Perlahan

...~Happy Reading~...

Hari hari Kirana terasa semakin berat dikala jauh dengan keluarga nya. Namun, wanita itu terus berusaha bertahan dan mencoba untuk menguatkan hatinya. Ia berusaha melawan semua rasa takut nya dan menahan diri untuk tetap menjaga sikap. Sejak kedatangan nya ke Pondok, ia sangat jarang untuk keluar dan berinteraksi dengan santri atau penghuni pondok lain nya. Beruntung, akhir akhir ini abah Abdul sering mengisi acara di luar pondok, sehingga jarang berada di rumah. Terkadang juga ketika di rumah, laki laki paruh baya itu lebih sering menghabiskan waktu di masjid atau gazebo pondok yang berada di dekat sawah untuk membahas sesuatu dengan abi Mike mengenai urusan pondok.

Sedangkan Hilal dan ummi Nila, keduanya masih berusaha membantu Kirana untuk lepas dari rasa trauma nya. Meskipun sulit, namun secara perlahan dengan kelembutan dan kesabaran Hilal, kini Kirana sudah mulai bisa menerima laki laki itu di dalam hidup nya. Walau pun hingga kini ia masih belum tersentuh oleh suami nya sendiri, akan tetapi Hilal tidak begitu banyak menuntut akan hal itu. Hilal masih bersabar dan tidak akan memaksa Kirana untuk memberikan hak nya. Karena bagi Hilal, untuk saat ini yang terpenting, adalah kesehatan Kirana. Bisa membantu Kirana keluar dari jerat trauma nya, itu sudah lebih dari cukup untuk Hilal. Dan jika Kirana bisa menjadi miliknya, itu akan menjadi hadiah terindah dari Tuhan untuk nya. Karena biar bagaimana pun, tujuan Hilal menikah dengan Kirana adalah karena Allah, maka ia akan menyerahkan semuanya kepada Sang Maha Pencipta. Dan Hilal percaya, bahwa kelak Kirana pasti akan bisa menerima nya dan bisa memulai kehidupan normal seperti sebelumnya.

“Ummi ... “

Wanita paruh baya dengan gamis panjang berwarna coklat tua dengan kerudung putih itu segera menoleh. Meletakkan pisau yang sejak tadi ia pegang dan segera membasuh tangan nya sebelum akhirnya berjalan menghampiri Kirana yang berdiri tepat di seberang meja dapur nya.

“Ada apa Nak? Kamu butuh sesuatu?” tanya ummi Nila dengan begitu lembut.

Untuk sesaat, Kirana terdiam. Ia terlihat sedikit bingung akan mengucapkan kata kata, rasanya sangat sulit untuk bisa bicara lancar seperti dulu. Bahkan, kini ia masih saja meremas kedua tangan nya untuk menghilangkan rasa gugup dan takut nya.

“Duduk dulu,” ummi Nila menggenggam tangan Kirana dan mengajak nya untuk duduk di kursi makan, “Katakan Nak.”

“K—Kirana mau bantu Ummi,” ucap Kirana pada akhirnya.

Memang tujuan nya turun ke bawah ingin membantu ibu mertua nya. Namun, untuk mengatakan seperti itu, ia membutuhkan kekuatan yang cukup super, sebelum akhirnya ia berhasil mengucapkan nya. Sangat singkat dan sepeleh bagi orang biasa, tapi tidak dengan Kirana. Karena selama beberapa hari dirinya di Pondok itu, ia sangat sulit untuk bertemu orang luar.

Sesekali, Hilal akan mengajak Kirana untuk duduk di teras atau sekedar menyiram tanaman. Hilal juga banyak bercerita pada nya tentang bagaimana kehidupan anak anak di pondok itu, atau sejarah berdiri nya pondok itu. Tak jarang juga, Hilal mengajarkan beberapa doa dan ayat untuk di hafalkan Kirana, yang mana hal itu yang membuat Kirana semakin merasa nyaman dekat dengan Hilal. Akan tetapi, kenyamanan yang di rasakan Kirana belum sepenuhnya terasa nyaman, karena terkadang ia masih merasa canggung dan kadang takut jika terlalu dekat. Akan tetapi, jika Hilal tidak ada, maka ia akan merasa kehilangan dan pasti ingin mencari nya.

Dan hari ini, setelah Hilal berangkat mengajar santri, Kirana baru memutuskan untuk memberanikan diri ingin membantu ibu mertua nya di dapur. Karena memang sejak awal kedatangan nya, yang ia tahu ummi Nila sangat hobi memasak jadilah Kirana ingin mencoba untuk dekat dengan ibu mertua nya. Ia mengingat kembali perkataan yang di ucapkan Hilal, bahwa yang bisa mengobati traumanya itu adalah dirinya sendiri. Hilal hanya akan menemani dan membantu Kirana untuk mencari jalan keluar bukan membantu Kirana untuk keluar. Maka dari itu, setelah beberapa hari berfikir keras, kini akhirnya Kirana sadar dan akan berusaha untuk lebih kuat dan melawan rasa itu sendiri.

“Masyaallah, apakah kamu yakin?” tanya ummi Nila dengan senang hati, ini adalah satu langkah perubahan Kirana selama berada di dalam Pondok.

Kirana menganggukkan kepala nya pelan, “K—Kirana ingin mencoba memasak untuk mas Hilal.”

Bukan tanpa sebab Kirana menginginkan hal itu. Beberapa hari yang lalu, ia mendengar perbincangan Hilal dengan seseorang di telfon, yang mana sepertinya laki laki itu di haruskan untuk segera kembali. Entah kembali kemana yang di maksud, Kirana tidak mengerti dan ia merasa sangat takut untuk bertanya. Sedikit banyak, ia sudah mulai berfikir dan menerima takdir pernikahan nya, justru ia sangat berterimakasih kepada Hilal karena sudah mau menerima wanita cacat seperti nya. Maka dari itu, Kirana berniat ingin memasak untuk laki laki itu sebagai tanda terimakasih nya.

Sementara itu, di tempat yang berbeda. Kini Hilal baru saja usai mengajar di salah satu kelas yang ada di pondok itu. Saat ia berjalan keluar, ternyata dirinya sudah di tunggu oleh seorang gadis yang tengah membawa beberapa buku di dekapan nya, hingga membuat langkah kaki Hilal terhenti.

“Assalamualaikum, Khalifa.”

“Walaikumsalam Gus,” jawab gadis kecil itu dengan kepala tertunduk, “Apakah Gus Hilal, ada waktu sebentar?”

“Insyaallah ada.” Jawab nya begitu ramah seperti biasa, membuat gadis bernama Khalifa itu menghela napas nya dengan sedikit berat sambil terus mencengkram erat buku buku nya, “Kapan kamu kembali?” tanya gus Hilal membuka suara.

Kini, keduanya sudah berada di sebuah taman yang tak jauh dari kelas nya tadi, keduanya duduk saling berseberangan di bawah pohon yang cukup rindang untuk menutupi panas nya matahari siang itu.

“T—tadi pagi Gus,” jawab nya pelan.

“Ada apa Khalifa?”

Gadis itu masih terdiam, dan menunduk. Mendapatkan pertanyaan seperti itu dari gus Hilal, ia hanya mampu menggelengkan kepala lemah. Membuat gus Hilal merasa sedikit bingung, namun ia juga tidak bisa menebak dengan apa yang akan di katakan oleh gadis tersebut.

“Gus ... “ panggil gadis itu pelan.

“Iya?” jawab Hilal masih berusaha menatap gadis di depan nya.

“K—kenapa?” tanya nya dengan suara terbata.

Dahi Hilal mengerut, ia sedikit bingung mendapatkan pertanyaan yang cukup ambigu dari gadis kecil di depan nya. Namun, saat ia melihat gadis itu mendongakkan kepala untuk menatap ke arah nya, seketika itu juga Hilal langsung memalingkan wajah nya ke samping.

‘Astagfirullah, kamu kenapa Khalifa?” Gadis itu semakin menggigit bibir bawah nya menahan tangis saat mendengar pertanyaan itu keluar dari mulut Hilal. Ia tidak menyangka bila laki laki itu begitu cepat berubah, bahkan hanya dalam waktu yang singkat, kini laki laki itu bersikap seolah tidak mengerti apapun.

...~To be continue ......

Terpopuler

Comments

Rina Yulianti

Rina Yulianti

iya nantinya khalifa bakalan jadi ibu sambungnya anak gus hilal karena kirana meninggal

2024-12-14

0

💥💚 Sany ❤💕

💥💚 Sany ❤💕

Apa Khalifah suka sama Gus Hilal?

2023-12-04

1

Yunia Afida

Yunia Afida

khalifah adik mayra menyukai gus hilal ya cinta bertepuk sebelah tangan

2023-09-19

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!