Sebuah mobil yang kami tumpangi berhenti tepat di depan sebuah rumah dengan pagar putih dari beton yang tingginya hampir menutupi rumah tersebut.
Pak sopir tak berani menoleh ke arahku, melainkan menatap Dita yang duduk di sampingku. "Sesuai aplikasi, disini ya neng?" ujarnya sambil menatap kami dengan ragu.
"Majuan dikit lah, pak. Sampai ke depan gerbang. Bapak gak liat kami babak belur gini?? Sakit tau pak kalau harus jalan sejauh itu!" gerutunya.
Aku melirik gerbang rumah dari jendela mobil, lalu menatap Dita dengan sinis. "Cuma jalan beberapa langkah doang sudah sampai kok." sahutku.
"Ssst!!" Dita mendesis, membuat pak supir ini mau tak mau menuruti keinginannya.
Sembari menyupir, sesekali ia menatap kami dari cermin depan. Mungkin saja dia bingung, kenapa kami babak belur seperti habis di hajar orang sekampung.
"Udah, disini neng?" ucapnya ketika mobil berhenti tepat di depan pagar rumah.
Aku turun terlebih dahulu, sementara Dita melakukan transaksi. Mobil berlalu dari hadapan kami, dan sambil tertatih.. kami mendekati pagar rumah.
Sebelum kami sampai, ada beberapa mobil yang kembali bersamaan dengan kami. Mereka terkejut dan langsung turun dari mobil kala melihat kami.
"Waduh!! Dita!! Tuan Suro?!" sapa mereka sambil mendekati kami.
"Dita, apa yang terjadi? Dimana kamu berhasil nemuin tuan Suro?" tanya Pak Saipul, yang tergabung di antara mereka.
"Nanti gue kabarin sambil memberikan informasi ke atasan." sahut gadis di sebelahku yang rambut kuningnya tampak acak-acakan.
Mereka mengangguk paham. "Mau ku bantu gak?" tawar mereka pada Dita.
"Gak usah lah! Masih bisa jalan kok gue." tolak perempuan itu.
Kini perhatian mereka tertuju padaku. "Maafkan atas kelancangan kami, tuan. Tapi.. bolehkah kami membantu memapah tuan ke dalam?" tawar pak Saipul hati-hati.
Aku mengangguk sambil membuka tanganku dengan lebar. Pak Saipul langsung memberikan punggungnya, dan aku segera naik ke gendongannya.
Mereka membawa kami melewati pagar, dimana penjaga pagar pun dibuat khawatir atas kedatangan kami.
Ketika masuk ke pekarangan, ternyata di sana para satpam dan bodyguard berkumpul dan berbaris rapi. Mereka seolah sedang melaksanakan apel, tapi tentu ini bukan pada jamnya.
Aku meletakkan dagu ku ke pundak pak Saipul, berusaha mendengarkan apa yang sedang mereka bahas saat ini.
"Lapor, kami sudah menjelajah ke distrik Anhm B, tapi tak di temukan keberadaan tuan Suro di sana."
"Apa kalian sudah menjelajah ke tiap tempat?!" tanya pak Roxi, ketua pemimpin penjaga keamanan di rumah ini. Lelaki dewasa dengan perkiraan umur sekitar 45 tahun itu menatap bengis semua anggotanya. Bekas tambalan kulit di pipinya menambah sangar wajahnya itu. Ya, sewaktu berumur lima atau enam tahun, aku selalu menangis kala melihat wajahnya.
"Ada beberapa tempat yang belum kami masuki, karena beberapa di antaranya adalah kediaman ras Dicth'anhm, kami belum memiliki surat izin untuk melakukan itu." balas anggotanya.
"Jangan kembali kalau sampai ada satu tempat saja yang terlewatkan oleh kalian!! Sekarang juga ambil surat izin itu di ruanganku!!" bentaknya, sampai ludahnya itu muncrat-muncrat keluar.
Para anggota yang baru saja di bentak membubarkan barisan. Mereka berjalan dengan raut wajah khawatir dan lesu. Namun ekspresi mereka seketika berubah ketika melihat pak Saipul yang sedang menggendongku di belakangnya.
"Tuan Suro!!" pekik mereka senang, sambil berlarian ke arahku. Teriakan mereka membuat semua bodyguard dan satpam menoleh. Wajah mereka berbinar dan mata mereka membesar kala melihatku.
Semua barisan bubar seketika, mereka berlari mengerumuni aku seperti semut yang berebutan gula.
Dari kejauhan, pak Roxi menatapku. Ia tak berekspresi dan langsung memalingkan wajahnya ke arah lain.
Aku menilik, berusaha melihat siapa yang sedang ia tatap. Dari sudut pandang ini, aku mampu melihatnya. Pak Saipul lumayan tinggi hingga membuatku mampu menjangkaunya. Dita berjalan di sisi kami, tak bisa jauh sedikit pun dariku.
"Mama lu tuh." bisik Dita, membuatku terdiam. Pasalnya aku juga melihat hal yang sama.
Mama berdiri kaku dengan tubuh yang tegak. Selendang yang melilit di lehernya di gunakan untuk menutup bagian dagu serta mulutnya. Ia juga mengenakan kacamata hitam, hingga tak bisa dengan jelas ku lihat raut wajahnya.
Setelah berbincang-bincang dengan pak Roxi, mama buru-buru masuk ke dalam, seolah tak ingin aku melihat keberadaannya.
