"Bagaimana tidurnya semalam, nak?" tanya ibu di sela-sela mereka menyantap sarapan pagi bersama. Entah kenapa pertanyaan itu malah membuat Tiara tersedak.
"Uhuk... Uhuk..."
Jiho melirik istrinya itu lalu menyodorkan air minum. Dia tersenyum, "Alhamdulillah nyenyak, Bu..." jawab Jiho kemudian.
"Rencana kalian bagaimana?" lanjut Bapak.
"Hmm... rencana apa, Pak?" tanya Tiara sambil melirik suaminya.
Lagi lagi Jiho tersenyum. "Pak, Bu, rencananya saya ingin membawa Tiara merantau ke kota."
"Hmm, baguslah," jawab bapak.
"Tapi A..." Tiara menyela perkataannya. Dia merasa keberatan, karena sebelumnya Jiho tak pernah menjelaskan apapun mengenai rencana selanjutnya.
"Kenapa?"
"Aku belum siap jauh dari Bapak dan Ibu. Aku masih ingin tinggal disini, A..." ucap Tiara dengan nada merajuk.
"Lho, kamu ini kan sudah tanggung jawab Jiho. Kamu harus mengikuti keputusan suamimu itu nak." Bapak menyanggahnya.
"Tapi, pak..."
"Nak, kamu masih ingatkan apa pesan Ibu?"
Aku hanya mengangguk dan terdiam.
"Gak apa-apa, kalau memang Tiara belum mau. Biar saya yang berangkat sendiri dulu, kapan-kapan kalau Tiara sudah siap, pasti akan saya jemput," ujar A Jiho menengahi.
"Tidak, nak. Kalian ini baru menikah, gak baik jauh-jauhan begitu..." sahut Ibu kemudian.
"Betul kata ibu. Kamu sudah bukan anak kecil lagi, kamu sudah menjadi seorang istri, sudah sepatutnya kamu mengikuti kemanapun suamimu pergi," ucap bapak dengan tegas.
"Bukan itu masalahnya, tapi aku kecewa kenapa Aa gak memberitahuku lebih dulu?" tambah Tiara dengan nada kecewa. Gadis itupun berlalu menuju kamar.
"Tiara... mau kemana, nak? Habiskan dulu makananmu," ucap Ibu dengan nada setengah berteriak.
Tiara tak menghiraukan mereka. Sepintas dia melihat bapak & ibu hanya geleng-geleng kepala.
"Maafkan anak kami ya, nak. Usia kalian terpaut tujuh tahun, harap dimaklumi kalau sifatnya masih seperti bocah. Bimbing dia, supaya bisa jadi istri yang baik."
"Insyaallah, pak, bu," jawab A Jiho.
"Ya sudah, bapak mau ke ladang dulu. Nanti kamu nyusul ya kesana. Bujuk istrimu dulu," ujar Bapak setelah selesai makan.
"Baik, pak."
***
'Ah, aku masih ingin disini. Aku masih ingin menghirup segar udara di desa ini. Aku masih ingin pergi ke ladang walau hanya untuk mengirimkan makan siang untuk bapak. Aku juga masih ingin belajar dari ibu dalam hal memasak, meracik semua makanan walau dengan bahan seadanya tapi tetap terasa lezat. Aku juga masih ingin menyiram dan menikmati bunga-bunga yang aku tanam, terutama bunga mawar yang paling kusukai. Aku masih ingin jalan-jalan ke kota kecamatan walau dengan jalan kaki tapi tetap saja tidak terasa lelah. Apakah semua ini harus kutinggalkan? Ah tapi inikan hanya sementara waktu. Tapi kalau dipikir-pikir kemarin sebelum nikah sudah jauh-jauhan aja rasanya gak enak banget, aku uring-uringan terus. Apalagi kalo sekarang? Untung saja dulu ada Mas Ferdi yang nemenin aku. Tuuh kan jadi keinget dia lagi.' Tiara masih membatin.
'Memang benar juga ya kata bapak sama ibu. Aku harus ikut A Jiho ke kota. Biar gak kepikiran sama Mas Ferdi terus.' Ada pergolakan dihatinya antara ikut atau tetap disini.
Jiho datang menghampiri Tiara, "sayang..." sapanya dengan nada lembut.
Tanpa pikir panjang Tiara menghambur ke arahnya dan memeluknya erat. "Maafin aku, A..." ucap Tiara kemudian.
"Kenapa?"
"Aku udah egois, maaf. Aku setuju!"
"Setuju apa?"
"Ikut denganmu..."
"Beneeerr?"
"Iya!"
"Gak terpaksa, kan?"
"Hhmmm... sedikit,"
"Ih kok gitu?"
"Hehehe, kan katanya harus nurut sama suami. Jadi aku mau nurut sama Aa."
