Si Pahit Lidah

Pria aneh ini tertawa usai mendengar perkataan ku dan Dita. Ia menutup matanya yang mulai berair, saking terlalu banyaknya ia tertawa.

"Ya ampun, sampe segitunya Dit, lu sama tuan lu. Gak boleh mati katanya?? Haha.." Ia kembali tertawa. "Kalau lu mau dia idup, lu gak boleh ngelawan sama sekali, kan?!" serunya sambil membelalakkan matanya menatap Dita. "Artinya, mau gimana pun gue nyerang lu, lu tetap harus diam!!"

Viktor mulai menyerang, berlari ke arah Dita yang masih berdiri kaku di tempat. Ia mengangkat tangan sambil terus berlari, hingga saat tubuhnya berada di dekat Dita..

Dumm!!

Pukulan keras ia lancarkan, membuat lantai hancur dan pecahannya berterbangan. Ia terkesiap, kala Dita menghindari serangannya dengan melompat.

Viktor mengeratkan gigi sambil menatap Dita. "Gak sesuai perjanjian, cewek j*lang!!" kecamnya.

Kaki Dita mendarat sempurna ke atas lantai. "Lu cuma minta gue gak ngelawan dan menyerahkan diri, kan? Gue udah menyerahkan diri, tinggal lu aja yang harus pinter-pinter nangkep gue. Kalau urusan gak ngelawan, gue juga gak ngelawan kan? Hanya gak ada perjanjian, kalau gue gak boleh menghindar." ucapnya, membuat Viktor menatap kesal ke arah Dita.

"Si*lan!! Gue hancurin muka lu yang cantik itu!!!" bentaknya sembari memasang kuda-kuda, meletakkan kedua tangannya ke depan dada.

Ia menembak tanpa aba-aba, membuat Dita terkesiap dan berguling ke arah depan. Viktor melancarkan serangan tanpa henti, dan Dita pun bergerak pula tanpa henti. Keringat mengucur dari pelipis Viktor, ia mulai ngos-ngosan, apakah karena terlalu banyak memakai tenaganya?

Tentu saja setiap kekuatan memiliki batasnya kan? Menggunakannya terus menerus tentu saja bisa membuat energi terus menyusut dan habis. Kalau selama itu Dita mampu bertahan, mungkin kami bisa menang tanpa menghajarnya sedikit pun.

Benar!! Pasti Dita memikirkan hal itu, kan?? Atau, dia benar-benar menuruti perintah Viktor? Pasalnya, ras Vilhgasth'anhm itu sangat setia dan memegang janji serta ucapannya. Dan lagi, bibi bilang kan kalau anaknya ini bodoh, jadi mungkin saja...

Aku meringis menatap Dita. Dia, tak memikirkan apa yang ku pikirkan, melainkan memang menuruti perintah. Dasar!! Tapi tak apa, selagi itu tidak membahayakan Dita. Dari yang ku lihat pun, dia jago dan menghindari serangan dengan baik. Bagus, tetap lakukan seperti itu, Dita!!

Viktor mulai menembak sembarang, karena tak ada satu serangannya pun yang mampu mengenai Dita. Sepertinya dia kewalahan, dan sebentar lagi tenaganya akan terkuras habis.

Aku mengangguk senang, tapi tiba-tiba saja, aku merasakan sesuatu yang aneh pada sekujur tubuhku. Seperti ada percikan kecil yang terasa bergetar di pergelangan tangan dan kakiku. Tapi, getaran apa i-

Deg!!

Aku tersentak ketika merasakan sakit yang luar biasa...

"Aaarrgghhh!!!" Aku mengerang kuat. Rasanya seperti tersengat listrik di seluruh bagian tubuh, terlebih lagi pergelangan tangan dan kaki.

Dita terhenti, sementara Viktor langsung melancarkan serangannya hingga...

Duum!!

Gusraaak!!

Tubuh Dita terlempar jauh dan menghantam dinding paling ujung. Aku yang masih tersengat listrik tak mampu memanggilnya, sekujur tubuhku lemah dan kesakitan.

Dita terbatuk, ia jatuh terduduk dengan posisi punggung yang bersender di dinding yang hancur. Darah keluar dari mulutnya, dan dengan punggung tangan Dita menyeka cairan merah nan kental tersebut.

