Hp Hanifah terjatuh.
"Kenapa Andi?" tanya Mamahnya Andi kaget.
"Andi melihat seseorang, Mah, seperti Ayah," tunjuk Andi.
"Mana?"
"Itu, Mah," tunjuk Andi lagi.
Mamahnya Andi memastikan benar atau tidak jika itu suaminya.
Hanifah fokus melihat perempuannya, begitu juga dengan Sandra.
"Han, itu kan Ibu tiri lo,"
"Iya, San, tapi dengan siapa ya?"
Hanifah mengambil hp dan langsung membuka aplikasi kamera, langsung memotret mereka berdua.
Mamahnya Andi membuka pintu mobil, karena memang benar dilihat perawakan dari belakang seperti suaminya.
Hanifah pun sama ikut turun.
"Mau kemana lo, Han?" tanya Sandra kaget.
"Saya ingin tahu, apa yang sedang ibu lakukan disini,"
Sandra pun ikut turun karena takut Hanifah kenapa-kenapa.
"Aa," panggil Mamahnya Andi.
Laki-laki itu menoleh.
"Lagi ngapain disini?" tanya Mamahnya Andi dengan suara gemetaran.
"E...e....anu,...." jawab Ayahnya Andi gugup.
Begitu terkejutnya Hanifah saat Ayahnya Andi menoleh ke belakang. Laki-laki hidung belang itu adalah Ayahnya Andi.
"Jadi ini yang aa lakukan, jarang pulang ke rumah,"
"Astagfirullah, kebetulan apa lagi ini," Hanifah mundur selangkah dan hampir jatuh.
Alhamdulillaahnya, Sandra sudah berada di belakang Hanifah dengan sigap langsung menangkap.
"Kenapa Han?"
"Laki-laki itu," tunjuk Hanifah
"Iya, kenapa?"
"Laki-laki hidung belang,"
"Apa jadi ayahnya Andi...?"
"Iya, San,"
"Astagfirullah,"
Pikiran Hanifah langsung di putar kepada masa lalu, dimana saat Hanifah di ajak makan malam oleh ibu tirinya. Tiba-tiba ada yang datang seorang laki-laki seumuran dengan Abbanya di kira Hanifah itu teman Ibu tirinya. Selesai makan, Hanifah di bawa ke kamar oleh Ibu tirinya.
"Kita menginap disini ya?" ucap Ibu tirinya
"Abba,"
"Ibu sudah meminta izin kok, untuk membawa Hani menginap disini,"
Hanifah mengangguk tidak banyak bertanya lagi dan pergi ke kamar mandi untuk bersih-bersih dan wudhu.
"Bu, mukenanya ada?" tanya Hanifah saat keluar kamar.
"Ibu gak bawa, Hani sudah tidak membutuhkan mukena lagi, kan, Hani baju dan jilbabnya sudah panjang,"
"Oh, iya," jawab Hanifah.
Hanifah shalat tanpa mukena dan sajadah.
Setelah selesai shalat, Ibu pamit pergi keluar.
Hanifah siap-siap untuk tidur.
Ada yang membuka pintu, di kira Hanifah itu adalah Ibu tirinya, Hanifah melanjutkan berbaring dan mencoba menutup matanya.
Orang itu masuk dan mendekat ke arah Hanifah.
"Cantik," ucap orang itu
Hanifah tidak mendengar pasti.
"Tumben ngasih barang bagus," ucapnya lagi.
Hanifah hendak masuk ke alam mimpi.
Orang itu meraba seluruh tubuh Hanifah.
Hanifah seketika terbangun dan alangkah kagetnya ada seorang laki-laki, dikamarnya.
"Siapa kamu?"
"Saya seseorang yang sudah membayarmu dengan sangat mahal,"
"Apa yang akan kamu lakukan?" Hanifah malu
"Bersenang-senang," dengan tersenyum bahagia
"Jangan mendekat," teriak Hanifah
"Jangan takut, saya akan memberikan suatu kenikmatan. Kita akan sama-sama nikmat,"
"Aku mohon jangan, Pak, aku masih anak kecil, usiaku masih 15 tahun," ucap Hanifah sambil menangis.
"Justru saya suka itu," ucap laki-laki itu.
Hanifah mencoba bangkit, namun laki-laki itu menahannya dan mulai akan menyerangnya.
Hanifah sekuat tenaga berontak.
Laki-laki itu semakin menambah tenaganya.
"Bismillah, lahawla walla kuwwata illa billahi," teriak Hanifah sambil menendang laki-laki itu tepat di ***********.
Laki-laki itu langsung terjatuh.
Saat Hanifah akan lari, laki-laki itu menarik jilbab panjang Hanifah.
Hanifah membiarkannya terlepas.
Hanifah keluar kamar dan terus berlari.
Laki-laki itu menghubungi Ibu tirinya Hanifah.
Mereka mengejar Hanifah.
Namun Hanifah berlari sangat cepat sehingga tidak terkejar oleh mereka.
Mereka menghentikan pengejaran.
Saat melihat ke belakang tidak ada mereka, Hanifah menghentikan langkahnya dan diam tersungkul di pinggir jalan. Hanifah sudah berlari begitu jauh meninggalkan hotel.
