Jiho pindah duduk di sebelah Tiara. "Sayang, apa Aa boleh tanya sesuatu?" ucapnya pelan.
"Ya...?"
"Ada hubungan apa kamu sama Ferdi?" ucapnya hati-hati.
"Haah...? Jadi kamu masih belum percaya sama aku, A?
"Ah tidak, tidak. Bukan seperti itu. Aa percaya padamu. Cuma Aa lihat sekilas hubungan kalian sangat dekat, apa benar kamu gak ada perasaan sedikitpun padanya,?"
Tiara terdiam. Dia bingung harus jawab apa? Sedangkan memang, separuh hatiya sudah ada nama Ferdi.
"Ya sudah, kalau kamu tidak mau jawab. Aa ngerti. Kita bicarakan yang lain saja ya...?"
"Selama ini kenapa Aa menghilang? Ga pernah kasih kabar ke aku? Aku SMS tidak dibalas, aku telepon juga, tapi apa? Nomor Aa ga pernah aktif sekalipun! Aku juga punya hati, A. Kamu gak pernah kasih kabar ke aku! Kenapa kau gantung aku sedemikian lama! Aku ingin mencarimu, tapi kemana? Tidak ada yang tahu! Aku juga punya perasaan, A... Hiks hiks..."
Tiara kembali terisak.
"Maaf, maafin Aa ya. Handphone Aa hilang. Sehari setelah Aa sampai di kota. Aa mencari pekerjaan kesana-kemari. Uang yang Aa punya hanya cukup untuk makan sehari-hari. Setelah Aa dapat kerja, pulangnya Aa kerja di kafe. Aa cari tambahan uang. Demi apa? Demi kamu... Kalau lelah, Aa hanya mampu memandangi fotomu, dan itu membuat Aa bersemangat lagi. Maafkan Aa ya, gak kasih kabar ke kamu..."
Gadis itu terdiam sambil berpikir, sebegitu keras kah hidup di kota?
Tiara melihat lelaki itu menyenderkan tubuhnya sembari memejam-mejamkan matanya perlahan. Lelah. Memang, tubuhnya lebih kurus dari pada sebelumnya.
"Kamu capek, A?"
"Yaaa...?"
"Sana mandi dulu, lalu istirahat..."
"Hhmmm ya, baiklah..."
Dia beranjak dari duduknya dan menuruti ucapan gadisnya itu. Tiara sempat melihat di belakang dia membicarakan sesuatu dengan ibu.
'Ah lelaki itu, memang baik. Tidak salah kalau bapak memilihkannya untukku.'
***
Dddrrtttt... Drrrttt.... Nada getar pada ponsel Tiara, tanda ada sebuah pesan masuk. Pesan dari Ferdi.
[Sudah pulang, dek?]
[Iya, mas]
[Jiho?]
[Ada mas, dibelakang lagi ngobrol sama ibu...]
[Wah, kapan nih?]
[Kapan apanya?]
[Kapan nikahnya, hehehe] Dia hanya bercanda, tapi kenapa ada sudut lain di hatinya yang terasa sakit.
[Hhhh... Maafin aku ya, mas...]
[Iya, aku tahu, dek. Tapi perasaanku gak akan berubah dek. Disini aku selalu menunggumu lho, barangkali kamu berubah pikiran]
[....]
[dek, masih disitukah?]
[....]
[I love you, dek]
Tak dibalas lagi pesan dari Ferdi. Tiara segera menghapus semua pesan darinya. 'Kenapa aku harus terjebak diantara kalian. Cintaku terbagi dua.' batinnya masih merasa kacau.
***
"Aa ikut istirahat dulu ya, sayang... Bangunkan Aa kalau Bapak sudah pulang," ucap A Jiho sembari duduk di sebelah gadisnya lagi. Wajahnya terlihat lebih segar setelah disiram air.
"Ya, di kamarku saja, A"
"Hmm, baiklah..." ucapnya lagi sambil mengikuti langkah Tiara dari belakang.
Tiara merapikan tempat tidurnya, lalu Jiho dengan santainya merebahkan diri diatas kasur.
"Nyaman juga yah disini, apalagi kalau kita sudah resmi. Bisa bebas melakukan apapun padamu, jadi gak sabar ingin cepat-cepat menikah denganmu," ucapnya menggoda gadis itu. Dia mengerjapkan mata elangnya, menggoda Tiara lagi.
'Huh, dasar laki-laki!' gumam Tiara dalam hati. Dia tak menanggapi perkataannya.
"Istirahatlah dulu, A. Aku mau bantu ibu masak di dapur. Nanti aku bangunkan kalau Bapak udah pulang," tukasnya mengalihkan pembicaraan.
"Terima kasih," ucapnya sambil tersenyum. Dia sempat meraih tangan Tiara, tapi ditepis dengan cepat, Tiara segera berlalu meninggalkannya.
Gadis cantik itu membantu ibunya memasak di dapur, sebentar lagi waktunya bapak pulang.
"Ada apa, nak? Matamu terlihat sembab? Kamu bertengkar dengan Jiho?" tanya ibu di sela-sela kerjaannya.
