pergi begitu saja

"Sial! Kenapa gue harus kayak gitu" Batara mengusap kasar rambutnya. Kenapa pula ia harus ikut campur segala urusan Senja

"Pasti karena adiknya musuh gue" katanya meyakinkan diri sendiri, ia yakin hanya karena itu alasannya bukan yang lain

.

Malam menyapa bumi, bulan tak menampakkan cahayanya sama sekali. Jutaan bintang, tak satupun yang nampak. Langit tertutup awan mendung sempurna yang siap menjatuhkan airnya kapan saja. Senja melihat jam dipergelangan tangannya, jam setengah sepuluh dan kafe nampak sudah lenggang. Tinggal satu orang yang tersisa, seorang remaja perempuan yang Senja tebak usianya masih dibawahnya

"Maaf dek, kafenya udah mau tutup" ucap Senja menghampiri

"Oowh iya, maaf kak" gadis itu kemudian berdiri dan menyelesaikan pembayarannya dikasir. Senja membersihkan meja terakhir yang ditempati gadis tadi, ia meletakkan piring kotor yang langsung dicuci salah satu temannya yang bertugas didapur. Tersisa tiga orang disana, dan salah satunya adalah Senja

"Aku pulang duluan ya" ucapnya mengambil tasnya dan pamit pada kedua temannya

"Nggak sholat isya dulu?" Tanya salah satu teman kerjanya yang bertugas didapur, Nira namanya. Ia tau kebiasaan gadis itu yang sholat isya dulu sebelum pulang

"Lagi nggak sholat" jawabnya kemudian hanya dibalas anggukan oleh mereka

"Hati-hati dijalan" Senja mengacungkan jempolnya sebagai balasan. Untung rumahnya tak begitu jauh dari sini, paling hanya membutuhkan waktu sepuluh menit saja

Diparkiran motor, ia melihat gadis yang tadi didalam terduduk didekat parkiran dengan kedua lututnya yang ditekuk

"Dek, kamu nggak pulang?" Senja beranikan dirinya bertanya. Walau ia juga agak takut sebenarnya kalau itu bukan manusia

"Bateraiku habis, nggak ada yang bisa ditelpon" jawab gadis itu menunduk, sepertinya ia menangis pikir Senja

"Kamu bisa pinjem telponku, kamu hafal nomor keluargamu kan?" Gadis itu menggeleng dengan polosnya membuat Senja menghela nafasnya

"Ayo, kakak anterin kamu pulang"

"Nggak usah, aku boleh pinjam telpon kakak buat pesan ojek online aja?"

"Jam sekarang mereka udah pulang kerumah, ayo aku anterin aja"

"Beneran kak? Tapi rumahku lumayan jauh dari sini"

"Dimana?"

"Komplek Kenanga" Senja mengingat-ingat tempat itu. Ia kemudian ingat, Putri teman sebangkunya juga tinggal di komplek yang sama. Jaraknya memang lumayan jauh dan jelas itu tak searah dengan rumahnya

"Nggak apa-apa, ayo kuantar. Ini udah hampir jam sepuluh, kamu mau nunggu siapa disini?"

"Takutnya ada orang yang niat jahat sama kamu, apalagi kamu perempuan" Senja kadang meringis melihat banyaknya berita-berita pelecehan yang dialami perempuan dan kebanyakan adalah gadis dibawah umur. Oknum-oknum tak bertanggung jawab yang melakukan itu menurutnya bukanlah manusia, tapi seperti binatang. Harusnya mereka dihukum mati saja atau penjara seumur hidup, denda dan hukuman pidana yang kadang tak sampai lima tahun menurut Senja cukup ringan, dibandingkan mental perempuan yang telah rusak karena diperlakukan seperti itu. Perbuatan bejat mereka itu tentunya akan meninggalkan trauma, bahkan membuat korbannya depresi. Belum karena menganggap diri mereka kotor, anggapan miring masyarakat yang mereka terima juga penyebabnya, bukannya memotivasi kebanyakan malah menyalahkan si korban yang tak melawan, miris memang

"Kenapa kamu bisa sendirian keluar malam-malam?" Tanya Senja. Ia membiarkan gadis itu yang memakai helmnya, jaketnya juga ia pakaikan karena melihat baju lengan pendek gadis itu. Udara malam yang dingin terasa menusuk untuk Senja yang memakai kaos lengan panjang, apalagi gadis itu pikirnya

"Aku mau ketemu pacarku, tapi pas aku nyampe ditaman malah aku liat dia sama perempuan lain hiks" Senja melongo apalagi saat mendengar isakan gadis itu

"Mungkin dia keluarganya" jawab Senja mencoba berpikir positif

"Bukan, dia sahabat aku" Senja semakin melongo lagi, jadi ini ceritanya gadis itu melihat pacarnya kencan bersama sahabatnya?

