Sandra yang menyadari akan komentar-komentar itu. Tidak berani bicara apa-apa. Takutnya salah bicara, nanti membuat Hanifah marah.
Hanifah segera menutup video-video itu.
Dan menatap keluar.
"Han, siapa dia?" Akhirnya Sandra memberanikan diri untuk bertanya.
"Entahlah, saya juga tidak tahu," tetap melihat ke arah luar.
"Tidak ingin mencari tahu?"
"Nanti saja,"
Hanifah sebenarnya sangat ingin mencari tahu namun dia enggan masa lalu nya terkuak. Yang membuat dia seperti ini sekarang.
"Ibu, Hanifah kangen," lirih Hanifah sambil mengusap air matanya yang tanpa permisi keluar.
Andi melihat dari kaca yang ada di depan atas, Andi langsung menoleh ke arah Hanifah.
"Kenapa Han?"
"Tidak apa-apa, hanya lagi ingat ibu saja,"
"Do'akan saja,"
"Iya, An,"
"Kita hari sabtu dan minggu mau ziarah ke makam Ibunya Hanifah yang di kampung, kalian mau ikut?" Ajak Sandra.
"Boleh, ayo!"
"Pakai motor ya?"
"Bagaimana kalau pakai mobil gua, gua siap jadi drivernya bolak balik,"
"Ya, saya setuju," jawab Hanifah spontan
Hanifah berpikir jika memakai motor bisa saja ketemu sama saudara-saudaranya di kampung kalau pakai mobil kan, hanya naik dan turun langsung di pemakaman.
"Siap," jawab Sandra senang.
Adam tidak menjawab hanya mengangguk saja.
Hanifah melanjutkan meĺihat ke arah luar.
"Kita beli cemilan dulu ya, ke mini market. Takut di rumah tidak ada apa-apa," seru Andi
Andi membelokkan mobil ke halaman minimarket dan berhenti.
"Hanifah, mau turun?"
"Tidak saya tunggu disini saja,"
"Oke, tunggu sebentar ya?"
Hanifah mengangguk
Andi dan Adam turun dari mobil.
"Han, gua tau loh merasa terganggu kan sama komentar-komentar itu?"
Hanifah mengangguk.
"Nanti kita cari tahu siapa dia,"
"Saya belum siap, San, terlalu pahit untuk kembali ke masa lalu,"
"Kalau tidak siap, gimana cara lo bisa kembali dengan keluarga lo?"
"Saya tidak ingin kembali,"
"Bokap lo gak salah sama lo, kembali lah untuk dia. Lo gak tau kan keadaan bokap lo sekarang?"
"Ayah saya gak sayang, San, dari Ibu masih ada juga sangat acuh dam buktinya sekarang dia gak mencari saya,"
"Tidak mungkin ada orang tua yang tidak sayang sama anaknya, tau dari mana lo, kalau bokap lo gak nyariin lo?"
Hanifah terdiam.
"Jangan terlalu keras sama diri lo, coba terima dengan hati yang lapang, mungkin ini cara Allah agar lo bisa bertemu dengan bokap dan teman masa kecil lo. Kalaupun nanti ada apa-apa gua akan tetap ada di samping lo," jelas Sandra
Hanifah menoleh ke arah Sandra dan tersenyum, "Terima kasih ya,"
Sandra memeluk Hanifah.
Hanifah pun balik memeluk erat Sandra.
Andi dan Adam masuk ke dalam mobil.
"Wow ada apa nih?" tanya Andi dengan wajah yang penuh curiga.
"Kepo lo, urusan cewek," seru Sandra.
Hanifah hanya tersenyum.
"Ini buat lo," kata Andi memberikan minuman teh manis kepada Hanifah.
"Gua mana?" tanya Sandra
"Minta ke gua, minta sana ke cowok lo," jawab Andi.
Adam hanya tersenyum dan segera memberikan minuman untuk Sandra.
Andi sudah berada di belakang kemudi dan segera memundurkan mobilnya yang dipandu oleh juru parkir.
Sudah berada di jalanan dan bersatu dengan mobil yang lainnya.
Andi menjalankan mobilnya dengan kecepatan tinggi.
Sandra dan Hanifah yang sudah biasa kebut-kebutan ketika lomba menghadapinya dengan santai. Berbeda dengan Adam, dia teriak-teriak ketika Andi menambah kecepatannya.
"Andi, jangan kenceng-kenceng," teriak Hanifah.
"Kenapa kalah saing ya, sama gua?"
"Bukan, berisik tau. Gak sadar apa yang disampingmu teriak-teriak gitu kayak banci," ucap Hanifah dengan ketus
"Oiya, sorry, Dam, gua gak ingat kalau lo takut akan kecepatan tinggi,"
"Gila lo, pingin gua mati ya?" kata Adam sambil mendorong kepala Andi.
Hanifah mencoba tersenyum, Sandra sudah menyeringai lebih dulu.
"San, lo kuat pacaran sama Banci?" tanya Hanifah kepada Sandra.
"Gua pobia kalau jalanin motor atau mobil kencang-kencang, karena gua pernah menabrak kucing hingga meninggal saat masih SMA dulu," bela Adam yang tidak terima disebut banci.