"Iya, Bu. Ada masalah sedikit, tapi sudah beres..."
"Kamu harus pengertian padanya, Nak. Dia pasti berat sekali menjalani ini semua, terlebih setelah bapak dan ibunya tiada, dia memikul beban itu sendirian."
"Iya, Bu,"
"Ibu percaya, dia lelaki baik yang bapak pilihkan untukmu."
Dia hanya mengangguk. Benar kata ibu. 'Dia bukan lelaki yang neko-neko, dia pasti bertanggung jawab penuh terhadap dirinya. Mungkin aku yang kurang perhatian padanya. Aku harus memperbaiki ini semua.' tekadnya dalam hati.
"Assalamualaikum..."
"Waalaikum salam, bapak udah pulang..." sambut ibu, aku menyusul mereka ke depan.
"Ada siapa?" tanya bapak.
"A Jiho, pak."
"Oh dia sudah pulang...?"
Yang dibicarakan keluar dari kamar sendiri. "Pak," Jiho menyambut bapak dan menyalaminya.
"Dari sana jam berapa, nak?"
"Jam 8 malam pak."
"Wah semalaman kamu di bus ya, nak?"
"Iya, pak,"
"Sudah, sudah, bapak ayo bebersih dulu, terus kita makan sama-sama," ibu menengahi pembicaraan mereka.
"Baiklah, nanti kita lanjut ngobrol lagi y nak..." lanjut bapak pada calon mantunya itu. Jiho mengangguk.
Setelah menyiapkan makanan, mereka makan bersama-sama. Tiara melihat bapak dan Jiho makan dengan lahap. Pasti mereka sangat lapar.
***
"Gimana kerjaan disana, Nak?" Bapak mengawali pembicaraan.
"Alhamdulillah pak, lancar. Aku udah bisa melunasi hutang-hutang Ayah. Oh iya pak, kepulanganku kesini karena ingin menikahi anak bapak."
"Hmmm, bagus itu. Kapan rencananya?"
"Dalam minggu ini pak, ingin mengurus berkas-berkasnya dulu."
"Ya lebih cepat lebih bagus. Tidak baik kan kalian sudah bertunangan, tapi si neng malah lebih dekat dengan laki-laki lain," sahut bapak menyindir anak gadisnya.
"Aku percaya sama Tiara, pak,"
"Hmm, kalian memang harus saling percaya satu sama lain, itu kunci hubungan kalian biar langgeng."
"Iya, pak."
"Pak, Bu, Aa... Aku minta pernikahannya digelar secara sederhana saja, gak perlu ada pesta-pesta, kita cukup adakan syukuran keluarga dan tetangga dekat saja."
Tiara menyela pembicaraan mereka. Mereka memandang seakan penuh tanya. "Uangnya kan bisa dipakai untuk keperluan lainnya, Pak. Atau ditabung untuk kehidupan kita selanjutnya. Aku kasihan sama A Jiho, dia sudah bekerja keras selama ini," lanjutnya lagi. Merekapun mengangguk tanda setuju.
"Baiklah, kalau itu mau kamu. Bapak juga setuju, yang penting kalian cepat sah, biar bapak gak perlu khawatir lagi."
***
Jam menunjukkan pukul 8 malam.
"Sayang, kenapa melamun?" tanya A Jiho membuyarkan lamunannya. Kemudian lelaki itu duduk disampingnya. Tiara hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
Drrrttt... Drrrttt... Tanda getar ponselnya, menandakan ada sebuah pesan masuk. Dari Ferdi.
"Siapa yang SMS?" tanya Jiho kembali sambil melirik isi pesan itu.
[Lagi apa, dek?]
"Ga usah dibales," tukas Jiho tegas. Tiara memasukkan kembali ponsel jadulnya ke saku celana. "Sayang, Aa mohon... Mulai sekarang, tolong jauhi Ferdi. Kita akan menikah, kamu gak perlulah menghubungi dia lagi, Aa sudah disini. Aa yang akan menjagamu, kamu mau kan?"
Tiara mengangguk pelan.
"Aa pamit dulu, ya..."
"Mau kemana, A? Aa kan gak punya rumah?"
"Haduuh, calon istriku... Rupanya sudah gak sabar ya, Aa tinggal disini..." ledeknya yang sedikit membuat gadisnya itu tersipu.
"Ih apaan sih,"
"Aa ke rumah Ferdi dulu, Aa tak ingin ini berlarut-larut, Aa harus menyelesaikan semuanya,"
"Tapi, A..."
"Tenang, tidak akan ada perkelahian diantara kami. Kami akan selesaikan baik-baik. Aa pamit dulu, ya... Aa dah pamit sama Bapak dan Ibu,"
Tiara hanya manggut-manggut, tapi dalam lubuk hatinya, merasa khawatir jikalau mereka berkelahi.
-bersambung-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Erlina Khopiani
semangat kak
2020-09-06
0
Silvia Rahma
Aku nyicil baca lagi kak~
Semangat terusss💪
Salam dari karyaku 'Angel or Devil?'.
Jangan lupa mampir yaaa😉
2020-09-06
1
Asih Sunkar
like kk
2020-09-05
1