Hanifah tidak mengetahui sedang berada dimana, secara Hanifah jarang keluar rumah.
Sandra menyenggol badan Hanifah menggunakan lengannya.
Hanifah kaget dan segera kembali ingatannya.
"Kenapa kamu, Hani?" tanya Sandra saat melihat Hanifah melamun.
"Tidak apa-apa,"
"Wajah lo tu pucat," kata Sandra sambil menunjuk ke arah wajah Hanifah.
Hanifah meraba wajahnya sendiri, begitu dingin.
"Sedang apa aa disini?" desak mamahnya Andi
"Ini sedang menemui klien, neng," jawab Ayahnya Andi sedikit tenang dari sebelumnya.
"Kenapa di pinggir jalan begini?" tanya Mamahnya Andi heran
"Iya ini sedang mencari tempat,"
Hanifah mengumpulkan kekuatan untuk ikut bergabung dengan Mamahnya Andi.
Andi dan Adam ikut turun.
"Eh, ada Ibu disini, sedang apa dengan laki-laki ini lagi?" tanya Hanifah
"Ibuuuu?" tanya Mamahnya Andi kaget
"Iya, Tante, ini istri Abba yang sekarang,"
Ibu tirinya Hanifah kaget.
"Sama om juga, sedang apa kalian?"
Andi dan Mamahnya Andi kaget, Hanifah bisa mengenal Ayah dan suaminya. Andi saja baru kenal Hanifah di kampus. Mamahnya Andi saat Hanifah main ke rumahnya kemarin.
"lo kenal sama bokap gua?" tanya Andi
Hanifah mengangguk sambil tersenyum.
Ayahnya Andi gugup takut Hanifah membongkarnya.
"Pernah ketemu dimana, secara gua saja baru ketemu lo sekarang,"
"Tanya saja sama Ayahmu, An, saya takut nanti di sangkanya fitnah,"
"Dimana Yah?"
Ayahnya Andi tidak menjawab.
Mamahnya Andi diam.
"Ibu mau mengorbankan anak gadis siapa lagi?" tanya Hanifah sebagai tanda jawaban yang di pertanyakan oleh Andi dan Mamahnya.
"Apa kamu, jangan ikut campur,"
"Siapa yang mau ikut campur, kalau anda orang lain bukan urusan saya apa yang sedang anda lakukan. Tapi Anda kan Istri dari Abba,"
"Sudah jangan ganggu hidup saya,"
"Yang ganggu hidup saya duluan siapa?" tanya Hanifah tegas
"Kamu," hampir menampar
Sandra menahannya.
"Jangan-jangan anda ituuuu...uuu?" tanya Hanifah terhenti
"Penyedia perempuan pekerja **** alias germo" celetuk Sandra.
"Siapa kamu?"
"Gua, teman anak tiri lo yang hampir lo jadikan korban,"
"Jangan ikut campur!"
Hanifah menahan Sandra lagi untuk lebih sabar, meski ibu tirinya menyebalkan namun tetap harus di hormati dan di hargai karena usianya lebih tua dibandingkan kita.
"Sudah, San,"
"A, apakah benar, aa mau kencan dengan seseorang yang di sediakan oleh perempuan itu?" ucap Mamahnya Andi penuh emosi.
Ayahnya Andi hanya diam.
"Andi, tidak menyangka. Andi sangka Ayah itu laki-laki yang hebat, yang sayang sama anak istri. Nyatanya Ayah itu seorang pecundang,"
"Tidak begitu, Nak,"
"Sudah, Mah, Ayo pulang. Andi muak melihat Ayah," Ajak Andi kepada Mamahnya, "Jangan cari kami," ucap andi lagi.
"Neng tunggu di Jakarta,"
Ayahnya Andi terdiam tidak mengeluarkan sepatah kata pun.
Andi, Mamahnya Andi dan Adam pergi ke mobil.
"Om, salah tante itu apa?, dia cantik, baik lagi," tanya Hanifah.
Ayahnya Andi masih terdiam.
"Om hanya ingin kenikmatan yang sesaat melupakan kenikmatan yang halal, penuh keberkahan dan ibadah,"
Ayahnya Andi diam seribu bahasa.
"Apakah om tidak berfikir, jika orang lain kencan dengan anak perempuan om?" tanya Hanifah lagi yang belum puas.
"Om sudah merusak anak-anak gadis itu, sudah berapa banyak, dosa zina itu dosa besar. Sudah berapa besar dosa yang harus om tanggung?"
Ayahnya Andi meneteskan air mata.
"Sudah pergi sana jangan banyak ngomong," perintah Ibu tirinya Hanifah.
"Anda harus bersyukur, tidak memiliki anak. Kalau punya, anda harus siap-siap menerima balasan dari do'a-do'a mereka yang sudah anda korbankan. Hukum Allah itu berlaku," Hanifah mengingatkan.
"Gua gak takut, pergi sana,"
"Hati batu,"
Ayahnya Andi pergi meninggalkan Hanifah dan Ibu tirinya.
"Hani, Sandra, ayo!" panggil Andi.
"Semoga segera dapat hidayah," ucap Hanifah.
Hanifah dan Sandra berjalan ke mobil dan segera naik ke mobil Andi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments