Kami berdua saling tatap, apakah dia tau kalau aku baru saja mengambil amplop milik ibunya?? Aku belum membaca keseluruhannya, tapi intinya sudah ku dapatkan. Amplop ini tersembunyi di antara tumpukan baju dan berasa di dalam saku. Baju ini adalah baju kesukaan bibi dan sering di pakai olehnya.
Kalau dia betul-betul anak bibi, harusnya dia mengambil baju ini terlebih dahulu dan melihat isi di dalam amplop. Tapi.. Ia tak melakukannya. Apakah karena dia anak laki-laki, jadi dia tak begitu memperdulikannya.
Tapi tetap saja, aku yang laki-laki pun memperhatikan sampai ke detil seperti ini, masa' dia sebagai anak tidak melakukannya?
"Apa kamu menuduhku mencuri?" tanyaku, membuat lelaki ini segera menundukkan kepalanya lagi.
"Maaf atas kelancanganku, aku hanya khawatir jika barang milik ibuku menghilang dan kita belum terlalu mengenal dekat satu sama lain, jadi wajar saja jika aku khawatir." ujarnya.
Aku mengangguk paham. "Ya, tak masalah. Aku juga merasa khawatir kalau sembarangan memberikan buku keluarga kami pada orang yang baru ku kenal satu atau dua kali." perkataanku membuatnya tersentak, ia tersenyum kaku sambil menggarukkan kepalanya.
"Betul juga, hehe.. Maaf kalau hal itu membuat anda merasa tersinggung. Tak seharusnya saya meminta buku rahasia keluarga anda."
Aku menaik-turunkan dua alisku dengan cepat, seolah membenarkan apa yang ia katakan. "Tapi, bukankah waktu itu, kamu meminta buku rahasia untuk membantuku, bukan karena meminta tanpa alasan. Kenapa pernyataan mu barusan, seolah menginginkan buku rahasia keluarga ku untuk keperluan pribadimu? Apa kamu melupakan apa yang kamu ucapkan waktu itu?"
Kedua matanya terbelalak, dan aku bisa menangkap gelagat kalau ia sedang panik. Sepertinya, orang ini melupakan basa-basinya padaku waktu itu, dan hanya mengingat apa yang menjadi tujuan atau keinginannya.
"Tapi, sepertinya aku terlalu berlebihan. Tidak mungkin kan anak bibi yang paling ku sayang melakukan hal itu padaku." ucapku sambil menilik tajam, melihat raut lega terpancar dari wajahnya.
Ia mengerjap sambil menghela napas. "Sepertinya banyak kesalahpahaman. Kalau seandainya anda tidak berkenan memberikan buku itu, tak masalah. Saya murni hanya ingin membantu anda saja. Tapi, kalau hal ini membuat anda mencurigai saya, saya.." ia tersenyum sambil menggarukkan kepalanya lagi. "Sebaiknya tak perlu membantu mengungkapkan rahasia di balik keluarga anda." lanjutnya.
Aku menghela napas panjang. "Jadi begitu?" gumamku, membuatnya mengangkat kedua alis dengan wajah bingung. "Hehe, sepertinya aku juga salah mendugamu. Kalau kamu menginginkan itu untuk alasan pribadi, tentu saja kamu pasti mendesak dan segera meminta buku itu. Tapi dari yang terlihat, kamu sepertinya tidak begitu." lanjutku.
"Maaf, tapi.. Saya bingung kenapa anda berbicara terbalik-balik, saya jadi tidak tahu apakah anda mempercayai saya atau malah mencurigai saya." tuturnya.
Aku memiringkan senyum. "Mana mungkin saya tidak mempercayai anak bibi, yang sudah mengasuh dan membesarkan saya dari kecil." Aku mengeluarkan sesuatu dari balik baju. "Aku bawa bukunya.." ucapku sambil memperlihatkan sampul buku ke hadapannya. Viktor memperhatikannya dengan seksama, bahkan ia tak berkedip sedikitpun.
"Wah! Buku itu memang benar terlihat unik." komentarnya.
Aku mengangguk. "Aku kesulitan untuk menerjemahkan buku ini dalam bahasa kita, waktu itu kamu bilang mau menerjemahkannya bersamaku, kan? Makanya sekarang aku membawa buku ini dan menemui mu." ucapku lagi.
Ia tersenyum lembut. "Baiklah, kita butuh kamus. Mari saya antarkan ke tempat penyimpanan buku-buku di rumahku." tawarnya.
Aku yang berdiri diluar kamar bibi berjalan terlebih dahulu dan memunggunginya. Ketika kakiku menapak tiga langkah, aku mengernyit, merasakan desiran angin yang berada di belakangku.
Wusssh!!!
Aku merunduk, saat sesuatu berusaha menyerang tubuhku. Ketika aku menoleh, Viktor baru saja mencoba memukul pundakku dengan lengannya yang lumayan besar.