"Kamu kelas berapa?"

"Kelas 2 SMP" hampir saja Senja mengerem mendadak motornya. Umur segitu, ia bahkan masih fokus dengan menghafal jenis himpunan dan rumusnya. Apa memang ia yang terlalu kolot ya?

"Lebih baik belajar, jangan pacaran dulu. Jalan sekolahmu masih panjang, jangan rusak karena pacaran" nasihat Senja

"Perempuan itu kalau bisa harus sekolah setinggi-tingginya" lanjutnya lagi

"Untuk suaminya ya kak? Atau karena perempuan itu merupakan guru pertama untuk anaknya"

"Itu salah satunya, tapi kamu tau kalau perempuan zaman sekarang kadang diremehkan, perempuan sekolah bukan hanya untuk suami dan anaknya, tapi karena dia memang harus sekolah kalau bisa"

"Tapi orang-orang sering bilang, buat apa perempuan sekolah tinggi-tinggi kalau ujungnya cuma didapur atau dirumah buat ngurus suami dan anak"

"Makanya itu yang salah, perempuan punya derajat yang sama dengan laki-laki dalam mengejar mimpi mereka, mereka bebas menjadi apapun yang mereka mau selagi itu masih dijalan yang benar. Hanya karena status kita perempuan, bukan artinya kita lemah dan dipandang sebelah mata" lanjut Senja. Ia malah bagai guru yang menasihati anak muridnya. Tapi memang benar, kadang itu yang terjadi dizaman sekarang

"Rumah kamu nomor berapa?" Senja bertanya saat mereka mulai memasuki area komplek, untung satpamnya tak curiga apapun

"Nomor 7C" Senja berhenti didepan rumah mewah dengan cat yang didominasi warna biru

"Terima kasih ya kak" Gadis itu melepas helmnya dan mengembalikan pada Senja

"Lain kali jangan kayak gitu lagi" gadis itu mengangguk dan mengacungkan jempolnya

"Nama aku Amalia, nama kakak siapa?" Gadis itu mengulurkan tangannya yang dibalas oleh Senja

"Senja" jawabnya singkat.

"Kak Senja, jaketnya besok aku balikin kalau udah dicuci ya, ini kotor karena tadi kupake buat lap air mata sama ingus" Senja meringis mendengarnya, namun ia tetap menjawab

"Nggak usah, nanti kakak yang cuci"

"Aku aja, nanti pasti aku kembaliin kok" Senja akhirnya mengangguk daripada berdebat lebih panjang lagi

"Kakak pulang dulu ya"

"Hati-hati dijalan" Senja mengangguk dan membalas lambaian tangan gadis itu sebelum akhirnya pergi dari sana. Saat motor Senja menjauh, barulah Amalia ingat kalau ia belum bertanya alamat Senja yang tadi menolongnya

"AMALIA, AKHIRNYA KAMU PULANG NAK" gadis itu meringis saat suara ibunya terdengar panik, pastinya ia akan dinasihati semalaman

Terpopuler

Comments

mudahlia

mudahlia

terkadang org lain bisa jdi saudara . saudara bisa jadi musuh dlam selimut

2023-09-02

0

mudahlia

mudahlia

ia banyak kok yg bilang gini salah satu nya aq lah Korban nya . soalnya mama dan kakak ku selalu di komporin tetangga . akhirnya aq gk di bolehin lanjut sekolah

2023-09-02

0

mudahlia

mudahlia

astaga senja itu ank org Lo yg kamu ajak ngerem mendadak bukan anak nya Mbah Kun kun

