Diluar Wewenang ku

Aku mengernyit dalam, membiarkan suasana kamar hening sejenak. Etika ini, sengaja di buat oleh keluargaku?? Berarti, keluarga ras Dicth'anhm lain memang tidak menerapkan hal ini??

Kalau mereka tidak menerapkannya, kenapa keluargaku harus menerapkannya?? Ku kira hubungan antar keluarga memang secanggung itu, tapi teman-teman ras Dicth'anhm yang bersekolah denganku, mereka memang biasa bercengkrama dengan orang tuanya. Sejujurnya, aku juga mencurigai hal itu. Makanya aku meminta izin pada bibi agar bisa membujuk mama untuk makan bersamaku.

Tapi, karena kecurigaan dan keinginanku untuk berada di dekat mama, aku jadi kehilangan bibi seperti yang saat ini terjadi.

Dan karena itu pula, sekarang... Aku harus bertemu dengan perempuan aneh berambut kuning ini.

Ia menatapku tanpa berkata, dan aku yakin ia menyimpan banyak kalimat di pikirannya mengenai keluarga ku, sama seperti yang sekarang ini ku lakukan.

"Jadi.. Ras Dicth'anhm tidak ada yang menganut etika seperti itu, tapi.. kenapa ada di keluargaku? Selama ini aku pikir itu memang ada."

Ia menggeleng tak percaya. "Jadi selama ini elu terus menuruti peraturan itu? Seriusan elu gak ngomong atau deket ama keluarga lu sendiri?"

Aku mengernyit, memasang wajah sejelek mungkin seolah sedang berada di bawah sinar matahari yang terik. "Iya, benar! Terus kamu juga, yang benar kalau memang ras Dicth'anhm itu tidak memiliki etika yang seperti itu? Atau jangan-jangan mereka sengaja menghapusnya, karena kalau di pikir-pikir, itu kan tidak berperikemanusiaan." ujarku.

Ia menekan tangannya ke dagu. "Hm, gimana ya.. Etika itu ada sejak zaman dahulu, dan isinya gak pernah berubah. Jadi kalau sengaja di ubah oleh salah satu ras atau keluarga yang lain, kayaknya mustahil. Kecuali..." ia menatapku dengan sengit. "Kalau isinya di tambah."

Aku terkesiap. "Menambah bukan berarti mengubah? Maksudnya begitu?"

Perempuan ini mengangguk. "Ya, begitulah. Terkadang, seiring perkembangan zaman, akan ada perubahan signifikan terhadap tingkah laku manusia. Tapi, isi dari etika itu terus menerus seperti itu tanpa adanya perubahan. Jadi, kebanyakan garis tertinggi dari sebuah ras meringankan hal tersebut, lagian setiap keluarga kan punya gaya hidup dan karakter yang berbeda-beda, gak bisa di sama-ratakan. Makanya, penambah etika di dalam keluarga itu adalah hal yang legal, jika semua anggota keluarga tak mempermasalahkannya."

Aku mendengkus. "Justru ini jadi masalah! Aku gak terima kalau ada pelarangan berinteraksi dengan keluargaku sendiri. Memangnya aku kenapa? Terkutuk?"

Perkataan ku membuat perempuan ini tersentak. Ia melirik hati-hati padaku tapi enggan bersuara.

"Oh! Kalau mendengar dari pernyataan mu, berarti kita boleh protes mengenai isi etika kalau merugikan salah satu pihak?"

Ia mengangguk. "Iya, emang bisa protes. Tapi elu mau protes perihal apa? Gak bisa berinteraksi dengan keluarga? Elu udah yakin belum, kalau cuma lu sendiri yang gak boleh berinteraksi? Jangan-jangan ini berlaku buat semua anggota keluarga."

Aku terdiam. Dia benar juga. Kalau berlaku untuk semua anggota keluarga, maka protes dari salah satu anggota itu tak akan di tanggapi.

Aku melirik ke arahnya. "Aku punya kakak laki-laki sih, aku gak berinteraksi dengan mereka semua. Jadi aku gak tau mengenai hal itu, apakah kakak juga gak ngomong sama mama, karena aku punya jarak batas untuk mendekati mereka. Tapi..." aku melirik ke arah perempuan ini. "Aturan itu kan sifatnya mutlak, dan hanya berlaku untuk anggota keluarga aja, jadi di luaran itu.. Gak berlaku, kan?"

Perempuan ini membalas tatapanku, merasa ada maksud terselubung dari apa yang ku katakan barusan. "Jadi maksud elu?? Mau memperalat gue buat mengetahui kebenarannya?" terkanya. Aku masih menahan pandangan, menantikan respon yang akan ia berikan. "Gak gak gak! Gue belum dua puluh empat jam bekerja disini, jadi elu jangan bikin gue terlibat dalam masalah besar. Lagian ras Dicth'anhm ini kalau ngasih hukuman ke ras rendahan itu gak ngotak sama sekali!"

Aku merengek. "Yah! Ku pikir kamu mau, karena kelihatannya penasaran juga kan mengenai hal ini?"

Ia mendecakkan lidahnya sambil memasang wajah jutek. "Ya emang penasaran, tapi lu harus tau.. Kami bekerja bersama kalian pun punya aturannya tersendiri. Kalau ngelanggar, ya konsekuensi di tanggung diri sendiri. Emangnya kalau gue mau ikut campur, lu mau pasang badan kalau seandainya gue kena pasal berlapis?"

