Undangan

"Tolong, jauhi Tiara!" ucap Jiho tanpa basa-basi lagi saat dia sampai di rumah dinas Ferdi. Sorot matanya penuh dengan emosi.

"Kalau aku tidak mau, kau mau apa?"

Dan tiba-tiba saja Jiho menarik kerah baju Ferdi lalu mendorongnya sampai ke tembok. Dia mengepalkan tangannya siap meninju. Ferdi pejamkan matanya dan "Dduuug!!" Bukan! Bukan sahabatnya ( mantan ) yang ditinju melainkan tembok disampingnya. Ferdi membukakan mata, dia melihat Jiho sangat frustasi.

Kalau bukan karena Tiara, rasanya ingin sekali dia membalasnya. Ya, sebisa mungkin Ferdi meredam amarah ini, dia tak ingin Tiara terluka. Dia tak ingin Tiara menangis karena keegoisannya.

"Kau tahu? Tiara satu-satunya yang kupunya. Mundurlah!" ujar Jiho kembali, yang membuat dadanya terasa nyeri.

"Kenapa? Aku juga punya hak untuk mencintainya," tukas Ferdi tak ingin kalah.

Jiho memandang Ferdi dengan perasaan tak suka.

"Sebelum janur kuning melengkung, aku akan tetap maju!" lanjut Ferdi lagi.

"Sejak kapan?"

"Sejak kapan apanya? Kau tak perlu tahu! Perasaan itu tumbuh begitu saja. Lagipula Tiara juga suka padaku. Aku yakin itu!"

"Hhhh... itu gak mungkin!"

"Kenapa tak mungkin? Kau saja yang tidak terima kenyataan kalau tunanganmu suka padaku!"

"..."

"Kau hilang begitu aja, siapa yang nemenin dia? Aku!!"

"..."

"Kau gak tahu kan perasaan dia selama ini? Dia terluka, kamu hilang dan sekarang kau kembali. Dia pasti bingung!"

"..."

"Kenapa kau diam, hah? Ngerasa bersalah?"

"Aku memang salah! gak ngasih kabar ke dia. Tapi dia tetap tunanganku. Mundurlah...!"

"Apa kau sudah tanya tentang perasaanya? Dan siapa yang dia pilih?"

"Ya...! Dia udah setuju untuk menikah denganku. Makanya mundurlah, jangan hubungi dia lagi..." ucap Jiho yang membuat Ferdi sedikit terkejut.

'Jadi sudah tidak ada kesempatan untukku? Apa kau tak punya perasaan apapun padaku, Dek?' Dada Ferdi merasa terkoyak, rasanya sakiiit sekali.

"Baik! Aku akan mundur, tapi ingat baik-baik, sekali saja kau membuatnya menangis, aku tak segan-segan merebutnya kembali darimu!" tukas Ferdi sungguh-sungguh. Perasaannya kacau tak menentu.

'Ya, kali ini aku akan mengalah tapi tidak lain waktu.' batin Ferdi terus saja meyakinkan diri.

"Ya, aku pasti akan membahagiakannya!" ucap Jiho kemudian. Diapun berlalu begitu saja. Ferdi tahu perasaannya pun kacau seperti yang diarasakan.

***

Sungguh malam ini, Ferdi tak bisa tidur. Perasaannya sangat kacau. 'Gak mungkin kan secepat ini? Apa iya kau tak punya perasaan apapun padaku?'

[Dek, apa benar kau akan menikah?]

Ferdi mengirim pesan singkat itu ke Tiara. Lama tak ada balasan. Ferdi mengirim pesan lagi untuknya.

[Dek, tolong jawab SMS mas...]

Selang beberapa menit, handphone Ferdi berbunyi.

[Maafin aku, mas... ]

[Kenapa? Apa kau akan menikah?]

[Iya mas...]

[Lalu bagaimana denganku, dek? Apa kau sama sekali gak punya perasaan apapun terhadapku, dek]

Lama, tak ada balasan lagi darinya.

[Dek....?]

[Dek, Apapun yang terjadi mas akan tetap menunggumu]

Tetap hening, tak ada balasan SMS apapun darinya. 'Aaaarrrgghhh...! hancur sudah perasaanku. Aku tau ini pasti akan terjadi, tapi aku tidak siap menerimanya.'

'Perasaanku kacau balau saat ini. Apakah Tiara juga merasakan hal yang sama? Dia pasti bimbang sekali bukan? Bohong, kalau dia tak punya perasaan apapun padaku! Aaaarrrgghhh, aku kangen sekali padamu, dek.'

***

Seminggu telah berlalu, tanpa ada satu kabarpun darinya. Ferdi tahu Jiho pasti melarangnya. Pikiranku kacau, dia tak peduli akan rumah dinas yang berantakan seperti halnya penampilannya yang acak-acakan.

"Mas... Mas Ferdi..." panggil seseorang dari luar. Ferdi membuka pintu rumah. Dia melihat Pak Hasan sudah berdiri di depan pintu. Dia tersenyum menyapa lelaki itu biarpun penampilannya semrawut acak-acakan.