2023-09-02

0

lihat semua
Episodes
1 Matahari Senja
2 Perkara Bola Basket
3 Kak Nathan
4 Lingga
5 Kerja
6 Matahari dengan lukanya
7 Amalia
8 Cukup Dianggap
9 Apa sebenarnya yang terjadi?
10 Tentang Luka
11 Saling Nakutin
12 Rachel
13 Tentang Batara
14 Langit Biru
15 Toko Buku
16 Dokter Vanya
17 Senja dan Langit
18 Lo punya gue
19 Dibalik Batara
20 Keras Kepala
21 Hubungan apa?
22 Lepaskan dan berubah
23 Geng Tengkorak
24 Markas
25 Kantin
26 Kenapa?
27 Jangan Ikut Campur
28 Bukan sebagai saudara
29 Taruhan
30 Tolong Jaga Dia
31 Dipecat?
32 Percaya sama gue
33 Boleh Ikut?
34 Bunda?
35 Kesempatan
36 Terluka
37 Lingga dengan egonya
38 Siapa pemenangnya?
39 Lewat Lagu
40 Kembali?
41 HBD Ayah
42 Gue suka sama lo
43 Hati gue beku
44 Sweet Seventeen
45 Siapa?
46 Lari
47 Malming
48 Deal
49 Persiapan
50 War
51 Kemajuan
52 Jangan dulu
53 Kebebasan atau ???
54 Kasihan?
55 Dilema Langit
56 Awal yang gagal
57 Perebut
58 Aku Memilih Pergi!
59 Mama Batara?
60 Apa rasa ini?
61 Bintang
62 Gue nggak main-main
63 Ancaman?
64 Senja tak salah
65 Biarin dia buat gue
66 Gelang Merpati
67 Tak ada yang peduli
68 Kecelakaan
69 Donor?
70 Menyerah?
71 Sadar
72 Maafkan Ayah
73 Harapan
74 Sepuluh hari lagi
75 Pengajian
76 Menyamar?
77 Lusa
78 Ini terakhir kali
79 Kurang 24 jam
80 Sebuah kesalahan
81 Selamat Tinggal
82 Pesawat
83 Kehilangan
84 Cincin Jingga dan Gelang Merpati
85 Piala Terakhir
86 Sudah tau?
87 Maaf yang kesekian kali
88 Karma terlalu cepat
89 Aku malu
90 Satu Tahun
91 Kak Senja?
92 Jingga Matahari
93 Dekat Namun Jauh
94 2 bulan 3 minggu
95 Hasilnya 99,99%
96 Ingat?
97 Bunda?
98 Saudara?
99 Dia Senja?
100 Trauma
101 Maafkan dirimu
102 Kampus
103 Berhenti disini
104 Semua ada fasenya
105 Akhir
106 Terima Kasih
107 99 days before divorce
Episodes

Updated 107 Episodes

1
Matahari Senja
2
Perkara Bola Basket
3
Kak Nathan
4
Lingga
5
Kerja
6
Matahari dengan lukanya
7
Amalia
8
Cukup Dianggap
9
Apa sebenarnya yang terjadi?
10
Tentang Luka
11
Saling Nakutin
12
Rachel
13
Tentang Batara
14
Langit Biru
15
Toko Buku
16
Dokter Vanya
17
Senja dan Langit
18
Lo punya gue
19
Dibalik Batara
20
Keras Kepala
21
Hubungan apa?
22
Lepaskan dan berubah
23
Geng Tengkorak
24
Markas
25
Kantin
26
Kenapa?
27
Jangan Ikut Campur
28
Bukan sebagai saudara
29
Taruhan
30
Tolong Jaga Dia
31
Dipecat?
32
Percaya sama gue
33
Boleh Ikut?
34
Bunda?
35
Kesempatan
36
Terluka
37
Lingga dengan egonya
38
Siapa pemenangnya?
39
Lewat Lagu
40
Kembali?
41
HBD Ayah
42
Gue suka sama lo
43
Hati gue beku
44
Sweet Seventeen
45
Siapa?
46
Lari
47
Malming
48
Deal
49
Persiapan
50
War
51
Kemajuan
52
Jangan dulu
53
Kebebasan atau ???
54
Kasihan?
55
Dilema Langit
56
Awal yang gagal
57
Perebut
58
Aku Memilih Pergi!
59
Mama Batara?
60
Apa rasa ini?
61
Bintang
62
Gue nggak main-main
63
Ancaman?
64
Senja tak salah
65
Biarin dia buat gue
66
Gelang Merpati
67
Tak ada yang peduli
68
Kecelakaan
69
Donor?
70
Menyerah?
71
Sadar
72
Maafkan Ayah
73
Harapan
74
Sepuluh hari lagi
75
Pengajian
76
Menyamar?
77
Lusa
78
Ini terakhir kali
79
Kurang 24 jam
80
Sebuah kesalahan
81
Selamat Tinggal
82
Pesawat
83
Kehilangan
84
Cincin Jingga dan Gelang Merpati
85
Piala Terakhir
86
Sudah tau?
87
Maaf yang kesekian kali
88
Karma terlalu cepat
89
Aku malu
90
Satu Tahun
91
Kak Senja?
92
Jingga Matahari
93
Dekat Namun Jauh
94
2 bulan 3 minggu
95
Hasilnya 99,99%
96
Ingat?
97
Bunda?
98
Saudara?
99
Dia Senja?
100
Trauma
101
Maafkan dirimu
102
Kampus
103
Berhenti disini
104
Semua ada fasenya
105
Akhir
106
Terima Kasih
107
99 days before divorce

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!