Aku menghela napas menatapnya. "Mau." sahutku.

Ia mendengkus senyum. "Anak SD mana ngerti soal tanggung jawab. Sekarang emang lu bilang mau pasang badan, tapi kalau saat hal itu terjadi, emangnya lu bisa apa? Bibi elu sendiri juga keluar dari rumah ini, tapi lu gak bisa berbuat apa-apa, kan?"

Aku terdiam, karena perkataannya memang benar. Aku melirik ke segala sisi, berusaha mencari solusi. "Kalau gitu.." aku mengadahkan tangan ke arahnya. "Mana aturan yang mengikat kalian buat kerja di keluarga kami?" pintaku, membuat perempuan ini terkesiap. Ia seolah tak menyangka kalau aku akan meminta hal itu darinya.

"Buat apa?" tanyanya.

Aku tersenyum sambil menganggukkan kepala. "Setiap aturan, pasti punya kelonggaran atau kelemahan."

"Jadi?"

"Ya, aku mau mencari kelemahan itu, supaya ada pegangan yang bisa membebaskan mu dari segala hukuman kalau melanggar aturan yang ada."

Ia terkejut, pupil matanya sampai mengecil karena tak menyangka kalau aku akan mengatakan hal itu. "Gila banget! Elu masih kecil tapi pikirannya licik banget! Kayak mafia!! Gak! Gue gak mau ngasih tunjuk ke elu!" tolaknya.

"Yah.. Tolong lah. Emangnya kamu gak kasian liat anak yang di kucilkan keluarganya?"

"Enggak!" sahutnya cepat.

"Jahat banget! Biasanya kan perempuan itu perasaannya lembut." protesku.

"Ya itu kan perempuan, kalau gue ini mah beda."

Aku mengernyit. "Kamu waria kah?"

Ia langsung reflek menampar keningku. "Enak aja! Maksud gue, gue bukan perempuan, tapi wanita!!" bentaknya.

"Kan kamu cuma nyari tau aja, apa kakak ku juga harus menghindari pertemuan keluarga atau enggak, saling menolong sesama manusia apa salahnya?" keluhku sambil mengusap dahi bekas tamparannya.

"Untungnya buat gue apa bocah prik? Gak ada kan? Lu jangan bikin gue ngeluarin kata-kata indah ya! Lagian elu juga udah terbiasa kan dengan aturan etika sosialisasi keluarga, kenapa gak protes dari dulu kalau seandainya udah curiga ada hal yang berbeda? Lagian kan cuma gak berinteraksi sama keluarga aja. Bukan hal yang besar kok."

Aku terdiam mendengar perkataannya. "Memang bukan hal yang besar, dan aku juga udah biasa di abaikan mereka. Hanya saja, aku lihat kedekatan temanku dengan ibunya, ku lihat.. Sepertinya itu menyenangkan. Mereka tertawa bersama, dia di hargai ibunya. Aku lihat, ibunya berkata hal yang baik. Membuat anaknya senang tanpa membuatnya merasa tersakiti, padahal waktu itu dia tidak dapat peringkat seperti apa yang diinginkan ibunya."

"Sementara aku, sejak dulu aku berusaha menarik perhatian orang tuaku. Aku perawatan dengan baik walaupun dibilang sudah tampan. Aku belajar dengan keras, walaupun sudah pintar. Tapi, tidakkah mereka bereaksi atas usahaku? Tidakkah mereka menoleh ke arahku?"

"Aku hanya ingin waktu bersama mereka, karena bagiku ini tidak adil.. Ketika orang lain bisa bersama ibunya, sementara aku tidak."

"Kalau kenyataannya pun kakakku bisa berinteraksi dengan mama, sementara aku tidak.. Maksudku masalahnya dimana?"

"Bagaimana caranya aku bisa dapat perhatian mereka? Meski tak diberi kasih sayang atau apapun, tapi setidaknya..."

Aku menarik napas yang tercekat di kerongkongan. "Tolong ambil raportku seperti yang lain. Meskipun di rumah aku di abaikan, tapi tolong.. Saat itu datanglah. Aku bingung, di antara kerumunan para orang tua, hanya aku saja yang berdiri sendiri dan kebingungan. Kadang aku memanggil tukang jualan di depan sekolah untuk mengambilnya. Tapi ini bukan hanya tentang mengambil rapor."

"Tapi tentang seberapa penting aku bagi mereka."

"Aku hanya minta kamu membantuku, kalau aku dapat alasan yang jelas dari mereka, tentu aku berusaha memakluminya. Tapi kalau begini caranya..."

"Aku..."

"Benci sekali pada keluarga ku."

Perempuan ini terbelalak sesaat ketika mendengar ucapanku. Ia terdiam dengan tatapan kosong dan sendu. "Bersyukur lah, seenggaknya elu masih bisa melihat mereka meski dari kejauhan."

"Dan soal ngebantu nyari tau alasan di berlakukannya aturan aneh itu. Maaf dik, itu diluar wewenang pekerjaanku."

Bersambung....

Terpopuler

Comments

Always Young

Always Young

suro... kenapa yang aku bayangin malah kun 🤣
kesepian...... 😥

2024-09-20

0

Ernii Aliya

Ernii Aliya

author ku memang cerdas 🥰🥰

2023-10-11

0

and_dunk

and_dunk

apresiasi bikin idup lebih idup

2023-09-20

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!