"Kalau lo, sekarang mengendarai motor bagaimana?"
"Jalannya kayak kura-kura," Sandra membantu menjawab.
"Ya, semoga cepat sembuh saja deh pobia nya. Yang terpenting mau cepat atau lambat kuncinya hanya satu fokus," jelas Hanifah.
Adam mengangguk.
"Nanti akan kami dampingi deh, biar tidak takut lagi,"
"Iya," jawab Adam dengan suara pelan.
"Iya, masa lo mau kalah sama cewek lo," ledek Andi.
"Ya, gak lah," jawab Andi sambil tersenyum.
Sudah sampai di rumah Andi.
Semuanya turun dari mobil.
"Gak nyangka rumah lo besar, An," kata Sandra.
"Iya," sambung Hanifah
"Karena penampilan gua yang begini?"
"Hooooh," jawab Sandra.
"Ayo masuk," ajak Andi.
Semuanya mengikuti Andi.
Rumah Andi sangat besar, ada tiga lantai.
Andi membawa semuanya ke ruang tamu.
Andi pergi ke dapur untuk meminta ke ART nya membuatkan minum dan cemilan lalu di bawakannya ke ruang tamu.
"Ada siapa, An?" tanya Mamahnya Andi.
"Ada teman-teman kampus, Mah,"
"Oh, tumben membawa teman-teman ke rumah,"
"Iya ingin kerja kelompok, Mah,"
"Alhamdulillaah,"
Mamahnya Andi berjalan menuju ruang tamu untuk menemui teman-temannya Andi.
Andi ke kamar membawa buku, kertas dan leptopnya.
"Sore, semuanya," sapa mamahnya Andi.
"Sore," jawab Hanifah sambil menoleh kepada sumber suara.
"Ini Hanifah yang juara balap motor itu kan?" tanya Mamahnya Andi
"Iya, betul, Tante," ucap Hanifah sambil berdiri dan mencium tangan mamahnya Andi.
Mamahnya Andi melihat wajah Hanifah tanpa berkedip, menjadikan Hanifah salah tingkah dan tidak enak hati.
"Tapi kok Tante sudah tidak asing lagi ya, melihat wajah Hanifah dari dekat," kata Mamahnya Andi.
"Mungkin gara-gara pemberitaan tentang Hanifah, membuat Tante sudah tidak asing lagi sama Hanifah,"
"Tidak, bukan, apakah Hanifah ini anaknya Safitri,"
Hanifah termenung mendengar kata Safitri, "Iya," jawab Hanifah ragu.
"Safitri yang dari daerah Pamempeuk, Banjaran kan?"
"Iya, Tante, kenapa Tante bisa tahu?"
"Tante kan dari sana juga, karena Ayahnya Andi kerja disini jadi Tante ikut tinggal disini juga," ucap Mamahnya Andi, "Ibumu itu Saudara Tante, kami sepupuan,"
"Maa Syaa Allah, jadi secara otomatis saya dengan Andi?"
"Iya, saudara, gimana kabarmu sekarang Nak?"
"Seperti yang Tante lihat, Alhamdulillaaah, Hanifah baik,"
"Alhamdulillaah, Tante senang bisa ketemu dengan Hanifah," Mamahnya Andi memeluk Hanifah.
"Hanifah juga senang, sekarang Hanifah tidak sendiri lagi,"
"Ya, kalau Hanifah ada apa-apa, kesini saja, pintu rumah Tante selalu terbuka,"
"Terimakasih Tante,"
"Kamu mirip sekali dengan Ibumu, Han, kenapa meninggalkan kampung?" tanya Mamahnya Andi sambil mengajak Hanifah untuk duduk.
Andi datang dengan penuh tanda tanya melihat Mamahnya dan Hanifah terlihat begitu dekat.
Sandra dan Adam hanya saling melirik.
"Ada apa ini?" tanya Andi heran, "Apakah Mamah membicarakan Andi ya, sama Hanifah?" Sambung Andi yang masih heran.
"Dasar raja kepo, ingin tau terus urusan orang," jawab Hanifah.
"Malam ini menginap disini ya Han, Tante ingin bercerita banyak tentang Ibumu,"
"Mamah dan Mamahnya Hanifah kenal?" Andi mengerutkan keningnya.
"Bukan kenal lagi, kami saudara,"
"Jadi Andi sama Hanifah?"
"Iya, Saudara. Anggap Hanifah adikmu ya,"
Andi mengangguk dengan lemas, tidak ada harapan lagi untuk saling mencinta sebagai kekasih.
"Maaf, Tan, Hanifah tidak bawa salin dan pelajaran buat besok,"
"Baik, kalau gitu, besok menginap disini ya?"
"In Syaa Allah, Tante,"
"Sudah siap untuk belajar?, Tante tinggal dulu ya, kalian nanti jangan dulu pulang kalau belum makan,"
"Iya, Tan," jawab Hanifah.
Andi, Sandra, Hanifah dan Adam mulai belajar bersama. Hanifah menjelaskan secara rinci jika diantara mereka bertiga ada yang tidak mengerti.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments