Tiara berbaring di sofa. Sedangkan Ferdi masih duduk didekatnya. Sepertinya pemuda itu kelelahan karena menggendongnya cukup lama. Ibu berlalu ke belakang, mengambilkan air untuk mereka.
"Makasih mas," ucap Tiara dengan nads lirih. Dia tersenyum lalu meraih tangannya.
"Apapun akan mas lakukan untukmu, dek." ucapnya yang membuat Tiara tak enak hati.
Tiara melepaskan genggaman tangannya.
"Maaf dek, aku hampir gila karena sangat menyukaimu," lanjutnya lagi seakan frustasi.
Tiara menggeleng perlahan. "Ini salah mas, aku sudah jadi istri orang. Tolong hargai itu," ucapnya kembali masih dengan nada lemah.
Ferdi memandangnya lama. Entah apa saja yang dipikirkannya.
Ibu kembali dan menyodorkan gelas yang berisi air itu untuk Mas Ferdi dan juga aku.
"Makasih ya nak, untung ada kamu..." ucap ibu dengan mata berkaca-kaca.
Dia hanya mengangguk dan tersenyum, "Iya, Bu. Sudah seharusnya kita menolong sesama kan?" jawabnya kemudian.
"Assalamualaikum..." terdengar ucapan salam dari luar.
"Waalaikum salam," jawab mereka serentak.
"Kamu gak apa-apa, nak?" tanya bapak penuh kekhawatiran. Wajah Jihopun terlihat cemas. Dia menghampiri istrinya dan memegang tangannya dengan lembut.
"Sebenarnya apa yang terjadi? kenapa bisa seperti ini?" tanya bapak lagi.
Ibu menceritakan semuanya dengan detail. Bapak dan Jiho hanya manggut-manggut mengerti.
"Oh iya Pak, Bu, saya permisi dulu. Biar dek Tiara istirahat, jangan lupa diminum obatnya sesuai petunjuk dokter," pamit Ferdi sambil mengingatkan Tiara.
"Terima kasih ya, nak..." jawab Bapak & Ibu serempak.
Ferdi berlalu, "Tunggu, Fer..." cegat Jiho. Ferdi sempat menoleh sebentar, kemudian Jiho menghampirinya. Mereka berdua berbincang diluar.
"Terima kasih sudah menolong istriku..." ucap Jiho.
"Ya, sudah semestinya," jawab Ferdi.
"Aku juga mau minta maaf untuk tempo hari."
Ferdi memandang sahabatnya itu. Ada ketulusan terpancar di wajahnya. "Iya, aku juga minta maaf untuk semuanya," pungkas Ferdi lalu menjabat tangan sahabatnya.
Jiho tersenyum, dia menyambut uluran tangan Ferdi dan segera memeluknya.
Ada perasaan lega diantara mereka, akhirnya mereka kembali berbaikan. Jiho kembali masuk setelah Ferdi berlalu pergi. Dia tersenyum.
"Oh iya, Ibu ke dapur dulu ya... Ibu lagi masak. Kalian lapar kan?"
"Biar saya bantu, Bu. Saya bawa Tiara dulu ke kamar," sahut Jiho kemudian.
Tiara tersenyum. Suaminya pengertian sekali.
Jiho membopong istrinya dengan hati- hati. Tiara hanya tersenyum saat Jiho mengangkatnya. Hatinya berdebar-debar.
"Kenapa senyum-senyum sendiri? Udah gak sakit?" tanya Jiho sambil merebahkan Tiara diatas kasur.
Pertanyaannya hanya dijawab dengan senyuman yang lebih lebar.
"Kenapa sih? Bikin penasaran aja," tanya Jiho lagi.
"Gak apa-apa, A. Makasih ya."
"Iya... Ya sudah, aku ke belakang dulu ya... Kasihan Ibu."
"Tunggu, A."
Dia berbalik menoleh. "Hmm ada apa sayang?" tanyanya kemudian.
"Apa Aa gak cemburu?"
"Hah cemburu apa?"
Tiara melihat perubahan di wajahnya. "Mas Ferdi menggendongku sampai rumah, apa Aa gak cemburu?"
"Keadaannya tak memungkinkan untuk mencemburuinya sayangku, dia kan hanya menolongmu." Jawabannya membuat hati Tiara sedikit lega.
"Apa Aa sudah berbaikan dengannya?"
"Ya, seperti yang kau lihat tadi."
"Udah gak ada masalah kan sama kalian berdua?"
"Hmmm..."
Tiara tersenyum menanggapi pernyataannya. "Makasih, A."
"Ya sayang, kamu istirahat dulu ya... Aa ke belakang dulu," lanjutnya lagi dengan nada penuh perhatian.
Tiara mengangguk lagi.
***
Malam harinya...
"Ini diminum obatnya..." ujar Jiho sambil menyerahkan obat plus air putih hangat. Tiara mengambilnya dan segera menelan obat itu.
Sebelumnya Jiho juga yang menyuapinya makan. Dan sekarang ia mulai membersihkan luka Tiara dan mengobatinya.
'Duh, suamiku perhatian sekali ya...' ujar Tiara dalam hatinya
"Cepat sembuh y sayang..." ucap Jiho, dia mengecup kening istrinya dengan lembut.
Dia berbaring disamping Tiara. "Lusa Aa berangkat sendiri ya..."
"Lho kenapa A?"
