Bertunangan

Keesokan harinya, Jiho datang lagi kali ini sendirian tidak bersama dengan orang tuanya.

"Assalamualaikum..."

"Waalaikum salam... Eh, nak Jiho. sini masuk, nak..." ajak Pak Toha pada calon mantunya itu.

"Terima kasih, Pak. Boleh ketemu sama Tiara?"

"Boleh, boleh, nak... Ditunggu ya, habis dari mana ini?"

Jiho tersenyum malu-malu. "Sengaja datang kesini, Pak..."

"Ooh... iya iya, duduk dulu saja ya. Bapak panggil kan si neng dulu," ucap Pak Toha sambil berlalu meninggalkan Jiho sendirian.

Tak lama, Tiara muncul dari dalam sambil tersenyum. Senyum yang membuat Jiho terkesima, ia memandangnya cukup lama. Walau hatinya dag dig dug tak menentu.

"Ada apa datang kesini, A?" tanya Tiara memecah keheningan.

"Hhh... Nggak tahu, cuma pengin ketemu sama kamu."

"Haaah?"

"Hehehe... Aa senang lihat kamu. Kamu cantik," ungkap Jiho kembali yang sukses membuat Tiara tersipu malu.

"Boleh kan kalau Aa tiap hari datang kesini?"

"Yaaa....?"

"Biar kita saling mengenal, biar kita tambah dekat. Lama-lama juga kita akan menikah kan?"

"Ah, iya juga sih..."

"Kamu suka gak dijodohkan sama Aa?"

"Haah? kenapa tanya begitu?"

"Ya... biar gak ada keterpaksaan. Kalau suka alhamdulillah, Aa akan lanjut. Kalau gak suka, Aa berhenti sampai sini, nanti Aa bantu bi......." belum selesai ucapan Jiho sudah disela Tiara dengan buru-buru.

"Aku suka, A. Aku suka."

Jiho tersenyum. Rasanya bahagia sekali jikalau cintanya bersambut.

"Alhamdulillah... Aa juga suka kamu dari pertama kali bertemu,"

"Hmmm... masa sih?"

"Iya."

"Kenapa?"

"Gak mudah sih buat ngejelasinnya, tapi dari awal ketemu, Aa ngerasa klop sama kamu. Kamu cantik..."

"..."

"Kamu nggemesin ya..." ucap Jiho lagi meledeknya. Tiara lagi-lagi tersipu. Pipinya merona merah akibat candaan itu.

"Ya sudah, Aa pulang dulu ya... Besok Aa datang lagi..." pamit Jiho pada gadis itu.

Gadis itu hanya mengangguk sambil tersenyum lagi.

Jiho berlalu pergi setelah berpamitan kepada Bapak dan Ibu calon gadisnya itu.

***

Hari-hari berikutnya, Jiho selalu datang menemui Tiara. Mereka jadi semakin dekat layaknya orang pacaran.

Hingga tiba hari dimana Tiara lulus sekolah. Dia diantar oleh Jiho ke sekolah

"Alhamdulillah, aku udah lulus, A..." ucap Tiara sambil memperlihatkan lembaran kertas yang berisi keterangan lulus.

"Alhamdulillah... Aku jadi gak sabar untuk melamarmu," sahut Jiho sambil tersenyum.

"Emang kapan, A?"

"Secepatnya, kalau bisa besok..."

"Haah...? Secepat itu?"

"Orang tua kita pasti setuju kan?"

"Tapi kan kita butuh persiapan."

"Persiapan apa? Semuanya sudah siap kok."

"Haah...?"

"Iya, kan aku tinggal memakaikan cincin di jari manismu."

"Hmmm... Aku terserah apa kata Bapak sajalah..."

"Makasih sayangkuuu... Aku sudah diskusikan semua sama orang tua kita, mereka sudah setuju kalau besok kami akan melamarmu. Semua sudah siap, tinggal kamunya aja. Gimana?"

"Kenapa bapak dan ibu gak bilang?"

"Kejutaaan, hehe... Gimana, kamu mau kan?"

"Mau, A..."

Mereka pulang bersama dengan hati ceria. Di rumah ternyata sudah berkumpul para keluarga. Dan mereka menyatakan maksudnya jikalau besok adalah hari pertunangan mereka. Entah kenapa air mata Tiara meleleh karena bahagia.

Keesokan harinya...

Acara yang dihadiri keluarga dan para tetangga dekat terasa begitu khidmat. Semua acara sudah dipersiapkan sebaik mungkin. Apalagi Pak Wisesa yang seorang juragan, terkesan acara ini begitu mewah. Semua dana dibiayai oleh keluarga Wisesa.

Kali ini giliran Jiho menyematkan cincin di jari manis Tiara. Keduanya saling tersenyum dengan dada yang berdebar-debar. Bahagia tentu saja.

Tepuk tangan riuh terdengar dari para kerabat yang datang. Mereka menyalaminya satu-persatu kepada pasangan muda itu.

