Hanifah masih termangu melihat hadiah tersebut ada perasaan tidak percaya.
"Saya tidak ingin gila sendiri, mau ke kamar Sandra saja," pikir Hanifah sambil bangun dan keluar tidak lupa pintu kamarnya di tutup.
Hanifah mengetuk pintu kamar Sandra.
"Masuk saja Han," seru Sandra
"Lagi apa kamu?" sambil masuk ke dalam
"Lagi memandang hadiah, asli gua tidak menyangka,"
"Apalagi saya, mau di apakan ya itu uang?" tanya Hanifah dengan suara pelan.
"Gua mah mau beli rumah sama motor lagi, kalau nanti gua pulang ke kampung orang tua bangga sama gua," dengan PEDE nya
"Kalau saya apa ya?" pikir Hanifah
"Buat inves saja, tabungan masa tua,"
"Apa ya?"
"Kalau tidak bisnis apa gitu?"
"Buat beli tanah saja, gitu?"
"Ya, tanah saja. Buat bikin kos-kosan. Kos nya jangan bikin yang mahal, sederhana saja asal istimewa, kamar 1. Supaya kalangan menengah ke bawah bisa terjangkau,"
"Benar juga ya, biar anak-anak muda yang seperti kita bisa membayarnya,"
"Iya, supaya tidak terjerumus ke hal-hal yang tidak baik,"
"Idenya cemerlang, saya suka, makasih ya besti,"
"Sama-sama,"
"Besok kuliah jam berapa?"
"Pagi,"
"Oh, oke, saya balik ke kamar,"
"Iya, gua juga mau tidur,"
Hanifah kembali lagi ke kamarnya.
Membuka kunci lalu masuk ke dalam kamar. Ke kamar mandi untuk mengambil wudhu lalu keluar dan shalat.
Hanifah menyiapkan untuk besok kuliah mulai dari diktat, buku, tugas dan pakaiannya.
Semuanya sudah rapi, Hanifah naik ke atas kasur dan berbaring untuk tidur tidak lupa membaca do'a.
Keesokan harinya.
Hanifah bangun tidur saat mendengar alarm hp.
Ke kamar mandi dan lalu shalat.
Hanifah menyiapkan sarapan.
Meski rasanya ingin melupakan masa lalunya, namun selalu teringat. Apalagi jika sudah teringat Ummah, air mata tidak bisa terbendung lagi.
Sandra datang, "Apa sih, Han, pagi-pagi sudah mellow saja,"
"Iya, nih," mencoba tersenyum dan mengusap air matanya.
"Kangen Ummah?"
"Iya, nih,"
"Ya, sudah nanti gua antar deh, ziarah ke kuburan Ummah lo,"
"Makasih, ya, sekarang saya mau mandi dulu, siap-siap pergi ke kampus,"
"Iya, siap, gua juga mau balik dulu ke kamar,"
Hanifah membereskan bekas makan dan langsung pergi ke kamar mandi, mandi lalu ganti baju.
Hanifah anak gadis yang suka kerapihan oleh karena itu, setiap sudut kamar di perhatikan dengan seksama takutnya ada kotoran atau debu yang tersisa.
Begitu pun dengan pakaiannya, meski terlihat cuek namun setiap bagian yang menempel di tubuhnya di usahakan cocok dan rapi.
"Hanifah sudah siap?" teriak Sandra yang sedang mengunci pintu kamarnya.
"Sudah, San," Hanifah keluar dan segera mengunci kamarnya juga.
Hanifah dan Sandra jalan secara bersamaan ke halaman rumah.
Kami menuju motor masing-masing.
"Han, gua jam pertama gak akan masuk ya,"
"Kok, gitu?"
"Malas gua,"
"Malas atau mau janjian nih?"
"Tau saja lo, iya gua udah janjian sama Adam,"
Adam adalah laki-laki keren dan populer di kampus, semua mahasiswi ingin menjadi ceweknya, kecuali Hanifah.
"Iya, deh, terserah kamu saja,"
Sandra orangnya keras tidak bisa di kasih masukan atau saran.
"Gua nitip absen ya?"
"Ah, gak, dosennya killer, mana bisa nitip absen,"
"Iya, deh, bilang saja gua sakit,"
"Malaikat catat, mau kamu?"
"Ah, serba salah. Ya udah gak apa-apa, yang penting gua ngedate bareng Adam," ucap Sandra nyengir.
Hanifah sudah ada di atas motor, "Saya duluan ya," teriak Hanifah.
"Iya, sudah, hati-hati di jalan,"
Sandra naik motor dan mengikuti Hanifah dari belakang. Namun di pertengahan jalan mereka terpisah, Hanifah jalan lurus menuju kampus sedangkan Sandra belok kanan untuk menemui Adam sesuai dengan tempat janjian mereka.
Hanifah gadis yang rajin. Dia tidak pernah meninggalkan kelas kecuali memang sedang sakit.
Hanifah tiba di kampus.
"Wah, ladybikers kita datang nih," ucap Andi
"Apa, An," ucap Hanifah lembut
"Hebat lo, asli tidak terkalahkan," puji Andi
"Alhamdulillah, semua ini pertolongan Allah,"
"Lo tu style gaya, seperti cowok, tapi kalau sudah ngomong agamis banget,"
Hanifah hanya tersenyum untuk menanggapi ucapan Andi.
Mereka jalan bersama menuju kelas.
"Lo bagai memiliki dua dunia,"
"Apa sih, Andi?"
"Kalau lo memilih penampilan agamis juga, gua deh yang pertama melamar lo,"
"Siapa juga yang mau sama kamu?"
"Masa lo gak tertarik sama gua yang ganteng gini?" Goda Andi
"Bisa jadi tertarik, asal kamu juga pakai baju koko dan kopeah kayak Guz Azmi, saya mau. Gakkan nolak deh," jawab Hanifah sambil tersenyum.
"Waduh, ya gua gakan bisa jadi Guz Azmi, karena bokap nyokap gua bukan keturunan kyai," sambil garuk-garuk kepala.
"Ya, minimalnya ngerti agama lah,"
Dosen sudah masuk, perbincangan antara Andi dan Hanifah terhenti.
"Siang!"
"Siang, Pak,"
"Silahkan kumpulkan tugas kalian,"
"Lo udah?" tanya Andi dengan muka tegang melihat ke arah Hanifah.
Hanifah mengangguk.
"Gua belum," sambil menepuk jidat
"Makanya jangan ngerayu terus," ucap Hanifah sambil tersenyum.
Hanifah berdiri dan mengumpulkan tugas di meja dosen.
"Hanifah, selamat ya?"
Hanifah bengong
"Selamat untuk apa, Pak?" tanya Hanifah
"Selamat atas kemenangannya, di perlombaan balap kemarin,"
"Kenapa Bapak bisa tahu?" wajah Hanifah bengong.
"Emang Hanifah tidak tahu kalau lomba kemarin di siarkan di televisi nasional,"
"Alhamdulillah, tidak tahu, Pak,"
"Padahal tranding topik loh di tweeter dan youtube," teriak Andi.
"Oh, begitu. Saya sama sekali tidak tahu dengan pemberitaan tersebut. Namun terima kasih atas ucapannya, Pak,"
"Sama-sama, selamat bergabung di tim Asia,"
"Terima kasih, Pak, In Syaa Allah,"
Hanifah kembali ke tempat duduk.
"Bapak dan dosen-dosen yang lain sangat bangga sama Hanifah, jago di jalanan, pintar dan rajin pula kuliahnya,"
"Saya juga bangga, Pak, jadi temannya," teriak Andi.
"Sekali lagi kita kasih selamat untuk Hanifah,"
Semuanya bertepuk tangan.
"Di sini ada yang belum mengumpulkan tugas?"
Andi dan beberapa orang mengangkat tangan.
"Yang belum mengerjakan tugas, silahkan selesaikan dulu tugasnya diluar. Nanti masuk kembali jika tugasnya sudah selesai,"
Andi dan yang belum mengerjakan tugas, berdiri dan keluar meninggalkan kelas tanpa banyak bicara. Karena dosennya terkenal dengan dosen yang tegas dan disiplin.
Di dalam kelas hanya ada 5 orang, termasuk Hanifah.
Perkuliahan tetap berjalan.
Hanifah memperhatikan dengan sangat fokus.
Kelas sudah selesai.
"Selamat siang," ucap dosen yang hendak meninggalkan kelas.
"Siang,"
Hanifah pergi ke mushola untuk mendirikan shalat dhuha karena dilihat masih pukul 09.00.
Waktu Terbaik Sholat Dhuha.
Namun dianjurkan untuk menundanya sampai matahari setinggi tombak. Pendapat ini diriwayatkan An Nawawi dalam kitab Ar-Raudhah. Sebagian ulama syafi'iyah lainnya berpendapat bahwa shalat Dhuha dimulai ketika matahari sudah setinggi kurang lebih satu tombak.
Shalat dhuha sudah d dirikan, Hanifah isi dengan baca Qur'an sambil menunggu waktu dzuhur.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments