1 tahun kemudian
Minggu ini, Tiara ada janji pergi ke kota kecamatan bersama Ferdi. Karena mereka tinggal di pelosok desa, sehingga ketika mau berbelanja sesuatu yang lengkap pasti harus ke kota kecamatan dulu. Mereka melewati jalan setapak yang penuh pepohonan dan semak-semak, terkadang melewati areal persawahan warga yang hijau karena selalu produktif ditanami aneka macam sayur mayur.
Tiara selalu mengajak Ferdi untuk menemaninya kesana, bukan apa-apa tapi dia merasa takut kalau berjalan sendirian. Jalan yang mereka lewati hanya jalan kecil penuh bebatuan, naik turun bukit.
Ferdi, dia jadi orang yang ternyaman buatnya saat ini. 'Ah, apakah aku salah menaruh sebagian hatiku padanya?' lirih Tiara dalam batinnya.
"Assalamualaikum..."
Suara Ferdi terdengar dari dalam. Gadis itu langsung beranjak menemuinya.
"Waalaikum salam," sahutnya sambil tersenyum sumringah ketika melihatnya.
"Udah siap, dek?" tanyanya kembali.
"Iya, Mas..."
"Bu, aku berangkat dulu ya..." pamit gadis itu dengan nada setengah berteriak. Ibunya yang sedari tadi di belakang berjalan tergopoh-gopoh menghampiri Tiara.
"Bu, aku pamit ajak dek Tiara pergi ya..." ucap Ferdi sambil menyalami Ibu.
"Iya, nak. Hati-hati ya, jangan lama-lama, cepat pulangnya y nak, kalau sudah dapat barangnya," jawab Ibu menasehati mereka berdua.
"Baik, Bu," jawab Ferdi.
Mereka melangkah keluar melewati jalan desa, kemudian menyusuri jalan setapak berbatu. Desa yang masih asri, udaranya sangat segar alias belum terkontaminasi asap kendaraan.
"Dek, kamu mau nyari apa sih?" tanya Ferdi memecah keheningan.
"Ah, mas ini kepoo yaa..." ledek Tiara. Diapun tertawa yang membuat gadis itu ikut tertawa.
'Sungguh kamu kelihatan tampan sekali mas. Kemeja kotak-kotak warna biru itu sungguh pas dipakai olehmu.' Batin Tiara mulai meracau lagi.
"Hei, kenapa menatapku seperti itu," tegurnya yang membuatku gelagapan.
"Ah, eh, enggak kok mas... Mas kelihatan ganteng pake baju itu," jawabnya tersipu malu. Pipinya bersemu merah.
"Kamu suka?" tanya Ferdi memancing jawaban gadis itu.
Dia mengangguk. "Kamu beneran suka?" Dia mengangguk lagi. "Kamu bener suka aku, dek?" tanya Ferdi lagi.
"Hah?"
"Ahahaha..." Dia tertawa renyah.
'Puas sekali ya kamu mengerjaiku' batinku mengoceh sendiri.
Tiara memukul-mukul lengan Ferdi, dia masih menertawainya penuh kepuasan.
"Gimana, dek?" tanyanya kembali yang membuat Tiara sedikit bingung, dia meraih tangan gadis itu lalu menggandengnya. Hatinya jadi berdebar-debar tak menentu.
"Gimana apanya?" tanya Tiara pura-pura. Ah tapi memang dia tidak tahu arah pembicaraannya kemana.
"Perasaan kita," ucapnya sambil menghentikan langkah. Tiara menoleh kearahnya sejenak.
"Hah...?"
"Hhmmm... kamu kan tau dek, perasaanku gimana ke kamu. Aku sayang sama kamu. Aku cinta sama kamu. Sudah berulangkali kan aku bilang, aku gak bisa melepasmu. Bersamamu membuatku nyaman. Aku tau dek, perasaan ini salah. Tidak seharusnya perasaan ini tumbuh padamu. Kamu itu udah tunangan orang, tunangan sahabatku sendiri."
"Mas..."
"Apa kamu punya perasaan yang sama seperti ku, dek?"
"...."
"Jawab saja, dek. Selama kita bersama, apa kamu tidak menyisakan sedikiiit saja perasaanmu padaku?"
"Ya...?"
Dia menatap gadis itu penuh harapan. Wajahnya begitu teduh sehingga membuat Tiara tak bisa menolak.
"Sebenarnya, aku... Aku juga nyaman bersamamu, Mas. Tapi..."
"Sssstttt...Jangan diteruskan lagi, yang penting aku tahu perasaanmu," ucapnya kembali sambil tersenyum. Tiara terhenyak ketika lelaki itu mengecup punggung tangannya dengan lembut.
"Bentar, bentar dek... ada apa di rambutmu?" tanya Ferdi lagi yang membuat Tiara melongo.
"Hah? Ada apa emangnya mas?" Tiara balik bertanya sembari melurut beberapa rambutnya.
Ferdi tersenyum nakal. Dia kemudian memeluknya dan mengecup kening gadis itu dengan lembut. Tiara masih bengong atas perlakuan Ferdi tadi.
'Bisa-bisanya dia menggodaku! Dasar curang!'
"Ayo, kita jalan lagi," ajak Ferdi dengan sumringah. Tiara hanya mengangguk sembari bergelayut manja di lengannya.