"Kamu kan masih sakit... Aa sudah terlalu lama libur, terus gimana Aa bisa nafkahin kamu? Sekarang kan kamu sudah tanggung jawabku."
"Aku ikut saja,"
"Yakin?"
"Iya."
"Kamu gak mau istirahat disini dulu sampai sembuh, baru nanti Aa jemput?"
"Aku ikut Aa saja, kita sudah menikah. Susah senang harus kita lalui bersama..."
"Aaah manisnya..."
Dia mengecup keningnya lagi, kemudian pipiku, lalu bibirku. Tiara sudah mulai terbiasa dengan sikapnya itu. "Semoga kamu cepat sehat ya sayang. Biar kita bisa berangkat sama-sama."
"Asal ada Aa yang perhatian kayak gini terus, aku pasti cepat sehat,"
"Hahaha... ngegombal nih..."
"Iiiih, aku serius tau!"
Dia terkekeh lagi.
***
*Aku berjalan sendirian di hamparan rumput hijau. Tak ada siapapun. Semuanya sunyi. Aku melewati pepohonan yang rindang dan gelap, ada sebuah lorong disana, tapi tiba-tiba tubuhku ditarik oleh seseorang dengan tangan yang besar. Bukan seseorang, tapi lebih tepatnya seperti makhluk yang besar. Dia mencengkeramku kuat, aku menggeliat mencoba melepaskan diri. Tapi sungguh aku tak bisa. Jeratan itu semakin kuat, aku merasa sesak nafas. Tak butuh waktu lama, tubuhku terbelenggu oleh ikatan rantai. Aku takkan bisa bebas lagi. "Tolong... tolooooong...!" suaraku terdengar parau. Aku berharap akan ada orang yang menolongku.
"Dek... Tiara...!"
Aku mendengar teriakan itu, aku mengenali suara itu. Itu pasti mas Ferdi kan? Tak lama muncul dua orang yang sangat kukenal. Dia suamiku dan satunya mas Ferdi.
"Tolong...!" aku mencoba berteriak kembali.
Mas Ferdi berlari ke arahku, diikuti oleh suamiku. Mereka berjalan melewati bebatuan bebatuan yang besar. Berulangkali mereka terjatuh.
Mas Ferdi lebih dulu sampai di tempatku terpenjara. Dia mencoba melepaskan ikatan rantai itu.
Tiba-tiba "Duugg!" Aku melihatnya. Dia suamiku, dia dipukul oleh makhluk besar itu. Dengan sekali hantaman, dia terhuyung dan terjatuh. Lantas tubuhnya dicengkeram oleh tangan besar itu. Sekejap saja tubuh suamiku sudah terbelenggu dengan ikatan rantai. Di tubuhnya penuh dengan luka, dia tak sadarkan diri.
"Tidaaaak.... A! Aaaaaaa..!" aku masih berteriak seperti orang kesetanan. Mas Ferdi mendekapku. "Dek, tenanglah. Ayo, kita harus segera keluar dari sini!" tukasnya kemudian. Aku tak sadar ikatan rantai itu sudah terlepas dari tubuhku. Entah bagaimana cara dia melakukannya.
"Enggak, mas! aku harus menolong A Jiho! Aaaa!" pungkasku yang masih melihat tubuh suamiku terbelenggu tak berdaya.
Mas Ferdi menarikku dan membawaku pergi dari tempat mengerikan itu. "Maaf dek, kita gak ada waktu untuk menolong suamimu itu! Lihatlah makhluk besar itu. Ayo kita cepat keluar dari sini sebelum terlambat." Jawabannya membuat dadaku semakin sesak.
"Tidaaaak.... Aa.... Aaaaaaa!" aku masih berteriak padanya, berharap suamiku itu tersadar. "A... Aaaa*...."
"Sayang, sayang... kamu kenapa?"
Dia menepuk pipi Tiara. Gadis itu membuka mata, dan seketika terduduk karena terkejut. Dia melihat Jiho ada disampingnya. Nafasnya ngos-ngosan dan keringat dingin keluar di sekujur tubuh. Jiho mengelap peluh yang keluar di kening dan leher Tiara.
"Kamu mimpi apa?" tanyanya sedikit khawatir.
Tiara memandangnya lama, teringat jelas dimimpi itu. Suaminya terluka. Tiara menangis lagi, dadanya masih berguncang hebat. Jiho merengkuhnya, menyandarkan kepala Tiara ke dadanya.
"Aku mimpi buruk, A. Aku takut sekali," ungkap Tiara sambil menangis tersedu.
"Itu hanya mimpi sayang, kau jangan takut."
"Tapi disana Aa terluka, aku takut sekali..." lanjutnya lagi.
"Sayang, itu cuma mimpi, cuma bunga tidur. buktinya Aa baik-baik saja. Kamu tenanglah," jawabnya menenangkan istrinya.
"Kamu tunggu disini, Aa ambilkan air dulu," tukasnya kemudian. Jiho pergi mengambilkan air minum untuknya.
"Ah semoga saja itu cuma bunga tidur, tidak ada maksud yang lainnya." ucap Tiara lirih. Dia mencoba menenangkan diri dan berpikir positif untuk tidak terpengaruh oleh mimpi itu.
-bersambung-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Yaumi Amalia
mampir di karyaku yuk"friend but married 🤗🙏 semangat terus 💪 mari saling dukung 💪😊
2020-09-18
1
Rena Karisma
like yg tertinggal kak
2020-08-27
1
@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ
lanjut lagi
2020-08-23
1