Dia tersenyum sambil mengelus-elus rambut Tiara yang tergerai sebahu.
"Alhamdulillah... Ya sudah kalau begitu besok siap-siap ya, lusa kita berangkat."
Tiara mengangguk.
"Aa mau bantu bapak dulu di ladang, kamu jangan lupa bantu ibu," ucap Jiho.
Tiara mengangguk lagi.
Tiba-tiba sebuah ciuman mesra mendarat di bibir Tiara untuk yang pertama kalinya. First kiss, Tiara jadi malu sendiri mengingatnya.
"Aa berangkat ya," ucapnya kemudian. Dia melepaskan pelukan mesranya. Sebenarnya dia masih ingin berlama-lama dengan istrinya itu, tapi Jiho sadar diri. Dia harus membantu bapak mertuanya, beliau sedang menunggunya sekarang.
"Tunggu, A,"
"Yaa...?"
"Kalau hari ini aku sama ibu pergi ke kecamatan apa boleh?"
"Ya tentu saja, yang penting hati-hati ya... Ya sudah, Aa ke ladang dulu ya... sudah ditungguin sama bapak."
Tiara mengangguk lagi. Dia berlalu setelah mengecup keningnya.
***
Setelah selesai membantu ibu, Tiara mengajak ibu ke kota kecamatan.
'Biasanya aku mengajak mas Ferdi kan? Tapi sekarang ini gak mungkin juga kalau aku mengajaknya.' ucap Tiara dalam hatinya.
"Bu, kita ke kota kecamatan yuk?"
"Mau beli apa, nak?" Ibu balik bertanya.
"Beli sesuatu yang mau dibawa kesana,"
"Oh, jadi kamu sudah setuju ikut dengan suamimu?"
"Iya Bu, kan kata ibu seorang istri harus nurut sama suami,"
"Iya benar nak. Emang mau beli apa saja?"
"Kebutuhan wanita saja Bu, gak banyak..."
"Lho di kota pasti lebih banyak toko yang jual kan?"
"Ya kali bu, tapi masa datang-datang langsung belanja."
Ibu tertawa kecil menanggapinya. Mereka berjalan bersama menuju kota kecamatan.
***
Di kota kecamatan Tiara membeli beberapa barang yang dia butuhkan. Mereka hanya berjalan kaki, iya kan ga ada ojek. Tiara tersenyum, ibupun terlihat bahagia. Sudah lama Tiara tidak mengajak ibu kesini. Kasihan juga ya Ibu, tiap hari hanya melakukan rutinitas yang sama, masak dan pekerjaan rumah tangga yang lainnya.
"Apa Ibu capek?" tanya Tiara yang melihat ibu sedikit kelelahan.
"Ya, sedikit."
"Kita istirahat dulu, Bu?"
"Gak usah nak, kita langsung pulang saja."
"Kita duduk dulu disini sebentar, Bu..."
"Hmmm baiklah."
Mereka duduk sebentar di emperan toko, sambil sesekali menenggak air minum di botol plastik yang tadi sempat dibeli.
"Kita lanjut jalan lagi, nak. Sudah siang, kita belum masak buat bapak sama suamimu," ucap Ibu kemudian. Tiarapun mengangguk lagi.
Mereka menyeberang jalan raya, dia masih menggandeng tangan Ibunya. Jalanan tadinya sepi tapi tiba-tiba saja sebuah mobil dengan suara klakson yang kencang mengagetkan mereka. Mereka terkejut dan tidak bisa menghindar.
"Tiiin...Tiiin....Tiiinnn....Ttiiiiiiiiiiiiiiiiinnnnnnn.....!"
Sebuah mobil melaju dengan cepat.
"Buuuu....! Awaaaaaassss....!" teriak Tiara sambil mendorong Ibu. Ibu jatuh tersungkur di seberang jalan.
"Dug...!" seketika tubuh Tiara tersenggol mobil itu, dia kehilangan keseimbangan. Kepalanya membentur sesuatu, pusing, dan semuanya gelap. Dia pingsan. Sang Ibu berteriak histeris melihat anaknya terkapar. Ada darah keluar di kepala dan pergelangan kakinya. Ibu menghambur ke tubuh anaknya, mencoba menggoyang-goyangkan tubuh anaknya itu. Tapi dia tetap bergeming. Ibu menangis histeris. Dia meminta pertolongan, sayangnya tak ada siapapun yang lewat entah orang maupun kendaraan. Sepi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Falife
like for you Thor
aku cicil sampai sini dulu ya jangan lupa mampir tempatku ya
Kabut Dendam
Tante Ku Junior Ku
jangan lupa follow back ya
2020-10-05
0
Erlina Khopiani
semangat
2020-10-04
0
@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ
tiara 😭
2020-08-23
2