"Si*lan!!" geramnya sambil menatapku yang berada di bawah kakinya. "Bisa-bisanya kamu menghindari serangan dari belakang. Sepertinya bocah seperti mu akan sedikit merepotkan." gumamnya sambil melotot ke arahku.
"Cih!! Ternyata dugaanku benar, kamu memang berniat buruk tentang buku dari keluarga ku." keluhku sambil menatapnya.
Ia mendadak menyergah, mengangkat kakinya ke arahku yang terduduk di lantai. Di layangkan kakinya ke arahku, membuatku berguling, mencoba menghindari serangannya. Alhasil, kakinya menginjak lantai yang ku duduki sebelumnya.
Ia menyeringai, menggigit bibirnya sambil terus melotot ke arahku. "Ternyata memang benar. Keluarga kesdicth'anhm memang semenyebalkan itu!! Bisa-bisanya anak sekecil kamu, mampu bertahan melawan serangan orang dewasa seperti ku!" kecamnya.
Aku mendecih. "Tol*l! Kamu pikir ras rendahan macam kamu bisa mengelabui ku?" balasku.
Pria ini tersenyum sambil menyentuh daun pintu rumah bibi. Aku mengernyit, melihat apa yang hendak ia lakukan. Tiba-tiba saja...
Kraak!!
Daun pintu terlepas dari bingkainya. Aku mengerjap, melihat betapa kuat tenaganya. Kalau sampai tadi benar-benar diinjak, remuk sudah tulang-tulang yang ada di tubuhku.
"Aku rindu sekali mendengar umpatan ras Dicth'anhm macam kalian!! Rasanya ingin ku hancurkan tubuhmu hingga jadi tulang belulang, hiyaaaah!!" Ia berteriak sambil melemparkan daun pintu.
Aku tersentak dan bergerak cepat, menghindar ke arah berlawanan.
Braaak!!
Daun pintu itu menghantam meja dan juga tv tabung milik bibi, membuatnya hancur berkeping-keping.
"Kurang ajar!!" kecam ku. "Berani sekali kamu menghancurkan rumah ibumu sendiri!!"
Ia tersenyum hingga tertawaan keras keluar dari mulutnya. "Tentu saja berani. Memangnya siapa yang mau tinggal di rumah seperti ini?" sahutnya, membuatku mengepalkan tangan dengan kuat.
Aku mengedip, merasakan angin yang berhembus. Viktor masih berdiri tegap di hadapanku. Pada kedipan kedua..
Aku terkesiap, saat Viktor berlari ke arahku. Aku yang merunduk bersiap untuk lari sebelum ia sampai padaku, tapi tiba-tiba saja buku yang ada di genggamanku terlepas, membuatku terhenti sesaat dan mengambilnya.
Greep!!
Aku meringis, kala kaki Viktor menginjak tanganku yang berada di atas buku. Ketika aku menengadah, di hantamnya tubuhku menggunakan sikutnya yang berotot besar.
Braaak!!
Aku ambruk, jatuh dengan buku yang tertimpa oleh tubuh ku. Pandanganku masih normal, dan aku bergerak untuk mengambil buku ini dan memeluknya.
Melihat tubuhku masih bergerak, pria ini menghajar ku membabi-buta, membuatku merasakan kesakitan di beberapa bagian tubuhku.
Bruk!! Bruk!! Bruk!!
Serangan bertubi-tubi terus ia lancarkan, sampai pandanganku menjadi buram.. Dan lama kelamaan telingaku berdenging. Aku tak bisa mendengar dan merasakan apapun lagi, dan akhirnya.. pandangan ku menghitam dan... Aku tak tau apa yang terjadi.
Apakah.. Aku sudah mati??
.......
.......
.......
Aku mengerjap, merasakan tubuhku yang pegal dan lemas. Aku tak bisa bergerak walau sedikit. Mataku mulai menilik sekeliling, melihat tempat yang tak pernah ku kunjungi.
Tampak sebuah ruang kosong yang lumayan luas dengan pencahayaan remang-remang. Aku tak mengerti, tapi tempat ini lebih mirip basemen parkir swalayan. Beberapa lantai tertimbun pasir kasar, dan beberapa bagian lainnya basah karena oli. Cat dindingnya sedikit berlumut, dan beberapa bagiannya menghitam bak terkena asap knalpot.
Aku memejamkan mata, lalu kembali membukanya. Ini.. Bukan mimpi, kan??
Tubuhku sedang terbaring di atas lantai dengan pasir sebagai alasnya. Setiap pergerakan yang ku lakukan, ada bunyi-bunyi besi yang mengikutinya.
"Udah sadar ya lu, bocah sialan?!" tanya seseorang, membuatku melirik dan mengangkat kepala.
Aku meringis, kala sebuah cengkraman kuat menarik rambutku. Di arahkan wajahnya sedekat mungkin dengan wajahku. "Bocah Dicth'anhm, berani-beraninya elu nipu gue!! Mana buku rahasia yang elu maksud?? Sampah ini?!" pekiknya sambil menghantam kepalaku dengan buku tebal yang ada di tangannya.