"Selamat ya, sayang..." ucap Pak Wisesa pada anaknya itu.

"Terima kasih, Yah..." jawab Jiho penuh haru.

"Selangkah lagi, segera halalkan calonmu ini, nak... Kalau bisa jangan lama-lama..."

"Baik, Yah..."

Jiho menggenggam tangan Tiara dengan erat, mereka saling melempar senyum bahagia.

Acara sudah selesai, para tamu sebagian sudah pada bubar. Mereka menikmati hidangan yang sudah tersaji di meja makan.

"Kalian kan sudah bertunangan, kapan rencana kalian untuk menikah?" tanya Pak Wisesa mengawali pembicaraan. "Lebih cepat lebih baik bukan? Bagaimana menurutmu Pak Toha?" sambung Pak Wisesa lagi.

"Kalau saya sih terserah anak-anak saja, Pak..." jawab Pak Toha dengan nada ramah

"Gimana Jiho, Tiara?" tanya Pak Wisesa kembali. Entahlah dari awal memang Pak Wisesa lah yang paling antusias dengan perjodohan mereka.

"Penginnya sih secepatnya, Yah. Kalau bisa seminggu atau dua Minggu lagi..." jawab Jiho lagi, seakan tak sabar untuk meminang tunangannya itu.

"Hahahaha... Udah gak sabar ya kamu, nak..." sambung Pak Wisesa dan disambut tawa renyah anggota keluarga yang lainnya.

Tiara hanya tersenyum tertunduk malu. "Dua minggu lagi ya, Nak. Biar kita persiapkan dulu acaranya. Iya kan Pak Toha?"

"Iya...iya pak," jawab Pak Toha menyetujuinya.

Ada perasaan lega di hati Jiho. Alhamdulillah, sebentar lagi aku akan segera meminangmu, Tiara. Tatapan Jiho menyiratkan makna seperti rasa syukur yang tak berkesudahan.

Hari itu mereka lewati dengan perasaan bahagia.

***

Seminggu berlalu...

Bapak dan Ibu Wisesa akan kembali ke kota karena ada urusan yang mendadak.

"Nak, Ayah sama Ibu pamit dulu. Kami akan kembali sebelum acara pernikahanmu. Sementara ini kamu urus dulu ya ladang-ladang Ayah disini," ujar Pak Wisesa kepada anak tunggalnya itu.

"Baik, Yah..."

"Jaga diri baik-baik ya, nak..."

"Baik, Yah. Ayah dan Ibu juga, hati-hati di jalan."

Mereka saling berpelukan. Bapak dan Ibu Wisesa beranjak menaiki mobil pribadinya. Pak Wisesa merupakan seorang juragan yang kaya. Dia mempunyai tiga buah rumah, rumah pertama ada di desa yang sama dengan Pak Toha tinggali, tapi saat ini rumahnya ditempati oleh beberapa anak buahnya yang bekerja di ladang. Rumah kedua ada di kota kecamatan yang saat ini sedang mereka tinggali. Dan rumah ketiga ada di Kota.

***

Seperti biasanya Jiho pergi ke ladang Ayahnya. Jalan menghubungkan desa itu sebenarnya ada dua jalan, yang pertama melewati jalan setapak berbatu hanya bisa untuk berjalan kaki, bisa ditempuh dengan waktu yang lebih singkat. Sedangkan jalan yang kedua lebih lebar, bisa dilewati mobil atau motor biasanya mobil-mobil pengangkut sayur mayur. Tapi waktu yang ditempuh lebih lama, memutari bukit dan jalanan berkelok.

Jiho cukup lama melihat-lihat para pekerja ayahnya. Tiba-tiba suara seseorang mengagetkan mereka yang sedang asyik bekerja.

"A... Aa.... Gawat A..." ujar salah seorang pekerja ladang yang bernama Mang Udin.

"Ada apa, mang?" tanya Jiho terheran-heran.

"Itu A... Juragan..."

"Kenapa dengan ayah?"

"Juragan kecelakaan A..."

"Apa...?"

"Iya, A... Mereka meninggal di tempat," lanjut Mang Udin.

"Innalilahi wa innailaihi roji'un..." sahut pekerja yang lain.

Jiho merasakan tubuhnya lemas, seakan tak bertenaga. Dia terkulai dengan air mata yang mengalir.

"A, ini minum dulu..." sahut seseorang sambil mengambilkan air minum. Mereka membawa Jiho ke rumah.

-bersambung-

Terpopuler

Comments

Radin Zakiyah Musbich

Radin Zakiyah Musbich

crazy up thor....

ijin promo ya 🙏🙏🙏


jgn lupa mampir di novelku dg judul "AMBIVALENSI LOVE" 🍔🍔🍔

kisah cinta beda agama 🥰

jgn lupa tinggalkan jejak ya 🙏☺️

2020-10-20

0

Rasinar Yohana

Rasinar Yohana

like like like

2020-09-28

1

Rena Karisma

Rena Karisma

lanjut 💕💕💕

2020-09-19

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!