Entah mengapa, selama delapan bulan terakhir ini, Tiara merasa nyaman berjalan bersamanya. Tanpa segan dia menggandeng dan bergelayut manja padanya. Padahal dia tahu, ini salah. Perasaan macam apa itu?
***
Di tengah perjalanan, langkah mereka terhenti. Segera dilepaskan gandengan tangan mereka. Mereka bertemu dengannya. Sungguh dia tak menyangka bisa berpapasan dengannya disini. Baik Tiara maupun Ferdi tidak tahu kalau dia akan pulang dari kota rantau. Dia Jiho, tunangan Tiara yang notabene sahabat Ferdi sendiri. Tiara memanggilnya dengan sebutan Aa.
Jiho menatap mereka lama, sangaaaaat lama. Tiara merasa ada kekecewaan pada sorot matanya. Tidak ada sepatah katapun terucap. Hening. Mereka tenggelam dalam pikiran masing-masing. Hanya semilir angin yang terkadang menyibak rambut dan pakaian mereka.
"Kalian? Apa yang kalian lakukan?" tanyanya memecah keheningan dan tentu saja penuh penekanan.
"A, maaf. Ini tidak seperti yang Aa pikir..."
"Jadi selama aku gak ada, kalian bermain-main di belakangku?" ucapnya lagi dengan nada penuh kekecewaan.
Tiara menggeleng perlahan.
"Jadi seperti ini, kalian mengkhianatiku?" tanyanya lagi dengan mata berkaca-kaca.
"Tidak, A. Sungguh! Aa salah paham. Mas Ferdi hanya mengantarku..."
"Salah paham gimana? Jelas-jelas aku lihat sendiri, kalian saling bergandengan tangan mesra seperti orang pacaran!"
Tiara masih menggeleng perlahan, tak terasa butiran bening ini menetes dari sudut matanya. Jujur, Tiara masih belum bisa kehilangan Jiho. Dia yang lebih dulu hadir dalam hidupnya.
"Jadi...Ferdi, kamu suka sama tunanganku?" tanya Jiho penuh emosi. "Menyesal aku mengenalkannya padamu! Padahal aku berharap selama aku tidak ada, kamu bisa menjaganya. Menjaganya! Bukan merebutnya dariku!!" tukas Jiho lagi. Dia kecewa, itu pasti.
Ferdi masih terdiam. Berdiri kaku di tempatnya. Dia tahu diapun bingung akan menjawab seperti apa. Karena memang ada yang salah diantara dirinya dengan Tiara. Yang Jiho lihat dan yang Jiho tuduhkanpun semuanya benar. Semenjak Jiho pergi merantau, Tiara kesepian. Apalagi dia tak pernah menghubunginya. Walau hanya sekedar SMS atau telpon. Berkat Ferdi, Tiara ceria kembali. Dia mempunyai teman. Teman curhat, teman yang baik, teman yang nyaman. Dan tak terasa perasaan itupun tumbuh dengan sendirinya.
'Bukan salahku kan? Aku bertemu tiap hari dengan Mas Ferdi. Dia yang menenangkanku, menghiburku tiap aku bersedih karena terlalu rindu pada A Jiho. Bukan salahku kan? Kalau lama kelamaan perasaan ini bergeser padanya?' batinnya bergejolak seakan membela diri.
"Aku kecewa sama kalian!"
Tiara terhenyak mendengar ucapan Jiho. Sakiiit, Dadanya terasa sakiiit sekali. Lelaki yang sedang kecewa itu beranjak pergi meninggalkan mereka.
"A, tunggu! Tunggu, A. Ini gak seperti yang Aa pikir. Tolong beri kami waktu untuk menjelaskan," ucap Tiara. Ia tetap pergi dengan langkah tergesa. Tiara menyusulnya.
"A, tunggu! Tolong jangan pergi," ucapnya sambil terus terisak.
"Jangan pergi, A. Jangan tinggalin aku," gadis itu masih menangis. Menangisi kesalahannya. Betapa bodohnya dia terbawa suasana cinta sesaat.
Rupanya cinta pada tunangannya itu masih tersisa. Entah mengapa hatinya terasa sakit ketika Jiho berlalu meninggalkannya. Dia tidak ingin itu terjadi. Tiara tidak ingin kehilangannya, dia tidak ingin membuat Bapak dan Ibunya sedih karena mereka tidak berjodoh.
Jiho, dia adalah jodoh yang dipilihkan Bapak untuknya. Saat bertemu dengannya untuk yang pertama kali, Tiarapun terpesona dengannya. Dia sangat baik dan penuh perhatian. Setelah 1 tahun perkenalan kamipun bertunangan. Dan rencananya dalam waktu dekat kami akan menikah. Tapi tak di sangka-sangka suatu ketika keluarga Jiho tertimpa musibah, Ayah dan Ibunya meninggal dunia akibat kecelakaan. Aku tahu apa yang dirasakan Jiho pasti, berat sekali.
-bersambung-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Rara
woy tiara kok ganjen sih sma sahabat tunangan sendiri katanya gadis lugu nyebelin akh ,,, kasian jiho
2020-11-02
0
Baranzha_Putri
semangat kak aku udh bom like jangan lupa mampir dikaryaku 😉
2020-10-02
1
🍃🥀Fatymah🥀🍃
like like yg belum dilike 😂😂😂
2020-09-16
1