"Udah pergi lagi tuh." tutur Dita.
Aku menyelis menatapnya. "Aku tau! Jangan di perjelas, jadi bikin orang sakit hati aja!!" gerutuku. Dita melirikku sambil memancungkan bibirnya.
"Tuan gimana, tuan? Apa yang terjadi?"
"Apa ada bagian tubuh yang terluka parah?!"
"Tuan tidak bisa berjalan ya? Apakah kaki tuan sakit?"
"Tuan babak belur, apa yang sebenarnya terjadi?!"
Pertanyaan demi pertanyaan terus terlontarkan dari mulut mereka. Aku hanya diam, tak ada satu pun pertanyaan yang ku jawab, karena aku bingung mau menjawab yang mana.
"Udah ya, biarin tuan Suro istirahat dulu. Entar gue bisa jelasin kronologisnya." ucap Dita.
Aku langsung menoleh ke arahnya. "Dita, kamu yang antar aku ke kamar." pintaku sambil memberikan kode padanya.
Ini berbahaya kalau sampai Dita berkata jujur mengenai buku yang ku curi itu. Bisa-bisa aku kena hukuman berat karena berani melakukan itu, dan karena buku itu hampir saja jatuh ke tangan orang lain kalau sampai aku tak mencurigai si Viktor.
Tapi.. sedikit mencurigakan sih, kenapa para anggota pak Roxi di turunkan seluruhnya, seolah mereka tau hal berbahaya sedang terjadi. Apakah jangan-jangan, Dita sudah memberitahukan perihal buku itu pada pak Roxi?? Kalau tidak, tidak mungkin sampai seperti ini kan??
"Oh, lu mau gue anter? Yaudah." sahut Dita santai.
Aku turun dari gendongan pak Saipul dan berjalan di papah oleh Dita. Aku tak mengatakan apapun sebelum sampai ke dalam kamar, agar tak ada yang mengetahui pembicaraan kami. Soalnya, semua art ku juga khawatir dan menunggu di depan pintu masuk rumah.
Tup!!
Pintu kamarku tertutup, menyisakan aku dan Dita saja di kamar ini. Dita berdiri berhadapan denganku yang baru saja duduk di kasur. Ia menyila tangan di dada, seolah bersiap mendengar apa yang akan ku katakan.
"Dita, apa kamu bilang sesuatu ke pak Roxi mengenai buku itu?" tanyaku tanpa berbasa-basi.
Dita mengernyit, seolah bingung. "Hah? Gimana maksudnya?"
"Kamu bilang kalau aku mencuri buku rahasia keluarga kami?" tanyaku.
Dita langsung terkejut mendengarnya, ia menganga lebar dengan mata yang besar. "Hah?! Jadi elu nyuri buku rahasia keluarga kalian? Bahaya banget sih itu!!" ujarnya.
Aku terdiam, dari respon yang ia berikan, sepertinya Dita tak tau menahu soal buku rahasia keluarga kami, dan sepertinya dia waktu itu juga tidak tau kalau buku yang ku curi adalah buku rahasia.
"Ssst!! Jangan kasih tau siapa-siapa!!" geramku sambil meletakkan jari telunjuk ke bibir.
"Elu nyuri buku rahasia?? Buku yang mana?? Jangan bilang buku hitam aneh pake bulu idung yang kemarin?? Gue udah nyangka sih kalau itu buku penting, soalnya kayak mahal gitu bentukannya."
Aku menyipitkan mata mendengar perkataannya. Ternyata dia memang tak tau tentang buku itu. "Kalau bukan karena buku itu, karena apa pak Roxi bisa memerintahkan kalian untuk mencariku? Apa kamu menempelkan stiker GPS di tubuhku?" tanyaku penasaran.
Ia mengendikan bahu. "Gue cuma dapat perintah dari pak Roxi. Katanya elu hilang dan dalam bahaya, udah gitu doang."
Aku mengernyit, dari mana pak Roxi tau kalau aku dalam bahaya?? Dan dari mana dia tau keberadaan ku??
"Terus, kamu bisa menemukan ku dari mana?" tanyaku lagi. Dita hanya diam dan menatap ku dengan datar. "Dari mana?!" aku mengulang dengan nada yang sedikit meninggi.
Dita terkesiap lalu menatap sinis padaku. "Bentak-bentak gitu!! Sebenarnya juga gue bingung nyari lu gimana. Terus, gue ketemu sama seseorang yang misterius, terus gue ikutin dia. Dan ternyata..."
"... Dia mengarah tepat ke titik dimana elu berada." Dita tersenyum kala mengatakannya.
Aku makin bingung. "Dia itu siapa? Apa kamu mengenalnya? Atau pernah melihatnya?" tanyaku lagi.
"Gak tau pasti, gue juga penasaran.. Dia seolah sengaja nunjukin jalan ke elu, saat sadar kalau lagi gue ikutin. Abis itu dia hilang."
Aku mengernyit tak percaya. "Kamu bohong ya?"
Ia menatap bengis. "Enak aja!! Gue beneran!! Mungkin aja.. kalian saling mengenal, iya kan?"
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
unknown
apa mungkin itu kaumnya si Viktor kali yahh sengaja ngatur skenario buat tau kekuatannya si suroo
2023-09-22
0
Susan
wuiiih...sdh di rmh
2023-09-08
0
Selfi Azna
kakak nya suro kali yaaaa,,,aduh siapa yaaaa
2023-09-07
0