Pergi

"Sayang, apa kamu masih mau nerima Aa? Sekarang Aa sudah gak punya apa-apa lagi..." ucap Jiho pada tunangannya itu.

"Iya A, aku mau. Aa kan masih punya cinta buat aku..."

"Makasih sayang... Tapi..."

"Kenapa, A?"

"Sepertinya Aa harus merantau ke kota. Sisa hutang ayah masih cukup banyak, Aa harus melunasi hutang-hutang itu dulu. Baru nanti kita pikirkan tentang pernikahan kita."

"Aku mau kok kalau harus nikah sama Aa. Besok pun aku bersedia..."

"Aa paham sayang... Aa juga maunya seperti itu. Tapi Aa gak ingin membebani kamu dengan hutang-hutang ayah. Sedikit banyak itu akan mempengaruhi rumah tangga kita. Biarkan Aa cari kerja dulu buat lunasi hutang ayah, dan nabung buat pernikahan kita...."

"....."

"Kamu bersedia nunggu Aa?"

"Iya, A..."

"Tapi mungkin, waktunya bakalan lama setahun atau dua tahun lagi. Apa kamu masih mau nunggu?"

"Iya, A..."

"Alhamdulillah... Makasih sayang..." ungkap Jiho lagi. Dia meraih tangan gadisnya itu lalu diciuminya punggung tangannya dengan lembut.

"Emang kapan Aa berangkat?"

"Hmmm... Mungkin lusa Aa berangkat... Aa masih kangen sama kamu," ucap Jiho lagi seraya menggodanya.

Tiara kembali tersenyum. "Tapi... Aa harus janji..."

"Apa sayang...?"

"Jangan pindah ke lain hati..."

"Gak akan sayang, Aa kan sudah punya kamu disini..."

"Terus...."

"Ya...?"

"Aa janji ya, harus kembali lagi kesini..."

"Iya, pasti sayang... Aa pasti akan kembali dan segera menikahimu..."

"Janji??"

"Iya..."

"Beneeerr?

"Iyaa...."

"Yakiiin??"

"Yakin dong... Tolong do'akan Aa biar cepat dapat kerjaan yang layak disana ya..."

"Iya, A..."

"I love you..."

"Aku juga..."

"Aku juga apa?"

"I love you too."

Mereka tersenyum. Setidaknya hal itu membuat hati Jiho sedikit terobati.

***

Pagi-pagi sekali Jiho sudah pergi ke ladang. Dia tahu ladang itu sekarang bukan miliknya lagi. Tapi dia ingin melihatnya dulu sebelum dia pergi ke kota. Sekilas bayangan masa lalu hadir dalam benaknya.

Dia menghela nafas panjang, semua tinggal kenangan. Dia ingin suatu saat bisa membeli ladang itu lagi.

Matahari sudah menampakkan dirinya, sinarnya memancar begitu cerah. Ia tak ingin berlama-lama lagi disana, udara pagi khas pegunungan yang segar nan dingin, cukup menyejukkan hatinya. Ia berlalu kembali untuk mengemas baju-bajunya yang akan dibawa ke kota. Besok dia harus pergi, meninggalkan semua yang ada disini. Untuk sementara waktu, dia akan kembali lagi menjemput calon wanitanya itu. Mudahkanlah langkahku, ya Allah... ucap Jiho dalam hatinya.

"Hei bro, habis dari mana?" sapa seseorang sambil menepuk pundaknya. Jiho menoleh dan mendapati sahabatnya sewaktu kuliah berada di hadapannya.

Jiho tersenyum melihatnya. Mereka saling berpelukan.

"Fer, kapan kamu datang?"

"Barusan... Sebenarnya sore, tapi nginep dulu di kecamatan,"

"Sehat?"

"Seperti yang kau lihat... Kamu gimana?"

"Hmmm... Ya beginilah..."

"Eh iya, aku turut berdukacita ya atas meninggalnya orang tuamu... Semoga Husnul khatimah..."

"Aamiin... Kamu sama siapa pagi-pagi udah keliling?"

"Iya bro, tadi sama Pak Darmawan. Tapi mendadak dia ada urusan, makanya aku jalan sendiri."