Aku masih menggeram, menahan rasa sakit tanpa berteriak. Aku tak boleh berteriak, tidak boleh menunjukkan rasa sakit! Viktor tertawa melihat kami berdua.

"Ayolah bocah kesdicth'anhm, jangan nahan rasa sakit begitu dong. Lu takut babu lu ini panik dan gak berani ngelawan lagi kalau liat lu kesakitan?" ujar lelaki brengsek ini.

Aku menggigit gigiku sendiri, menahan rasa yang pedih, seperti di siram air panas tanpa henti. Kulitku rasanya melepuh dan perih, tapi dia benar.. Kalau sampai aku berteriak kesakitan, pasti ras Vilhgasth'anhm ini akan menyerahkan diri.

"Tuan?!" Dita memekik, berusaha memastikan keadaanku.

"Baaangkiiit!! Aakuu, taak.. Aapaa.." ucapku setengah mati.

"Oh, tak apa ya??" Viktor mulai menyengir. "Kalau begini, masih tak apa?" Ia memasukkan tangan ke saku celananya, dan bersamaan setelah itu...

"Haaarrggghhh!!" Aku berteriak sekuat tenaga. Demi apapun ini, rasanya sangat sakit hingga pergelangan tangan dan kakiku terasa putus.

Aku telah berusaha semaksimal mungkin untuk tak berteriak, tapi kesakitan ini memaksaku melakukannya.

Tubuhku bergerak sendiri, menggelepar bak baru saja memotong nadi. Aku tak tahan, benar-benar tak bisa menahannya. Sakitnya sampai ke kepalaku, lebih sakit dari sekedar sakit gigi. Air mataku keluar tanpa perintah, dan mulut ini terus saja berteriak.

"Tolong!! Tolong hentikan itu!! Hentikan itu!!" bentak Dita. Aku tak tahu lagi bagaimana reaksi mereka berdua, karena saat ini.. pandanganku terhalang. Aku seolah tak dapat melihat dengan jelas.

"Haha, kan udah gue bilang, kalau elu mau tuan lu ini selamat, lu harus menyerahkan diri, gak melawan ataupun menghindar dari serangan yang gue kasih." ucap Viktor.

Aku tak mendengar adanya jawaban dari Dita, karena aku kehilangan fokus, tubuhku terus merasa kesakitan. Setelah beberapa saat..

"Oke, gue bakalan diem, asal elu berhenti menyiksa tuan dengan cara itu." pinta Dita.

Beberapa saat setelahnya, aku yang terus menggeram akhirnya terhenti, kala sengatan listrik ini tak lagi menyambar tubuhku. Aku terdiam terpaku, cukup lama. Telingaku berdenging kuat, dan pandanganku menghitam meski aku membukanya. Tak ada yang bisa ku lakukan. Sekujur tubuhku kaku dan tak bisa di gerakkan.

Dalam ketidaksadaran ku, aku merasakan adanya sesuatu. Sesuatu yang kecil menyentuhku, tak begitu terasa karena ini seperti di anastesi. Semakin lama, sentuhan itu semakin terasa, hingga akhirnya suara aneh terdengar di telingaku.

"Tuan?!" pekiknya.

Aku terperanjat, mengerjap lalu menatap sekeliling. Dita menghampiri ku dan beberapa kali menepuk pipiku. Aku meringis, menggerakkan sedikit kepalaku.

Ia menghela napas lega, lalu tersenyum dengan air mata. "Syukurlah, gue pikir elu gak bisa bertahan." suaranya terdengar bergetar.

"Hahaha, ras Dicth'anhm gak akan mati dengan sengatan listrik kayak gitu. Mereka cuma bakalan pingsan atau cuma lemas kayak bocah ini!" ucap Viktor santai. "Nah, saatnya sekarang, elu memenuhi janji.."

Viktor tersenyum sambil melemparkan bola padat ke arah Dita. Aku terkesiap dan hendak berteriak..

Duum!!!

"Menghindar.." ucapku lirih, melihat Dita telah terhantam bola peluru tersebut, membuat tubuhnya jatuh tersungkur.

Tubuh Dita tak bergerak, apa dia sudah mati?? Serangan tadi benar-benar telak. Jangan-jangan, Dita betulan...

"Cih, masih bergerak?!" perkataan Viktor membuatku lega, tapi melihat keadaan Dita yang memaksakan tubuhnya untuk bangkit, seharusnya ia tak perlu memaksakan diri.

Dengan gemetaran, ia mencoba bangun, tapi lagi-lagi si Viktor melemparkan bola peluru ke arah Dita, dan perempuan itu terpelanting lalu terhempas beberapa kali. Tubuhnya kotor dan babak belur. Rambutnya terlihat kusut dan berpasir.

Meski dalam keadaan seperti itu, Dita masih saja berusaha bangkit. Berapa kali ia bangun, sebanyak itu pula ia mendapat serangan bertubi-tubi.

Viktor terdiam, melihat Dita yang terkapar di lantai. Ia tersenyum saat melihat tak ada pergerakan dari Dita.

"Ma.. Ma..sih be.. be..lum." ucap Dita dengan suara terbata.

Aku yang terbaring lemas melihat Dita berdiri dalam keadaan yang buruk. Seluruh tubuhnya kotor dan terluka. Beberapa bagian bajunya sobek, dan mulutnya mengeluarkan darah.

Aku mengerjap, menahan sesuatu yang penuh di dadaku. Perempuan itu berusaha bangkit, namun kali ini ia kembali jatuh. Tapi tetap saja, ia masih berusaha berdiri lagi, seolah nyawanya sebanyak kucing.

Aku menggeleng tak percaya, kalau aku di posisi itu, mungkin aku sudah tak sadarkan diri. Tapi, dia masih berusaha berdiri dengan seluruh tubuh yang gemetaran, dan tubuhnya yang terhuyung-huyung.

"Elu ini bandel banget ya!! Mau mati, hah?" bentak Viktor sambil kembali melemparkan bola peluru ke arah Dita.

Buuum!!

Tubuhnya kembali terhempas ke dinding. Darah segar mengalir di tempat ia berbaring. Aku menggeleng, kenapa ia memaksakan dirinya sampai seperti itu?

Kalau terus begini.. Kalau terus begini, perempuan itu bisa mati!!!

"Ma.. Masih, be.. Belum!!" Ia kembali berdiri, dan terus terang saja.. Aku benar-benar takjub sekaligus takut padanya.

"Hentikan.." gumamku, sungguh.. tetesan darah yang mengalir dari hidung dan mulutnya, terasa benar-benar menyakitkan. Aku bisa merasakan kesakitan itu. "Hentikan!!" suaraku mulai membesar, tapi tak ada yang mendengarkan ku.

"Mati lu sekarang!!"

Buuuum!!

Tubuh Dita terbanting ke atas langit-langit, lalu terhempas ke lantai. Dita jatuh dalam posisi terlentang, dan darah langsung menyembur dari mulutnya kala terhempas.

Aku terdiam, begitu juga Viktor. Dengan napas yang terputus-putus, aku melihat Dita yang terkapar dan tak bergerak sama sekali.

"Dita?! Dita?!" bisikku sambil berusaha merangkak ke arahnya.

"Dia sudah mati tuh," gumam Viktor santai.

"Tidak!! Dita!!" aku terus memanggil namanya. Nama yang pertama kali ku sebutkan padanya, dan aku berharap ini bukan panggilan terakhir ku juga padanya.

Aku terus menggeser tubuh ku, berharap bisa melihat keadaan Dita. "Kenapa.. Kenapa kamu sampai seperti itu??" tanyaku dengan suara gemetaran. Pandanganku buram, karena air mata telah menggenang di pelupuknya. "Kamu bukan keluarga ku, kamu bukan bagian dariku. Kamu baru saja bekerja dan menggantikan ibumu. Kamu belum mengenal aku. Tapi kenapa??" air mataku mengalir, dan baru kali ini aku merasakan dadaku begitu sesak. "Kenapa kamu melindungi ku sampai seperti itu?" tanyaku dengan isak tangis, aku..

Sungguh aku tak dapat berkata lebih banyak dari pada itu. Aku tak sanggup, aku tak sanggup melihat anak bibi melindungi ku sampai seperti itu. Kenapa?? Kenapa kalian begitu mirip??

"Kenapa kamu melindungi ku??"

"Ohok!!" Aku terkesiap, kala mendengar suara Dita yang terbatuk. Dia masih hidup?? "Gimana bisa gue diam," ia menyahut dengan sekuat tenaga. "...ngeliat harta peninggalan dari ibu satu-satunya, kesakitan hati dan fisiknya." Aku mengerjap mendengar perkataannya. ".Kalau cuma babak belur, gue gak apa-apa. Gue berharap elu selamat. Karena yang gue punya saat ini..." Ia tersenyum sebelum mengatakannya.

"Cuma elu seorang."

Deg!!.

Aku memanyunkan bibirku, mendengkus dan terisak. Air mata yang begitu pedih keluar, dia.. Dia menganggap aku adalah sesuatu yang berharga?? Dan satu-satunya yang ia miliki sekarang??

Demi apapun, aku benar-benar bahagia mendengarnya. Baru kali ini setelah bibi, ada orang yang menganggapku berarti.

"Jadi, gue mohon.. Setelah ini.. teruslah hidup. Aku.. Mencintaimu seperti adikku sendiri." Dita terkulai, dan setelah itu ia tak bergerak lagi.

"Huaaaaa!!" aku berteriak sekuat tenagaku, mengerang tangis yang bahkan dalam mimpi pun tak pernah ku lakukan seperti ini.

Kenapa?? Kenapa setiap orang yang menyayangiku, mereka pasti mati. Kenapa?? Apa segitu hinanya aku sebagai manusia? Tak pantas kah aku mendapatkan kasih dan sayang??

"Huh, akhirnya mati juga. Sekarang giliran elu." suara Viktor membuyarkan kesedihanku.

Aku menengadah, mengangkat kepala ku lalu menatapnya. Ia tersenyum senang, dan menatapku dengan sengit.

Sudut hatiku terasa panas, menghasut Dita, berpura-pura menjadi anak bibi, menggiringku untuk membenci keluargaku sendiri, berniat mencuri buku rahasia keluarga kami dengan memanipulasi aku, lalu sekarang... Menghabisi nyawa Dita.

Aku.. Benar-benar benci orang ini.

"Kenapa lu ngeliatin gue kayak gitu? Gak senang?" tanyanya meremeh.

Aku menggigit bibirku sendiri, hingga keluar darah dari sela bibirku. "Mati kau, sekarang!!" geramku sambil melotot ke arahnya.

Viktor tertawa terbahak mendengarnya. "Hahah, elu nyumpahin gue?? Gue pikir mau ngomong apa tadi, ternyata lu cuma mau ngo-" perkataan Viktor terhenti.

Tiba-tiba saja ia mencengkram lehernya sendiri dan terbatuk-batuk tiada henti. Wajahnya memerah, seperti tercekik sesuatu. Tiba-tiba saja ia memuntahkan darah dari mulutnya, begitu banyak, seperti muntahan air minum.

Darah mulutnya membasahi tubuh, berlumuran bagaikan mandi darah. Aku terkejut, takut dan panik. Darah itu seperti air PAM yang mengalir sampai jauh. Viktor mengelepar, dan terus mengeluarkan darah dari mulut, hidung bahkan sekarang dari matanya. Dan beberapa saat kemudian...

Ia jatuh dan terkapar di lantai.

Aku menilik, terkejut melihat apa yang terjadi. Ku perhatikan dadanya, tak ada pergerakan sama sekali.

"A.. apakah dia..."

"Mati?"

Bersambung....

Terpopuler

Comments

unknown

unknown

lagiii tegang2nya bacaa dapat iklan 😂

2023-09-22

0

Dzakiyah Nazmi Sakhi

Dzakiyah Nazmi Sakhi

gila ini seru sich.
aku syukaaa
like vote hadiah

2023-09-06

0

Novita Sari

Novita Sari

apa ini sebahnya isi buku aturan krluarga di tambah. mamanya tkut bicara sama suro takut sumpah serapahnya terbukti.. up trus y thor.. nanti henti jantung ni nahan nafas mulu hehehe

2023-09-06

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!