"Ya? Ada apa, pak?" tanya Ferdi kemudian, dengan rasa malas yang begitu menggelayuti diri.

"Ini mas, ada undangan."

"Dari siapa?"

"Dari pak Toha, mas."

"Oh iya terima kasih," sahutku.

"Iya, Mas. Saya permisi dulu," ucap Pak Hasan, dia berlalu pergi.

Deg! Pikiran Ferdi jadi kalut. Dia tahu hal ini pasti akan terjadi. Ferdi melihat dua ukiran nama pada undangan itu. Menikah : Jiho & Tiara.

Harusnya dia ikut senang kan sahabatnya akan menikah. Ah bukan, dia bukan lagi sahabatnya sejak mereka mencintai gadis yang sama. Dia rivalnya, dan sekarang dia harus mengalah?

'Tidak! Tidak! Apakah tak ada kesempatan sekecil apapun terhadapku? Oh, Tuhan.....'

***

Keesokan harinya, demi menghargai Pak Toha, Ferdi menghadiri pernikahan itu. Gadis itu sangat cantik berbalut kebaya putih, sederhana namun elegan. Dia lebih cantik dari biasanya. Diapun tersenyum bahagia bersanding dengan lelaki pilihannya. Kalau boleh jujur, ada sudut hati ini yang masih terasa sakit.

"Hai mas, kok bengong aja dari tadi? Terpesona ya sama Neng Tiara?" tegur Pak Hasan, tetangga disini sambil cengengesan.

"Ah bapak ini!" sahut Ferdi salah tingkah.

"Neng Tiara memang cantik, Mas Ferdi datangnya telat sih, jadi keduluan orang tuh, hahaha" ungkapnya lagi, Ferdipun hanya tertawa kecil menanggapinya.

Sebagian warga disini memang tahu kedekatan Ferdi dengan Tiara. Itu karena pemuda itu sering mampir ke rumahnya maupun jalan bersamanya dikala perlu.

"Udah sana samperin, gak lama lagi si neng dibawa suaminya ke kota."

"Haah? Apa?"

"Lho, Mas Ferdi gak tahu ya, setelah mereka menikah, neng Tiara mau dibawa suaminya ke kota," ungkap pak Hasan lagi.

Kali ini jantung Ferdi berdebar tak karuan, antara marah dan kecewa. Jadi dia akan pergi?

Ferdi sempat menoleh dan menatapnya dari kejauhan, tak sengaja pandangan mereka bertemu. 'Kamu masih menyimpan perasaan itu padaku kan?'

"Oh iya. Ya sudah pak, saya pamit ya, mau ketemu pak Toha dulu. Mari, pak...."

"Oh iya, mari - mari Mas," lanjutnya mempersilahkan.

Ferdi menghampiri pak Toha yang tengah berdiri diantara para undangan yang datang. Pernikahan ini cukup sederhana, tetapi para tamu yang datang cukuplah banyak.

"Pak, selamat ya atas pernikahan anak bapak," ucapnya sembari menyalami pak Toha.

"Iya, nak. Ayo nak, makan-makan dulu dan temui mereka..." sahut pak Toha mempersilahkan.

"Ah, gak usah pak. Saya buru-buru ada urusan. Salam aja buat mereka ya... Saya pergi sekarang ya, pak. Assalamualaikum," pamit Ferdi pada lelaki setengah baya itu. Hatinya hancur.

'Aku pengecut?? Ya, mungkin bisa dikatakan begitu. Sungguh, aku tak kuasa melihat mereka berlama-lama. Andai ada yang tahu, hari ini perasaanku hancur. Akupun tak tahu apa yang harus kulakukan. Rasanya hampa.'

Ferdi berjalan tak tentu arah. Rasanya ingiiiin sekali pergi dari desa ini. Meninggalkan semua rasa termasuk dirinya. Tapi dia paham betul, dia masih punya tanggung jawab terhadap desa ini. Ferdi tak mungkin meninggalkan pekerjaannya disini. Orang-orang disini semuanya baik dan membuatnya nyaman. Dia seperti menemukan keluarga baru disini.

Ferdi melewati beberapa areal persawahan, mengamati sayur mayur yang tumbuh disana. Terlintas wajah gadis itu lagi dalam pikirannya. Ia tersenyum manis, tingkahnya yang lucu dan imut membuatnya tak sadar ikut melengkungkan senyuman.

Tak tega rasanya meninggalkan dia begitu saja tanpa sepatah katapun. Segera dia raih ponselnya an mengiriminya sebuah pesan.

[ Selamat atas pernikahanmu, dek. semoga kamu bisa bahagia bersamanya. Maaf tak bisa menemuimu secara langsung.]

-bersambung-

Terpopuler

Comments

Little Peony

Little Peony

Lanjut ya Thor ✨✨

2021-06-14

0

Erlina Khopiani

Erlina Khopiani

semangat up

2020-09-21

1

winidepuh

winidepuh

Hai kak aku mampir lagi 😊

2020-08-22

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!