Umminya Zayn memandang Hanifah penuh iba.
Abba datang di rumah Abbinya Zayn.
Hanifah menunduk
Sandra diam.
Ibu tirinya Hanifah memandang dengan wajah menantang kepada Hanifah.
"Silahkan masuk Abba,"
Abba pun masuk dan duduk di dekat Hanifah.
"Ada apa ini, Pak?" tanya Abba kepada Abbinya Zayn.
"Silahkan Ummi, cerita," ucap Abbinya Zayn kepada istrinya.
Umminya Zayna bercerita sesuai dengan apa adanya.
"Sekarang silahkan, Bu," ucap Abbinya Zayn kepada Ibu tirinya Hanifah.
Ibu tirinya Hanifah mengelak dan menjelaskan versi dirinya, namun ada perbedaan dengan cerita sebelumnya kepada Abbinya Zayn.
"Baik, kami tampung dulu ya, sekarang giliran Hanifah,"
Hanifah menceritakan sesuai dengan ucapan Umminya Zayn.
"Astagfirullah, innalillahi, mau kamu apa, kenapa begitu benci terhadap putriku, hah, salah Hanifah kepadamu apa?" Abba bertanya kepada istrinya dengan nada yang tinggi.
Ibu tirinya melawan ucapan Abba.
"Sudah, sudah, kita selesaikan semuanya dengan tenang dan tidak menggunakan emosi," ucap Abbinya Hanifah.
Ibu tirinya Hanifah memang sangat egois, keras kepala dan sombong.
"Sekarang kita sudah bisa menilai, siapa yang salah dan siapa yang benar,"
"Saya seperti ini, karena saya sudah kesal dari awal bertemu, wajah Hanifah terlihat tidak suka terhadap saya," bela Ibu tirinya Hanifah.
"Apakah itu benar Hanifah?"
"Tidak suka, iya, takut juga, iya, alasan saya meninggalkan Abba begitu lama karena saya takut bertemu dengan istrinya," jawab Hanifah lugas.
"Boleh tahu alasan kenapa takut dan tidak suka," selidik Abbinya Zayn
"Tidak suka dan takut itu karena kejadian 5 tahun yang lain,"
"Kejadian apa?"
"Seperti yang tadi saya jelaskan kepada Ummi dan Abbi, serta abba di rumah, Ibu mau menjual saya kepada lelaki hidung belang, Alhamdulillaahnya saya masih Allah lindungi sehingga bisa kabur,"
"Benar itu, Bu?"
Sudah mulai tersudut namun Ibu tirinya Hanifah selalu mengelaknya.
"Baik, dari tadi Ibu selalu mengelak," Abbinya Zayn sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
Umminya Zayn selalu beristigfar.
Abba melihat ke arah istrinya dengan tatapan geram.
Hanifah bicara ketika di butuhkan.
"Apakah masih mau mengelak dan membela diri sendiri?" tanya Abbinya Zayn memastikan.
"Coba jelaskan kenapa Ibu begitu?" tanya Abba dengan suara lembut.
"Ingin uang, Abba," celetuk Hanifah.
"Jangan asal bicara kamu!" teriak ibu tirinya.
"Stop, saya belum mengizinkan anda untuk berbicara," abbinya Zayn sudah mulai tegas
Penyelesaian masalah berjalan alot, karena Ibu tirinya Hanifah selalu mengelak dan melawan. Nadanya pun selalu tinggi.
"Abba, apakah keseharian istri Abba seperti ini?" tanya Abbinya Zayn.
"Tidak, pak, oleh karena itu saya kaget mendengar ucapan dari Hanifah dan melihat sikapnya kepada Hanifah yang terlihat jelas seperti sangat membencinya,"
Hanifah tanpa sengaja menangis.
Umminya Zayn mendekat dan memeluk Hanifah.
"Boleh, saya bicara dan bertanya Abbi?" ucap Sandra
"Boleh, silahkan," abbinya Zayn mengizinkannya.
"Apakah selama ini Hanifah gadis penurut?"
"Iya, sangat penurut, bahkan kepada Abba Hanifah sangat menghormatinya,"
"Kenapa sekarang sangat berubah dari sikap dan penampilannya?" tanya Sandra kembali.
"Saya tidak tahu, mungkin pergaulan,"
"Karena ada luka yang begitu dalam dari hatinya. Karena apa, selama ini Hanifah tidak pernah mengungkapkannya kepada siapapun, termasuk tadi saat dalam perjalanan menuju sini Tante Ratna bertanya kepada Hanifah, Hanifah hanya diam," terang Sandra
"San, sudah, cukup," pinta Hanifah
"Belum, Han, Saat saya pertama ketemu, Hani itu begitu lusuh, saya tanya kenapa, dia hanya menjawab saya sudah melakukan perjalanan yang begitu jauh. Kebetulan saat itu saya sedang mengikuti balap motor di Bandung. Akhirnya saya mengajaknya ke Jakarta karena merasa tidak tega meninggalkannya sendiri. Terlihat keras dari luar, hatinya rapuh apalagi kalau sedang mengingat Ummah, selalu menangis," cerita Sandra.
Abba mengeluarkan air mata mendengarkan cerita Sandra.
"Kalau karena pergaulan, Hanifah tidak akan juara di kampus ataupun di arena lomba," kata Sandra lagi yang masih merasa cukup.
"Apakah tidak merasa sedih mendengar Hanifah, bagaimanapun Hanifah kini sudah menjadi anakmu," jelas Abbinya Zayn kepada Ibu tirinya Hanifah
"Saya akan menyayangi kalau dia hormat dan patuh kepada saya,"
"Abbi, sudah cukup, semuanya akan percuma, sekarang semua kesalahan adanya pada Hanifah. Hanifah jadi anaknya Abba dan Ummah. Maafkan Hanifah Abba jika tidak kesini lagi karena Hanifah tidak ingin menganggu rumah tangga Abba, semoga Abba selalu sehat dan bahagia dengan Ibu, Hanifah izin pulang ke Jakarta," sambil menangis sesenggukan
Umminya Zayn ikut menangis dan memeluk Hanifah sangat erat, "Sabar ya, sayang," bisik umminya Zayn.
"Nak, kesini ya kesini, tengokin Abba yang sudah sakit-sakitan begini,"
Ibu tirinya terdiam.
Hanifah berdiri dan melangkahkan kakinya ke arah Abba.
"Hanifah sayang Abba, meski sebelumnya kita jauh Abba," peluk Hanifah.
Umminya dan Abbinya Zayn berdiri.
Ibu tirinya tersenyum penuh kemenangan.
"Nak, sabar ya," ucap Abbinya Zayn sambil mengusap kepala Hanifah.
"Abbi, Ummi nitip Abba, jika ada apa-apa kasih tau Hanifah, ini nomor nya,"
"Baik, sayang, pasti Ummi kasih tau,"
Ibu tirinya Hanifah tetap duduk.
"Kami pulang, Bu," ucap Hanifah kepada Ibu tirinya.
"Hmmm," jawabnya masih menunjukkan ketidak sukaannya.
Hanifah keluar pintu, rumahnya Zayn.
Sandra mengikutinya dari belakang.
"Tunggu," teriak Ibu tirinya Hanifah
"Mau apa kamu?" Abba mencoba menahan.
Hanifah dan Sandra berjalan menuju rumah neneknya Andi.
"Gila ibu tiri lo," keluh Sandra
Hanifah hanya tersenyum enggan membalasnya.
"Kenapa gak sampai selesai sih, Han,"
"Kita tidak banyak waktu, San, lagian Ibu mengelak terus tidak mau mengakui,"
"Iya, kita saja sekolah di Fikom gak pintar berkelit seperti ibu tiri lo," sindir Sandra
Hanifah hampir tertawa.
"Hanifah," suara laki-laki yang tidak asing lagi, memanggil Hanifah
Hanifah langsung menoleh ke belakang, "Ya, Abba,"
"Maafkan istri Abba," ucap Abba
"Sudah Abba, Hani sudah memaafkannya. Namun Hani tidak akan kesini lagi, jika keadaannya masih seperti ini," ucap Hanifah yang tidak mau mencari ribut.
"Sabar ya, sayang,"
"Iya, Abba, Hanifah juga akan tetap meminta kepada Allah untuk membalikkan hati Ibu supaya sayang terhadap Hani,"
"Hani sayang sama Ibu?" abba mencoba bertanya terhadap Hanifah
Hanifah tidak menjawab.
"Abba akan bantu juga do' a, supaya Hani juga sayang sama Ibu"
Hanifah mengangguk sambil berkata, "Aamiin,"
Abba memeluk Hani, "maafkan Abba tidak bisa berada di samping Hani saat Hani beranjak dewasa,"
"Tidak apa-apa, Hani yakin, ini semua berkat do'a Abba, sehingga Hani masih tetap berdiri tegak disini,"
Hanifah mencium tangan Abbanya lagi
Abba mencium kening dan ubun-ubun Hanifah.
Terasa sejuk dalam hati Hanifah.
Abba mencoba membalikkan badannya dari Hanifah.
"Abba, Hani tidak tahu kehidupan Abba sekarang. Izinkan Hani berbakti sama Abba," Hani menarik tangan Abba lalu memberikan kembali uang yang di lempar oleh Ibu tirinya tadi.
"Hani ada?" tanya Abba yang enggan menerima pemberian Hanifah
"In Syaa Allah, Hani lebih dari cukup,"
"Baik, kalau begitu Abba terima, karena sekarang Abba sudah tidak bisa kerja lagi,"
"Iya, Abba, dengan senang hati," Hanifah balik kanan dan berjalan kembali dengan Sandra.
Abba pun sama berjalan menuju rumahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments