Sandra dan Hanifah berjalan ke rumah neneknya Andi dengan berbincang-bincang.
"Kamu masih di kecewakan tetap saja baik,"
"Baik atau buruk abba tetap abba saya, San, sekarang Abba sudah tidak bekerja lagi. Sedikitnya dengan memberikan sedikit uang pada Abba, Abba tidak terlalu bergantung kepada Ibu," jawab Hanifah ringan.
"Lo mempunyai jati diri yang kuat, meski tetap ada yang harus lo korbankan yaitu jilbab lo,"
"Sudah ah, kalau sudah membahas jilbab saya kecewa sama diri sendiri,"
"Abba sekarang berubah?"
"Sangat, dulu Abba gak pernah semanis tadi,"
"Kesabaran membawa hasil, semoga seterusnya akan tetap sayang sama lo,"
"Aamiin,"
Mereka sampai di rumah neneknya Andi.
Andi, mamahnya Andi dan Adam senang melihat mereka sudah kembali.
"Hani, sudah makan?" tanya mamahnya Andi
"Belum, Tan,"
"Ya, sudah sini makan dulu, yang lain sudah pada makan,"
"Baik, Tante,"
Hanifah makan dengan lahapnya, saat makan teringat akan Ummah. Air matanya kembali meluncur.
"Sejak kapan sih, lo cengeng?" tanya Andi.
"Ssst," senggol Sandra.
Hanifah tidak menjawab hanya tersenyum melihat ke arah Andi, Sandra dan Adam.
Mamahnya Andi sedang pergi ke dapur.
"Alhamdulillah," ucap Hanifah saat selesai makan.
"Tadi kenapa, Han?" tanya Mamahnya Andi ketika melihat Hanifah sudah makan.
"Tidak tahu, Tan,"
"Siapa dia?"
"Istri Abba,"
"Tante baru tahu, kalau Abba sudah menikah lagi,"
"Seminggu Ummah meninggal, Abba langsung memperkenalkan dia kepada Hani untuk meminta izin menikahinya,"
"Ya Allah, bagaikan bumi dan langit,"
Hanifah hanya tersenyum mendengan ucapan Mamahnya Andi.
"Iya, San, sekarang gua ngerti kenapa lo malas untuk pulang kesini," ucap Sandra
Hanifah mengangguk.
Neneknya Andi keluar.
"Nek, kenalin ini Hanifah anaknya Safitri,"
"Maa Syaa Allah, sudah besar lagi," ucap neneknya Andi sekaligus neneknya Hanifah juga.
Hanifah mendekat dan mencium tangan neneknya Andi.
"Sabar ya, sayang, ibu tiri mu itu jauh banget di banding dengan Safitri," ucap nenek
Hanifah lagi-lagi tidak menjawab seperti enggan membahasnya.
"Abba kamu sangat kalah olehnya," sambung nenek.
"Nenek, Hani minta izin mau shalat dzuhur dimana ya?" Ucap Hanifah ketika melihat jam sudah pukul 14.00.
"Oh, iya, boleh shalat di kamar saja,"
Hanifah pun minta izin untuk wudhu.
"Didikan Safitri memang bagus dalam mengajarkan shalat, shaum dan baca Qur'an, meski sayang Hani melepaskan jilbabnya,"
Yang lain tidak ada yang merespon ucapan neneknya Andi.
"Do'akan saja, Nek," jawab Hanifah selesai shalat.
"Nenek selalu mendo'akan yang terbaik untuk anak cucu nenek,"
"Makasih, Nek, Hanifah merasa punya keluarga kembali,"
"Nenek memang baru ketemu denganmu, Nak, namun nenek sering mendengar namamu di sebut dari nenek dan Ummahmu,"
"Iya, Nek?"
"Iya, mereka sangat sayang sama Hani, namun mereka lebih dulu meninggalkan kita,"
"Karena mereka sayang sama kita, jadi Allah sayang sama mereka," jawab Hanifah.
"Iya, benar, Nak, karena mereka sangat baik. Nenekmu meninggal sebulan sebelum Ummah meninggal kan?"
"Benar, Nek,"
"Mereka itu cantik, apalagi Ummahnya Hani, dia itu kembang desa,"
"Benar kah, Nek?"
"Iya, Abbamu beruntung mendapatkan istri yang cantik dan sholehah seperti Ummah,"
Hanifah sedikit heran mendengar ucapan neneknya Andi.
"Iya, nenek tidak terlalu mengenal Abba, namun neneknya Hani suka mengeluh sama nenek. Perihal Abba,"
"Memang nenek mengeluh apa?"
"Iya, Abba itu orangnya pelit, tidak perhatian terhadap keluarga dan suka main perempuan, Ummah kuat mampu bertahan sampai meninggal,"
"Suka main perempuan?"
"Iya, buktinya seminggu Ummah meninggal sudah bawa perempuan lagi,"
Hanifah menunduk apa yang dibicarakan oleh Nenek benar adanya.