"Jadi megang daerah sini?"

"Hmmmm... Hahaha gak nyangka juga malah ditempatkan disini. Yuk ah mampir dulu ke mess."

Jiho mengangguk. Keduanya berjalan beriringan. Sangat akrab memang, meskipun sudah lama tak berjumpa semenjak lulus kuliah.

***

Sesampainya di rumah dinas Ferdi

"Hah... lelah juga keliling-keliling gini..." ujarnya sambil menjatuhkan pantatnya di sofa.

"Tiap hari bakalan seperti itu lho..." jawab Jiho menimpali.

"Hmmm... Seger juga udara disini eh lebih tepatnya dingin bbbbrrrr...."

‌"Hahaha... Ngaco, daerah pegunungan ya seperti inilah..."

"Iya, gak seperti kampung halamanku. Panassss, gerah aja disana. Gak pagi, gak malam, eh apalagi siang woow hooot deh pokoknya, hahaha..."

Jiho nyengir menanggapi ocehan sahabatnya itu. "Besok aku berangkat..."

"Haah? Kemana?" Ferdi terlonjak kaget.

"Merantau ke kota,"

"Yee gimana sih, aku baru datang kamu malah mau pergi!"

"Ya, apa boleh buat..."

"Katanya kamu udah tunangan?"

"Hmmm... Iya..."

"Gak jadi nikah?"

"Bukan gak jadi tapi ditunda dulu..."

"Ooh... Sama orang sini juga?"

"Iya..."

"Denger-denger ayahmu..."

"Ya... Semua rumor yang kamu tahu tentang ayahku, anggap saja itu benar."

"Maaf,"

"Gak apa-apa. Aku mau merantau ke kota juga karena ingin melunasi semua hutang ayah."

"Semoga berhasil, sob!"

"Ya, terima kasih... Besok antar aku ya ke kota kecamatan. Aku naik bus dari sana."

"Siaaapp! Bereees pokoknya."

"Besok aku kenalkan juga sama tunanganku."

"Yaa...? Hmmm... Aku juga pengin tau gadis seperti apa yang bisa meluluhkan hatimu. Biasanya kan kamu selalu dingin sama wanita."

Jiho hanya tersenyum kecil menanggapi pernyataan sahabatnya itu.

"Iyakan? Banyak yang ndeketin kamu, tapi gak kamu gubris. Hahaha..." lanjut Ferdi lagi sambil mengenang masa-masa kuliah.

"Mereka bukan tipeku."

"Haha... Kenapa?"

"Mereka terlalu ganjen. Aku suka gadis yang sederhana..."

"Uwoooww... Aku jadi makin penasaran sama tunanganmu itu!"

"Penasaran boleh, tapi gak boleh jatuh hati sama dia ya! Dia udah milikku..."

"Hahaha... Ya enggaklah bro..."

"Kamu belum lihat aja sih."

"Apakah dia begitu spesial buat kamu?"

"Ya. Dia sangat spesial, dia sangat istimewa."

"Hohoho... Rupanya kau benar-benar jatuh cinta padanya ya!"

"Hmmm... Sebenarnya aku juga pengin banget nikahin dia secepatnya, tapi keadaanku lagi begini."

"Sabar bro..."

"Iya, ini semua sudah takdir."

"Nah, itu tahu!"

"Hhhhhhh... Ya udah aku balik dulu yah, takut dia nyariin..."

"Hahaha... Oke!"

Jiho berlalu pulang. Sedangkan Ferdi merebahkan diri diatas kasur. Lelah rasanya melakukan perjalanan jauh. Entah kenapa dia jadi penasaran sama sosok tunangan sahabatnya itu. Sepanjang yang dia tahu, Jiho gak pernah memiliki hubungan istimewa terhadap siapapun. Para cewek yang mendekatinya pasti akan berbalik lagi karena kecewa. Dia kan pria yang sangat dingin dan kaku. Bisa-bisanya dia udah bertunangan duluan! Perempuan itu pastilah sangat istimewa.

***

Pagi harinya, Jiho menghampiri rumah Ferdi.