Bruaaak!!
Darah dari hidungku meleleh, aku merasakannya. Kepalaku sakit dan rasanya pusing. Aku mencoba menatap si Viktor meski sambil menyipit. "Kamu pikir aku sebodoh itu, membawa buku asli padamu?" ujarku, membuat lelaki ini menggeram sambil menampar wajahku.
Plak!!
Aku merasa pipiku tebal dan panas, tamparannya begitu kuat, tak pernah ku terima dari siapapun sebelumnya.
"Kurang ajar!! Ras Dicth'anhm memang bajingan!! Lu mau gue bunuh hah?! Mau gue bunuh?!" bentaknya sambil menarik-narik rambutku, membuat kepalaku terhuyung-huyung mengikuti arah tangannya.
"Cih! Darah kotor macam kamu, gak akan semudah itu membunuh ku!" balasku, membuatnya mengeratkan gigi dan kembali memukul kepalaku.
Tubuhku ambruk. Aku terbaring di lantai, rasanya seperti babak belur. Kedua tangan dan kakiku terikat sesuatu. Aku melirik, ternyata rantai besar dililitkannya pada tubuhku dan entah kenapa.. Benda ini membuat ku mengantuk dan tak bertenaga.
"Brengsek!! Memang brengsek!! Ras suci bajing*n!! Lu pikir gue gak akan berani ngabisin nyawa lu, hah?!"
Aku terbatuk, merasakan sesak di dadaku. Aku tak peduli meski harus mati sekalipun. Aku tak takut apapun. Kalaupun dia membunuhku, setidaknya aku tak merasakan kesakitan lagi, kan? Lagipula, siapa yang akan mengkhawatirkan aku? Mama? Papa? Kakak? Mana peduli mereka dengan keadaanku.
Aku hidup pun hanya sendirian. Tak ada yang menyayangiku. Kalau mati, tak ada yang menangisi aku, kan? Tak akan ada yang merindukan aku, kan?
Jadi, untuk apa juga aku hidup? Tak ada gunanya. Kalau mati, mungkin aku akan bertemu bibi. Benar begitu, kan? Hanya bibi yang menyayangi ku, tapi sekarang dia sudah pergi.
Apakah ini saatnya, aku menyusul bibi??
Aku menelan ludah, merasakan karat dari darah hidungku yang mengalir ke bibir hingga memasuki mulut. "Kalau mau, ayo bunuh!" sahutku yang tersungkur di lantai berlapis pasir.
"Cih!! Lu ngomong begitu karena yakin gue gak berani ngabisin nyawa lu?? Kalau elu gue bunuh, lu yakin keluarga lu bakalan khawatir dan berusaha nyari keberadaan gue, kan?"
Aku tersenyum mendengar ucapannya. "Kalau memang benar, aku akan sangat senang. Nyatanya..." Ia mengernyit, menantikan perkataan ku.
"Mereka tak akan memperdulikan aku, meski mayatku kamu lempar di depan mereka sekalipun." ucapku dengan suara yang bergetar, ternyata.. penjahat seperti dia pun masih berpikir kalau anak harus di khawatirkan dan dicari. Tapi, kenapa keluargaku sendiri.. Tak pernah memikirkan hal itu??
"Menyedihkan banget!! Tapi gue gak ada urusan sama anak Dicth'anhm, yang gue cari hanyalah rahasia keluarga kesdicth'anhm. Jadi, maaf adik kecil..." Ia mulai mengangkat kakinya tepat di atas kepalaku. "Matilah dengan rasa sakit!!!" Ia mengayunkan kakinya tepat di antara kepala dan leherku..
Jadi, cuma sampai disini kehidupanku?? Setidaknya, aku pernah di sayangi satu orang dalam hidupku, meskipun sekarang dia sudah mati.
Aku memejamkan mataku, menantikan maut akan menjemputku sebentar lagi.
Kraaaak!!!
Suara teriakan terdengar nyaring usai suara benda patah terdengar. Aku yang awalnya menutup mata, kini membukanya dengan perlahan.
Sepasang kaki jenjang berdiri tepat di depanku, aku mengedip pelan, berusaha melirik ke atas tapi sudah tak mampu.
"Arrghh!! Aggh!! Kakikuuu!! Kakikuuuu!!" suara kesakitan itu muncul, diiringi suara tubuh yang mengelepar di lantai. "Sialan!! Sialan!!" umpatan kembali terdengar, sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa Viktor terdengar begitu kesakitan??
"Bisa-bisanya elu datang dan menolong seseorang yang udah ngebunuh ibu dan ayah lu sendiri.."
"Dita Vilhgasth'anhm?!"
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
unknown
suro kek si Kun sebelum meninggal nggk sihhhh
2023-09-09
1
Selfi Azna
seruuuuuuu,,,ga sabar nunggu lanjutannya
2023-09-03
1
Susan
wuuuiiih...seru bat
2023-09-03
1