Kesalah-pahaman

Aku terbelalak, ketika Viktor menyebut nama seseorang yang datang dan menolongku sebagai Dita?? Dita Vilhgasth'anhm?? Apa aku tak salah dengar? Dan lagi, dia bilang..

Aku telah membunuh ibu dan ayahnya??

"Tutup mulut sampah lu itu!! Manusia gak berguna!!" balas suara yang ku kenal, ya.. ini benar suara perempuan gila.

"Hah.. Hah.. Mulut sampah?!" tanya Viktor dengan napas terengah. "Apa yang gue bilang bener, kan.. Kalau anak ini, udah ngebunuh ayah dan ibu lu.. Ibu yang dia kira ibu gue, Narti Vilhgasth'anhm."

Deg!!

Jantungku terasa terhantam ketika ia mengatakannya. Bagaimana bisa, perempuan ini adalah anak dari bibi??

"Kalau emang iya, urusan sama lu apa? Kenapa lu sampe pura-pura jadi anak ibu segala? Apa yang lu mau sebenarnya?" tanya perempuan gila, masih berdiri tegap di depanku.

"Heh! Bukan urusan elu, kan? Daripada lu ngurusin itu, lebih baik lu bantu gue ngabisin anak ini. Lu juga mau, kan? Pasti lu dendam juga sama keluarganya, kan?" tanya Viktor.

"Bukan urusan lu." singkat perempuan gila.

"Ya tentu aja ini urusan kita bersama. Kematian bi Narti adalah karena anak ini."

Aku mengernyit sambil mencoba mengangkat kepala. Bukannya waktu itu perempuan ini mengaku, kalau yang membunuh bibi adalah dia?? Lalu sekarang, kenapa dia bilang kalau kematian bibi adalah karena aku?

"Kematian ibu gak ada hubungannya dengan anak ini. Ibu mati sesuai kesepakatan kerja, jadi.. Yang paling bisa di salahkan bukan anak itu ataupun keluarganya, melainkan.." perempuan gila mengangkat kepala, menatap lawan bicaranya.

"Gue sendiri."

Perkataan perempuan ini membuatku terbelalak, sementara Viktor tertawa terbahak-bahak. "Bisa-bisanya elu ngebela pembunuh ibu lu sendiri??"

"Gak ada yang gue bela di sini. Ibu gak akan kerja di keluarga kesdicth'anhm kalau seandainya gue gak bikin ulah dan masalah di sekolah. Ibu butuh uang, dan satu-satunya jalan adalah mengabdikan diri pada keluarga kesdicth'anhm. Kalau gue gak bertingkah, mungkin saat ini ibu masih ada di samping gue." perempuan ini terlihat mengepalkan tangannya.

"Jadi, pembunuh ibu yang sebenarnya, adalah gue sendiri." suaranya terdengar kaku dan berat, seolah-olah ia berusaha terlihat tegar dan kuat padahal hatinya sendiri merasa rapuh.

Aku masih menengadah menatap perempuan gila dari belakang. Entah kenapa, meski tak bisa melihat reaksinya, aku tahu kalau saat ini, dia sedang menahan tangisnya.

"Wah wah wah! Keluarga Vilhgasth'anhm kalau udah bucin ya sampai segitunya. Elu terlalu loyal, sama kayak ibu lu. Meski mati di tangan tuan kalian sendiri pun, kalian masih bersikeras menjaga nama baik mereka." Viktor terkesan sarkas.

"Penghianat keluarga yang kini menjadi pemburu gak usah ngomong soal kesetiaan di depan gue. Bikin mual tau!!" kecam perempuan gila dengan suara yang dalam.

Aku menggeleng, masih tak paham dengan pembicaraan mereka. Bagaiman bisa perempuan gila adalah anak Bi Narti?? "Kamu..." Aku mulai bersuara, membuat perempuan gila menoleh ke arah ku. "Bukannya kamu datang ke rumah untuk menggantikan posisi bibi, dan bilang kalau bibi itu adalah orang gak tau diri?" tanyaku dengan suara serak.

Ia diam sesaat, dan aku bisa melihat tatapan kesedihan dari matanya."Tentu aja dia gak tau diri. Bisa-bisanya, dia menganggap seorang tuan..." perempuan ini menjeda kalimatnya sesaat, seolah tertahan oleh deru napasnya sendiri. ".. Sebagai anaknya sendiri."

Deg!! Jantungku terjeda sesaat kala mendengarnya, dan seketika suara bibi terputar ulang di kepalaku.

"Tuan, kamu dapat peringkat satu!! Ya Allah, bibi seneng banget!! Baru kali ini bibi ambil rapot, tapi di kasih tepuk tangan sama orang tua yang lain, karena kamu ini anak pinter. Biasanya mah, bibi kalau ambil rapot anak bibi, gak pernah dapat ranking. Dia juga anaknya bandel banget. Jadi ini pertama kalinya bibi bisa ngerasain ambil rapot anak pintar! Jadi rasanya begini ya!" serunya senang, dengan senyum yang tiada habisnya.

Aku terperangah mengingat perkataan bibi waktu itu. Bibi bilang kalau dia punya anak yang nakal dan tidak pernah dapat peringat satu, jadi anak yang di maksud.. Adalah makhluk di depanku ini??

Aku menggeleng, masih berat mempercayainya, meskipun sebelumnya terbesit kalau perempuan ini memang lah anak bibi. "Jadi, saat kamu tidak turun dari mobil ketika aku pergi ke kediaman bibi, adalah karena itu adalah rumahmu sendiri?"

Perempuan ini terdiam, cukup lama tanpa mengatakan apapun. Matanya mulai berkaca kala menatapku. "Terlalu banyak kenangan bersama ibu di rumah itu. Kembali ke sana, sama aja kayak ngerobek luka yang masih basah. Untuk apa gue melakukannya, ngeliat elu yang terus-terusan ngomongin tentang ibu aja, udah cukup ngebuat luka di hati gue bertambah lebar. Gue.." perempuan gila menggelengkan kepalanya. "Gue gak mau lagi nginjakin kaki ke rumah ibu, gue gak sanggup." air mata menetes di pipinya, dan buru-buru ia menyekanya.

"Waktu aku menyusup di kolong tempat tidurmu, kamu pernah bilang kalau kamu ada di rumahku karena kesalahanmu dan berharap bisa menebusnya?"

"Gue tadi kan udah bilang, ibu kerja karena kesalahan gue. Saat ibu meninggal, keluarga lu langsung menemui gue dan minta gue yang menggantikan posisi ibu."

Aku terdiam, jadi dugaanku tidak salah. Tentu saja mama akan menggantikan bibi dengan anaknya, tapi kenapa aku tak berpikir kalau dia adalah anak bibi? Malah berpikir kalau pria yang bertemu denganku di toilet adalah anak bibi. Konyol memang!

"Siapa yang pesen ini buatku?" tanyaku sambil menatap pak Saipul dan perempuan gila.

"Gue? Kenapa, gak suka ya? Kalau gak suka sini!!" pinta perempuan gila, tapi aku langsung memasang wajah kesal sambil menautkan alis.

Kok dia bisa kebetulan memesan minuman kesukaanku?? Es lemon mint dengan sedikit soda. Aku mengendikan bahu lalu menatap menu makanan yang tersaji.

"Kalau di tukar sama ini?? Ini enak loh," tawarnya sambil menyodorkan sepiring berisi makanan. Aku awalnya ingin mengabaikan, tapi ketika melihat isi di dalam piring tersebut.

Tahu masak sambal??

Jadi, waktu itu dia tak kebetulan memesan minuman kesukaanku, dan menukar daging dengan tahu masak sambal. Dia melakukan itu, karena tau aku menginginkan itu? Hanya bibi yang mengetahui apa yang ku sukai, dan wanita ini memberikan semua itu.

Sementara si pria yang mengaku anak bibi...

"Silakan diminum, tuan." pintanya.

Aku sedikit memiringkan kepala dan tersenyum sungging, tanda tak menyukai hidangan yang ia berikan. "Aku tidak minum kopi susu." tolakku.

Ia memberikan minuman yang paling ku benci.

"Elu keluar dan masuk diam-diam lewat sana, kan?" tanya perempuan gila.

Aku mengerutkan dahi. Darimana dia tau kalau aku selalu keluar diam-diam lewat sana?? Yang tahu itu cuma pekerja lama.

Dia tau kebiasaan kabur ku, padahal ia baru kerja beberapa hari.

"Ini aslinya amis sih bagi orang yang gak suka. Mungkin si bibi lu ngerasa kalau ini amis. Jadi dia gak mau makan. Lagian ini gue masak lagi pake bawang-bawangan sama tomat."

Dia tau apa yang seharusnya tidak di ketahui orang lain tentang bibi.

"Aku hanya minta kamu membantuku, kalau aku dapat alasan yang jelas dari mereka, tentu aku berusaha memakluminya. Tapi kalau begini caranya..."

"Aku..."

"Benci sekali pada keluarga ku."

Perempuan ini terbelalak sesaat ketika mendengar ucapanku. Ia terdiam dengan tatapan kosong dan sendu. "Bersyukur lah, seenggaknya elu masih bisa melihat mereka meski dari kejauhan."

Dan waktu itu, dia berkata seperti itu, secara tak langsung ia berkata aku masih beruntung bisa melihat keluarga ku dari jauh, sementara dia sudah tak bisa lagi melakukannya karena bibi sudah mati.

Aku meringis sebal, kenapa aku sebodoh ini?! Padahal aku sudah menyangka saat sentuhannya terasa begitu mirip dengan bibi.

"Kenapa kamu tak bilang, kalau kamu adalah anak bibi? Dan membiarkan aku salah paham padamu?"

Perempuan ini menatap sengit ke arahku. "Emangnya lu pernah nanya?? Enggak kan?!"

"Kamu tak seperti seorang anak sih! Gak mirip!!" balasku.

"Ibu masih mudanya cantik kok, kayak gue!!" belanya.

"Yang ku maksud bukan itu, kenapa bibi bisa lebih cantik ketimbang kamu?" balasku lagi.

"Bajing*n cilik!!" keluhnya tak terima.

"Wah wah wah!! Bisa-bisanya kalian berdebat di depan musuh kalian sendiri? Udah kayak gak ada harga dirinya gue di depan kalian berdua?!" tiba-tiba Viktor masuk dalam obrolan kami.

Ia membunyikan tangan dan beberapa sendi di tubuhnya. "Kalau ngebunuh salah satu dari kalian, yang selamat bisa aja ngadu dan bikin gue di cari-cari pihak berwajib. Tapi kalau dua-duanya gue bunuh.."

Ia menyeringai sambil menjilati bibirnya sendiri kala melihat kami. "Gue aman dan terkendali.."

Bersambung....

Terpopuler

Comments

jung je woo

jung je woo

harus maraton nih gwe udah ketinggalan jauh.... 😅😅😅😅

2023-09-14

2

unknown

unknown

tuhh kannnn uhhh udah bikin salah paham ajaa nihhh

2023-09-09

1

ghina🌺🌺

ghina🌺🌺

dugaan ku bener,,😱😱 baru x ini dugaan ku bener, biasanya salah mulu lok nebak🤭🤭✌️
semangat thor,, dh ku vote 💪💪💪💜💜💜💜

2023-09-04

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!