Adzan ashar berkumandang.
Hanifah memberikan kode kepada Andi untuk mengajaknya pulang.
Hanifah bukan tidak ingin mendengarkan keburukan Abbanya, namun Hanifah tidak ingin menambah kebencian terhadap mereka, setelah proses penyembuhan luka dalam hati yang membutuhkan banyak waktu.
Andi langsung mengangguk.
"Nek, kita pamit pulang dulu," ucap Andi.
Mamahnya Andi kaget mendengar Andi pamit mau pulang. Karena Mamahnya Andi rencana ingin menginap. Mengingat Ayahnya Andi jarang pulang karena sering tugas luar kota.
"Gakkan sholat dulu?" tanya Nenek.
Yang lain tidak menjawab termasuk mamahnya Andi.
"Sudah nek, tadi di satukan dengan dzuhur," jawab Hanifah.
"Ya sudah kalau kalian mau pulang, nenek tidak akan memaksa untuk menginap disini,"
"Iya, maafkan kami Nek, kami banyak tugas di kampus," jawab Hanifah
Andi, Adam dan Sandra mengiyakan ucapan Hanifah.
Mamahnya Andi pun sama, akhirnya mengiyakan untuk pulang.
"Ratna kalau suamimu kenapa tidak ikut?"
"Sibuk, mah, ke rumah pun jarang pulang, sering tugas di luar kota,"
"Yakin?"
"Iya, Mah,"
Mamahnya Andi berkemas untuk siap-siap pulang begitu juga dengan yang lainnya.
Setelah rapi semua, mereka pun pamit.
Hanifah memberikan sedikit uangnya untuk nenek.
"Nek, ini untuk jajan," kata Hanifah.
"Apa ini Nak?"
"Untuk jajan Nenek, mohon di terima,"
"Hatur nuhun, neng,"
"Sami-sami, Nek,"
Begitu juga dengan Mamahnya Andi memberikan uang kepada Neneknya Andi.
Andi masuk ke dalam mobil untuk parkir dan berhenti tepat di depan rumah nenek.
Yang lainnya masuk
Saat Andi akan menyalakan mesinnya kembali, semua melambaikan tangan kepada Nenek.
"Assalamu'alaikum," Ucap Hanifah
"Wa'alaikummussalaam," jawab Nenek.
Mobil pun melaju meninggalkan rumah Nenek.
Andi fokus di balik kemudi.
Yang lainnya sibuk memainkan hp termasuk Hanifah.
Hanifah membuka aplikasi IG.
Disana ada tanda kontak masuk, di lihatnya dari Zayn.
"Assalamu'alaikum, Hani,"
"Menginap atau langsung pulang lagi?"
"Barusan ummi dan Abbi bilang kalau anti ada masalah dengan Ibu?, yang sabar ya, Anti,"
Hanifah membalas pertanyaan-pertanyaan Zayn dengan singkat.
"Wa'alaikummussalaam, Zayn. Hani langsung pulang, ini sudah di jalan. In Syaa Allah,"
Zayn membalas.
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Dia mendapat (pahala) dari (kebajikan) yang dikerjakannya dan dia mendapat (siksa) dari (kejahatan) yang diperbuatnya. (Mereka berdoa), "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami melakukan kesalahan,"
Hanifah terharu melihat perhatian yang di berikan Zayn, yang dulu Zayn yang di kenalnya sangat cengeng dan manja. Sekarang sudah berubah menjadi dewasa.
"Hani, ana bisa minta no kontak anti?" pinta Zayn.
Hanifah tersenyum dan segera memberikan no kontaknya.
Tidak lama kemudian Zayn langsung menghubungi Hanifah. Dengan kode +20, Hanifah segera mengangkatnya.
"Assalamu'alaikum," jawab Hanifah
"Wa'alaikummussalaam," jawab dari sana.
"Bagaimana kabarnya, ustadz" canda Hanifah
"Alhamdulillah, baik, Anti bagaimana?"
"Alhamdulillaah, baik,"
"Kemana saja, kenapa baru kali ini menghubungi ana, kirain sudah lupa," goda Hanifah
"Anti yang kemana saja, menghilang tanpa ada kabar. Mana mungkin bisa lupa sama teman kecil yang cantik dan sholehah,"
"Idih, ustadz bisa gombal juga, xixixi" jawab Hanifah.
Meski sudah lama tidak bertemu dan berkomunikasi, Hanifah tidak canggung becanda dengan Zayn. Adam sampai menoleh ke belakang melihat Hanifah lalu kepada Sandra.
"Orang kaku dan serius bisa becanda juga," celetuk Adam
Sandra melotot kepada Adam, karena takut Hanifah marah dan tersinggung.
Tiba-tiba Andi menghentikan mobilnya, sampai-sampai semuanya terkejut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments