Aku terdiam ketika perempuan ini mengatakannya. Ternyata.. Dia benar-benar tak ingin membantuku, atau bisa di katakan tidak bisa membantuku.
Aku mengangguk paham, tak terlalu mempermasalahkan atau memaksanya. Aku tak mau membuat orang lain terkena imbasnya karena membantuku. Aku sudah kehilangan bibi karena kesalahanku, setidaknya.. Aku tak mau membuat orang ini susah karena ulahku.
"Yaudah, gak apa-apa. Makasih, tapi bisa gak kamu keluar sebentar dari kamarku? Aku mau sendiri." pintaku dan perempuan ini mengangguk seraya beranjak pergi.
Aku kembali duduk, mengambil cemilan yang tadi ku nikmati sendiri. Biasanya aku makan cemilan ini sambil bermain game bersama bibi. Padahal, baru sekitar satu tahun ini bibi bisa di bebaskan dua puluh empat jam bersamaku. Selama ini, tak boleh ada yang mendekatiku dengan intens.
Memangnya aku kenapa sih? Apa yang salah? Apa aku punya penyakit kulit yang menular? Atau aku terkena covid?? Aku juga tidak rabies, tapi kenapa di jauhi??
Kalau mereka tak mau menganggap ku ada, pas lahir kenapa aku tak di beri pada orang lain?? Tak apa jadi ras rendahan, yang penting bisa menikmati kebersamaan dan tidak sendirian.
Aku menghela napas sambil melemparkan pandangan lurus ke depan pintu kamar. Ketika melakukannya, aku tersentak kaget, melihat perempuan aneh ini sedang duduk jongkok sambil memeluk lutut menatapku.
"Bajigur!! Kaget aku!! Ngapain kamu disitu? Mau ku tinju?!" bentakku kesal. Ku pikir dia sudah pergi ketika aku menyuruhnya keluar. Saking kagetnya, Snack yang ada di dalam kemasan ini berhamburan bak hujan salju di kepalaku.
"Brengsek lu!! Gue juga kaget tau!! Ngapain sih abis berlagak jadi model video klip galau, tiba-tiba aja langsung melotot ngeliatin orang?! Pake mandi Snack segala lagi " ia balas membentak ku.
"Mana ada yang kayak gitu!! Aku yang kaget tau!! Lagian kan kamu udah ku suruh pergi, kenapa masih gentayangan disitu?!" balasku lagi.
Ia menghela napas panjang. "Gimana ya.. Gue kan di suruh awasin elu, ya udah deh gue awasin. Sesuai perintah dan tugas, masa' gue ninggalin elu begitu aja. Ya makan gaji buta dong namanya." terangnya.
"Ya.. Bener juga sih! Tapi gak gitu juga kali!! Kan bisa duduk di situ, atau disitu, yang kelihatan di mata lah!!" ujarku sambil menunjuk beberapa tempat duduk yang ada di kamarku.
"Tadi kan elu nyuruhnya keluar, bukan duduk di kamar. Ya jadi gue keluar dan duduk di depan pintu kamar aja."
"Polos apa tolol sih." gumamku kesal.
"Lagian kok lu begitu-begitu aja sih?? Gak ngereog gitu misalnya? Kan gue bosen, yang nakal lah!! Loncat ke lantai bawah deh misalnya."
Aku meringis mendengarnya. "Ngapain aku harus begitu?"
Ia melirik ke atas sesaat. "Ngapain ya?? Haha!! Gak ngapa-ngapain sih, abisnya anak Dicth'anhm yang gue tanganin biasanya nakal-nakal sih, jadi mereka benar-benar gue tangan-nin!" ia menggerakkan telapak tangannya seolah sedang menampar sesuatu.
Aku meringis, beranjak sambil berbalik membelakanginya. "Sana cari kesibukan lain! Aku mau baca buku." ucapku sambil duduk di meja belajarku.
Aku membaca komik, mumpung sedang libur sekolah, tak masalah membaca komik kesukaanku.
"Wah, masih SD kok baca komik p*rno? Itu t*te kan?"
Aku terkesiap kaget hingga melompat dari tempat dudukku. Aku berbalik dan menatap sinis si perempuan aneh yang sedang sibuk melihat lembar komik yang ku buka.
"Ngapain sih?! Ini komik one piece!! Mana ada p*rno nya sih?!" keluhku, setengah menjerit.
"Lah, ini apa dong? T*te kan?" ucapnya sambil menunjuk ke gambar Nami.
"Iya sih bener, tapi kan yang ku baca alur ceritanya, bukan liat gambar t*tenya!!" gerutuku.
Ia melirik seolah mengejekku. "Halah.. padahal sekalian liat juga, kan? Ngomong-ngomong kalau mau liat, yang betulan ada loh.." ucapnya sambil menggoyangkan dadanya, bak sedang dangdutan.
Aku menyipitkan mata dan menatap malas ke arahnya. "Keluar gak kamu!!" ucapku datar.
Ia langsung sok berlagak polos dan bersender diam di dekat meja belajarku. Aku mendengkus sebal sambil kembali membaca komik.
Sebenarnya komik lebih menarik, tapi entah kenapa tingkah orang ini membuatku malah melirik.
"Kok lama banget ya waktu berlalu, perasaan pas datang kesini dan dobrak pintu, baru jam delapan lima puluh. Sekarang kok masih jam delapan lima puluh? Ternyata benar ya kata orang, kalau menunggu itu bikin waktunya jadi melambat." ocehnya sambil menatap jam yang ada di tangannya.
Aku ikut memperhatikan jam di tangannya juga. "Ya iya lah, itu jam di tanganmu mati!!" pekikku kesal.
"Oh, pantesan!! Jam ini cepat rusak, mungkin karena kena hujan terus gue keringin pake oven, sekalian bikin kue bolu pisang."
Aku meringis. "Kamu ini.. Bodoh ya?" tanyaku dengan wajah polos.
"Haha, bacot banget sih bocah!! Agak bodoh lah sih sedikit." ia malah mengakuinya.
"Kamu kenapa gak cari kerjaan lain, kemana kek? Aku butuh privasi, lagian bibi juga gak dua puluh empat jam kok bersamaku. Jadi kamu bisa pergi kemana yang kamu mau." ucapku, mengusir secara halus.
"Maunya sih gitu, tapi.. Entar aja deh, pas jam makan siang. Jadi sekarang disini aja." sahutnya sambil tersenyum aneh menatapku.
"Kamu menyeramkan kalau begitu." keluhku.
Ia menarik napas panjang lalu tiba-tiba saja tangannya meninju meja belajarku, membuatku ikut tersentak karena kaget dengan suaranya. "Haduh!! Gimana ngomongnya ya? Malu banget brengs*k!!" ucapnya. "Sebenarnya gue mau lebih dekat sih sama tuan baru, tapi gue susah deket sama anak laki!! Biasanya gue ngurus anak cewek yang umurnya gak jauh beda dari gue sih. Tugas gue ya itu, jadi mata-mata mereka dan ikut kemana pun mereka pergi. Dugem dan sewa hotel udah hal yang lazim, ternyata ras Dicth'anhm sekarang gak sesuci zaman dahulu ya.." ujarnya.
Aku tak menanggapi beberapa poin yang ia katakan. "Jadi intinya kamu mau kita lebih dekat?" tanyaku memastikan.
"Itu kedengaran norak gak sih? Ya ampun, gue kok malu ya!! Ahaiii!!" ia malah berlenggak-lenggok dengan aneh.
"Jijik tahu!! Aku ini masih sepuluh tahun!!" keluhku. "Kalau mau jadi dekat, ya kayaknya harus punya satu kesukaan atau hobi yang sama. Jadi kita bisa bertukar pikiran tentang hal itu. Atau kamu mau bahas tentang aturan yang tadi? Siapa tau pemikirannya udah berubah."
"Hahaha, bisa banget ya lu nyari celah. Gak ada yang kayak gitu!!" sahutnya cepat. "Kalau hobi, gak ada yang menarik sih.. Gue suka bela diri dan makan, mungkin sama?"
Aku terkesiap. "Sama!" ucapku, membuatnya terkejut karena merasa tak percaya.
"Hah? Apa? Sama? Sama bagian yang mananya?" tanyanya bingung.
"Suka bela diri dan makan." lanjutku.
"Oh ya? Kalau gitu, mau makan keluar gak?? Gue suka jalan-jalan juga sih, kita makan di luar, sambil jalan-jalan." tawarnya, membuatku mengangkat kedua alis karena tertarik.
"Mau!!"
"Oke!! Elu tunggu di sini, biar gue yang pamit ke mama lu." ucapnya sambil berlari keluar dari kamarku.
Aku diam di tempat, melihatnya yang sedang berlari karena kegirangan. Mataku menatap awas dan tajam, membiarkan sosoknya hilang di pandanganku.
.........
Aku duduk di belakang kemudi sambil memperhatikan jendela luar. Sementara perempuan aneh yang duduk di sampingku sibuk menguncir rambutnya dan sedikit memoles wajahnya dengan riasan.
"Kita kemana, tuan?" tanya pak Saipul, supir sekaligus bodyguard di keluargaku. Perempuan di sebelahku langsung menoleh cepat.
"Kita ke rumah bibi." sahutku, membuat pak Saipul mendadak menginjak rem mobilnya. Ia terhenti dan menoleh ke arahku.
"Maaf tuan, tapi.. Kalau nyonya sampai tau, habiskah kami." ujarnya.
Aku hanya menatap kosong ke arah jendela. "Mereka gak bakalan tau kan, lagian mereka peduli apa sih. Gak ada larangan juga buatku untuk berkunjung ke rumah mantan pekerja kan?"
"Ras Dicth'anhm dilarang berkunjung ke kediaman ras Gasth'anhm, tuan." timpal pak Saipul.
"Dilarang kalau ketahuan, kalau enggak.. Ya gak bakalan di larang, kan?" balasku.
Pak Saipul langsung melirik perempuan di sebelahku. Aku yang menyadari maksud pak Saipul pun ikut menoleh ke arah perempuan ini.
"Kamu, jangan katakan ini pada mama. Kalaupun kamu mengatakannya, yang ada dalam masalah bukan cuma aku dan pak Saipul, tapi juga kamu." ujarku, membuatnya menarik napas sambil menatap jengah ke arahku.
"Jadi elu mau keluar karena mau ketemu mantan pekerja lu itu?? Bukan mau jalan-jalan atau makan?" protesnya, terlihat kecewa karena aku sudah membohonginya. Tapi, aku betulan suka bela diri dan makan kok. Aku juga di ajari les beladiri di rumah.
"Kamu terlalu cepat percaya. Lagian siapa sih yang mau jalan-jalan sama orang yang baru di kenalnya, kalau bukan karena ada alasan tertentu." dalihku.
"Bedeb*h cilik! Tau gini gak bakalan mau gue izin sama emak lu. Gue kan mau jalan-jalan juga, udah lama gak jalan-jalan semenjak jadi babu Dicth'anhm!" gerutunya.
Sepertinya dia marah bukan karena aku menipunya, tapi karena tak jadi pergi jalan-jalan. "Nanti sehabis ke rumah bibi, kita jalan-jalan kok."
"Hah? Beneran yah? Oke! Gue bakalan tutup mulut!" ucapnya dengan mata berbinar. Ternyata benar, dia cuma mau jalan-jalan.
Pak Saipul pun menuruti keinginanku. Ia membawa kami menuju rumah bi Narti, tapi belum sampai ke tujuan, mobil kami tiba-tiba saja terhenti.
"Kenapa, pak?" tanyaku khawatir.
Pak Saipul pun menatapku dari spion yang ada di depan. "Kayaknya gak bisa lewat tuan, ada bendera kuning di pertengahan jalan." ucapnya, membuatku menilik keluar jendela, mencari di mana keberadaan bendera kuning.
"Kenapa memangnya kalau ada bendera kuning?" tanyaku tak paham.
"Kalau ada bendera kuning, artinya ada yang meninggal." lanjutnya, membuatku mengernyit.
Bukankah bendera itu mengarah ke salah satu gang, dimana di dalam gang itu hanya ada kediaman Vilhgasth'anhm?
Tidak mungkin!!
Aku langsung turun dari mobil, membuat perempuan aneh dan pak Saipul kaget bukan kepalang.
Pak Saipul ikut turun dari mobil, mengejarku yang sedang berlari melewati motor-motor yang berbaris ramai, hendak melewati tempat itu. Aku berlari cepat, tapi pak Saipul ternyata lebih cepat lagi.
Ia langsung menangkap tubuhku dan mengangkatnya, membuatku terhenti dan menggelepar, berharap di lepaskan oleh pak Saipul.
"Tuan, jangan melakukan hal seperti itu! Ini tempat umum, bukan di sekolah. Ras Dicth'anhm tidak di perkenankan untuk berkeliling tanpa adanya penjagaan!" ucapnya.
Aku diam sambil melirik sinis ke arahnya. "Lepasin tau! Kamu tak lihat itu? Ada bendera kuning di persimpangan rumah bibi, aku mau tau siapa yang meninggal?!" balasku.
Pada akhirnya, pak Saipul mengikuti kemauanku. Ia mengantarku ke rumah bibi. Di depan rumahnya ada beberapa kursi plastik dan juga tenda, serta sampah-sampah cangkir minuman.
Kedatangan kami ternyata di sadari oleh tetangga sekitar, mereka menghampiri kami dan menyapa. "Pak Saipul dari ras Gasth'anhm?" ucapnya sambil menatap pak Saipul, lalu menunduk memberikan hormat ketika menatapku. "Apa yang membuat kalian datang kemari?" tanyanya.
"Mana bibi? Aku ingin bertemu dengannya. Dia baik-baik saja kan?" tanyaku.
Ibu paruh baya ini hanya terdiam. "Anda dari ras Dicth'anhm? Keluarga kesdicth'anhm?Tuan dari Narti Vilhgasth'anhm? Maaf sebelumnya karena lancang menjawab."
"Ya, tak masalah! Aku ingin tahu, kenapa ada banyak kursi, banyak sampah cangkir minuman dan tenda?? Siapa yang meninggal?" tanyaku cepat, membuat ibu ini menundukkan kepalanya.
"Sebelumnya aku kembali meminta maaf, benar-benar meminta maaf. Tapi, sebaiknya tuan kesdicth'anhm tidak berkeliaran di kediaman Vilhgasth'anhm."
"Aku akan pergi setelah bertemu bi Narti! Aku ingin minta maaf dan mengajaknya kembali." balasku.
Wajah ibu ini seketika sendu. "Mohon maaf tuan, sepertinya keinginan itu tidak akan pernah terwujud." ucapnya.
Aku terperangah dengan mulut menganga. "Mustahil!" ucapku. Entah kenapa aku memikirkan kemungkinan terburuk.
"Bi Narti, sudah meninggal empat hari yang lalu, tepat ketika pengabdiannya selesai dari kediamanmu."
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
Ardiani Naura
kak Rima lagi nyidam bajigur dkk nya 😁
2023-10-17
0
unknown
aing BCA marganya wshwswshh bebelit di lidahhhhh😭
2023-09-07
1
Dewie👓
nama2 ras nya syulit dibaca. berasa ada di dunia harry potter😅 semngat kaka othor
2023-08-26
2