Berangkat

Dua hari kemudian...

"Kalian akan tetap berangkat hari ini?" tanya Ibu masih khawatir.

"Iya, Bu..." jawab Tiara sambil tersenyum.

"Kamu udah benar-benar sembuh, nak?" tanya Ibu lagi.

"Alhamdulillah, sudah Bu. Ibu tenang saja ya, disana juga kan ada A Jiho yang menjagaku," lanjutnya lagi.

"Hhmmm... Baiklah. Bapak sama Ibu cuma bisa mendoakan saja, hati-hati ya nak..." ucap Ibu lagi. "Kami titip Tiara ya, nak..." tambahnya.

"Baik, Bu. Insyaallah, nanti kalo ada waktu kami sering-sering pulang," jawab Jiho bersemangat.

Mereka menyalami Bapak dan Ibu. "Hati-hati dijalan y nak..." ujar mereka kompak.

Tiara melihat mata ibu berkaca-kaca.

"Gak usah khawatirin Tiara Pak, Bu. Bapak sama Ibu disini harus jaga kesehatan ya," ucapnya sembari memeluk mereka.

Gadis itu tersenyum dan melangkah pergi meninggalkan kampung halamannya. Jiho menggandeng tangan istrinya, sedangkan tangan kanannya membawa tas yang berisi pakaian.

"Yang tegar ya... Aa akan selalu menjagamu."

Tiara menoleh kearahnya dan tersenyum. Dia menggamit lengan suaminya dan bergelayut manja.

"Kamu jangan kaget ya, Aa bukan pekerja kantoran seperti Ferdi itu. Disana Aa masih ngontrak, perlu nabung dulu buat beli rumah," ucap Jiho kembali.

"Iya A, aku ngerti..."

"Hhhmmm.... terima kasih, sudah mau mengerti."

Ditengah jalan mereka berpapasan dengan Ferdi. Entah kenapa, takdir mereka selalu saja terhubung.

"Hei... Kalian mau kemana?" tanyanya sambil mencuri pandang ke arah Tiara.

"Kami mau pergi ke kota," jawab Jiho kemudian.

"Dek Tiara sudah sembuh?" tanyanya lagi. Yang ditanya hanya mengangguk. Tiara tak kuasa menatap matanya. Sungguh, dia tak ingin goyah lagi.

"Alhamdulillah, sudah mendingan. Kita permisi dulu ya..." sahut Jiho kembali.

"Oh iya iya, hati-hati dijalan..." sambung Ferdi mempersilakan.

Mereka berdua berjalan kembali, sedangkan Ferdi masih merenung di tempatnya berdiri. Dia memandang pasangan itu sampai mereka hilang dari tatapannya.

Sementara kedua sejoli itu masih mesra bergandengan tangan. Tapi tiba-tiba, Tiara tersandung batu. "Aduh..." ucapnya mengaduh.

"Kamu kenapa?"

"Hmmm ini..."

Jiho langsung berjongkok dan melihat kakinya. "Kamu terkilir, yang. Mau Aa gendong?"

"Hah? Gak usah A."

"Kenapa?"

"Aa kan repot barang bawaannya banyak,"

"Ya sudah kita istirahat dulu."

Dia memijat kaki Tiara dengan lembut. Hati Tiara tersentuh. Dia memperlakukannya begitu baik.

***

Akhirnya sampai juga di kota kecamatan. Kami menaiki Bus menuju kota T.

"Duduk disini ya, kalau ngantuk tidur saja. Perjalanan kita cukup lama. Kurang lebih 9 jam perjalanan, sampe sana malam hari," jelas Jiho.

Tiara hanya mengangguk, untuk berjalan saja rasanya sudah lelah, apalagi harus duduk disini selama berjam-jam. Tapi apa boleh buat, dia sudah memutuskan untuk ikut dengan suaminya.

"Kalau mau pipis bilang ya, nanti Aa antar ke belakang," lanjutnya lagi. Untung saja di dalam Bus ada fasilitas toilet lengkap jadi tak perlu khawatir kalau kebelet pipis di jalan. Memang sepadan dengan harga tiketnya yang cukup mahal.

Setelah cukup lama di perjalanan, Tiara merasa kedinginan. Mungkin karena tidak terbiasa memakai AC. Ini pertama kalinya dia menaiki bus dan melakukan perjalanan jauh. Untung saja diantidak mabuk perjalanan. Dia hanya merasa kedinginan karena hawa AC itu.

"Aa, aku dingin..." ucap Tiara lirih. Jiho menatapnya dan tersenyum, kemudian dia mematikan AC yang tepat berada diatas tempat duduk kami. Diapun melepaskan jaketnya dan memakaikannya pada Tiara.

"Aa gimana?"

"Gak apa-apa, Aa kuat kok. Yang penting kamu jangan sampai sakit lagi."

Tiara mengangguk.

"Kamu tidur saja biar gak jenuh, nanti Aa bangunin kalau sudah sampai," ujar Jiho lagi yang dijawab anggukkan kepalanya.

Tiara memejamkan matanya entah berapa lama, ketika terbangun hari sudah mulai malam. "Sayang... Alhamdulillah kamu sudah bangun, kita siap-siap ya, sebentar lagi mau sampai, jangan sampai ada yang ketinggalan," ucap Jiho. Tiara hanya mengangguk.

"Kiriiii... kiriiii pak..." teriak Jiho. Laju bus mulai melambat dan berhenti. Mereka turun dari bus, tak lupa Jiho selalu menggandeng tangan istrinya. Hangat.

"Kita cari makan dulu ya, kamu pasti lapar kan?" tanya A Jiho. Tiara kembali mengangguk. Entah sudah berapa kali perhatian yang diberikan kepadanya seharian ini. Mengantarkan ke toilet, membelikan popmie dan cemilan. Dan perhatian-perhatian kecil lainnya.

Mereka makan di sebuah warteg yang masih buka. Bukan restoran mewah.

'Jangan samakan keadaan kami dengan orang-orang kaya ya. Lagi pula lidah kami lidah ndeso, tidak paham sama menu makanan yang asing itu.'

Mereka makan dengan lahap, setelah seharian ini perut tak terisi nasi, rasanya sungguh nikmat dan mengenyangkan sekali.

"Mau dibungkus juga?" tanya Jiho.

"Gak usah A," jawab Tiara lirih.

"Ya sudah kalau gak mau. Ayo, kita jalan lagi...! Gak apa-apa kan kita jalan kaki?" tanyanya lagi. Lagi-lagi Tiara hanya mengangguk. "Atau mau digendong?" tanya Jiho lagi dengan nada meledek. Tiara hanya tersenyum dan menggeleng. Malu.

Cukup lama mereka berjalan, tetapi karena Tiara kelelahan dia hampir saja terjatuh lagi. Jiho segera mendekap tubuh istrinya itu.

"Sayang, kamu gak apa-apa?" tanya Jiho. Tiara terdiam. "Kakinya apa masih sakit?" tambahnya lagi.

"Iya A, sedikit nyeri..." jawab Tiara lirih.

"Biar Aa gendong aja ya...?"

"Jangan."

"Kenapa?"

"Aku malu, A..."

"Malu kenapa? Kamu kan istri Aa."

"Tapi..."

"Biar Aa gendong aja ya sayang, kasihan kamu kayak gini..."

"Tapi..."

"Ssssttt... Gak bakalan ada yang marah. Aa gendong aja ya!"

"Apa masih jauh?"

"Hmm... Enggak terlalu jauh, sebentar lagi sampai kok."

"..."

"Tapi kalau kamunya kayak gini terus ya gak sampai-sampai. Udah ayo naik ke punggung Aa."

Tiara hanya diam, dia ragu-ragu. Tapi tiba-tiba saja Jiho langsung menggendongnya tanpa persetujuan lagi.

Jiho tak peduli dengan beberapa pandangan orang-orang yang ditemuinya di jalan dan menatap mereka seakan penuh tanya.

***

Tak lama memasuki sebuah gang, akhirnya sampai juga disebuah rumah kecil. Jiho menurunkan Tiara dari gendongannya.

"Nah, kita sudah sampai," ujar Jiho sambil merogoh kunci di saku celananya. Ia membukakan pintu. "Ayo masuk," lanjut A Jiho. Ia kembali menutup pintu dan menguncinya.

"Assalamualaikum..."

"Waalaikum salam..."

Mereka tersenyum karena saling berbagi salam.

"Maklumi yah, keadaannya seperti ini," sambung Jiho.

"Ini lebih dari cukup A," jawab Tiara, matanya sambil memperhatikan sekeliling.

Rumah kontrakan ini hanya ada 4 petak. Ruang tamu, kamar, dapur dan kamar mandi. Tapi perabotan cukup lengkap. Kasur busa, Almari, TV, Kulkas, kompor dan peralatan dapur, dan motorpun punya. Alhamdulillah.

"Aa rebus air dulu ya, buat mandi." ujar Jiho yang sangat perhatian sama istrinya.

Tiara mengangguk lagi. Sedangkan tubuhnya terasa lelah sekali, apalagi ada bekas luka kemarin yang terasa berdenyut nyeri. Tiara merebahkan diri diatas kasur, sepertinya dia bakalan kerasan disini. Iyalah... Yah mau dimana lagi? Ini kan rumah suaminya

"Yang... Ayo mandi dulu, udah Aa siapin airnya..." ucap A Jiho sedikit mengagetkan Tiara.

"Ah, iya," jawabnya singkat sambil berlalu menuju kamar mandi. Setelah selesai, giliran Jiho yang bebersih diri.

Terpopuler

Comments

🍃🥀Fatymah🥀🍃

🍃🥀Fatymah🥀🍃

like lagi

2020-09-16

1

Rena Karisma

Rena Karisma

like❤️❤️❤️

2020-09-08

1

@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ

@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ

❤❤❤❤❤

2020-08-31

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!