"Assalamualaikum, Fer..."

"Waalaikum salam..."

Ferdi keluar dari rumah, dan mendapati sahabatnya berdiri di depan.

"Ayo masuk dulu," ujar Ferdi mempersilahkan.

"Enggak, langsungan aja. Udah siap kan?"

"Udah sih, bentar aku kunci pintu dulu," jawab Ferdi sambil mengunci pintu rumah dinasnya dari luar.

Mereka berjalan bersama menuju rumah Tiara.

***

Sesampainya di rumah Tiara

"Nah ini udah sampai," ujar Jiho kepada sahabatnya itu. Ferdi melihat sekeliling, rumah yang sederhana dan ditanami bebungaan yang warna-warni sungguh menyejukkan mata yang memandangnya. "Ayo sini..." ajak Jiho lagi sambil menarik tangan sahabatnya.

"Assalamualaikum..."

"Waalaikum salam..." jawab seseorang dari dalam. Pak Toha keluar disusul dengan Bu Ningsih dan Tiara.

"Ayo... Ayo... Masuk dulu, nak..." ucap Pak Toha dengan ramah.

"Pak, disini saja. Saya sudah mau berangkat," jawab Jiho kemudian. "Oh iya Pak, Bu, Tiara, kenalkan ini Ferdi. Dia sahabat saya waktu kuliah," lanjut Jiho lagi. Mereka saling melempar senyum

"Ferdi..." ucap Ferdi sambil menyalami mereka satu persatu.

"Fer, mereka ini keluarga tunanganku. Ini Pak Toha, Bu Ningsih, dan Tiara... Dia tunanganku," jelas Jiho lagi.

Mereka mengangguk dan masih tersenyum ramah.

'Cantiiknya... Pantas saja Jiho jatuh cinta' ucap Ferdi dalam hati. Entah mengapa sekilas saja menatap gadis itu bisa membuat dadanya berdebar tak menentu. 'Memang beda, tidak seperti cewek-cewek yang lain yang pernah aku kenal. Penampilannya sih biasa saja, justru menjadi daya tarik tersendiri,' ungkap Ferdi masih didalam hatinya.

"Aku ambil tas dulu ya..." tukas Jiho menyadarkan lamunannya.

"Ah iya..."

Jiho berlalu masuk mengambil tas ransel yang akan dibawanya. Tak lama diapun kembali, sambil menggendong tas ransel dipunggungnya.

"Pak, Bu, saya pamit dulu..." ujar Jiho berpamitan kepada calon mertuanya itu.

"Pak, apa boleh Tiara antar Aa?" tanya Tiara meminta izin kepada bapaknya.

"Hmmm... Iya boleh. Pulangnya nanti bareng nak Ferdi ya..."

"Makasih, Pak..."

Bapak dan Ibunya Tiara hanya manggut-manggut. Sebenarnya mereka merasa terharu dengan perpisahan ini.

"Nak Ferdi, tolong nanti Tiara diantar sampai rumah ya."

"Baik, Pak."

"Kami berangkat dulu, Pak..." sahut Jiho sambil menggandeng Tiara.

"Hati-hati dijalan ya, Nak..."

"Iya, Pak..."

Mereka bertiga berlalu menuju ke kota kecamatan, melewati jalan setapak.

-bersambung--

Terpopuler

Comments

IntanhayadiPutri

IntanhayadiPutri

Aku mampir nih kak, udah 5 like dan 5 rate juga.. jangan lupa mampir ya ke ceritaku

TERJEBAK PERNIKAHAN SMA

makasih 🙏🙏

2020-12-03

0

Radin Zakiyah Musbich

Radin Zakiyah Musbich

awesome ❤️❤️❤️

ijin promo thor 🙏

jgn lupa baca novelku dg judul "AMBIVALENSI LOVE" 🍭🍭🍭

kisah cinta beda agama,

jgn lupa tinggalkan jejak dg like and comment ya 🙏😁

2020-10-30

0

Belina Azhari

Belina Azhari

5 like sudah mendarat thor, mampir juga ya ke karya ku

2020-10-07

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!