Bab 8

Hanifah berjalan ke rumah neneknya Andi. Di pertengahan jalan. Hanifah bertemu dengan Umminya Zayn.

"Assalamu'alaikum, Umm," ucap Hanifah memberikan salam.

Hanifah sudah terbiasa menyebut Ummi kepada Ibunya Zayn.

"Wa'alaikummussalaam, siapa ya?" tanya Umminya Zayn yang tidak mengenali Hanifah.

"Saya Hanifah, Umm,"

"Astagfirullah, sayang, kemana saja?" tanya Umminya Zayn sambil memeluk Hanifah.

"Ada, Umm, saya sekarang di Jakarta," jawab Hanifah.

"Ayo, ke rumah dulu Ummi!"

"Terimakasih, Umm, mungkin lain waktu saja. Hani sudah di tunggu sama Tante Ratna,"

"Disana bareng Ratna?"

"Tidak, Umm, Hanifah ngekos disana, kebetulan anak Tante Ratna 1 jurusan dengan Hani, jadi bisa pulang bareng kesini,"

"Hani, Umm banyak yang ingin diceritakan tentang Zayn, apakah kalian sudah ketemu dengan Zayn?"

"Alhamdulillah, baru tadi Hani komunikasi dengan Zayn,"

"Alhamdulillah, kalau sudah silaturahim dengan Zayn,"

"Iya, Umm, Hani pamit dulu mau ke rumah Nenek,"

"Iya, sayang, salam sama Ratna ya,"

"In Syaa Allah, Hani juga titip salam untuk Abbi,"

"In Syaa Allah, nanti Ummi sampaikan,"

"Assalamu'alaikum" ucap Hanifah sambil mencium tangan Umminya Zayn.

"Wa'alaikummussalaam, semoga kebahagiaan selalu menyertaimu, Nak,"

"Terimakasih, Umm, atas do'anya,"

Hanifah melanjutkan perjalanannya menuju rumah neneknya Andi. Begitu pula dengan Umminya Zayn.

"Hani, tunggu," teriak ibu tirinya.

"Mau apa lagi," gumam Hani sambil balik kanan.

"Nih, kami tidak butuh," ibu tirinya melemparkan uang yang di berikan Hanifah kepada Abba, tepat ke muka Hanifah.

Hanifah mengambil uang-uang tersebut, "Saya tidak memberikannya kepada anda, tapi kepada Abba. Jika Anda tidak butuh ya sudah, jangan minta ke abba, simple kan?" tantang Hanifah.

Umminya Zayn langsung menoleh ke belakang. "Hani," dengan suara pelan.

"Apa pemberian saya kurang?" tanya Hanifah dengan wajah menyelidik, "bilang saja, berapa?"

"Sudah dibilang, kami tidak butuh,"

"Oke, jika Abba memang tidak butuh, akan saya berikan kepada orang yang lebih membutuhkan," Hanifah balik kanan lagi, untuk melanjutkan langkahnya ke rumah neneknya Andi.

Ibu tirinya merasa di abaikan oleh Hanifah menjadi tambah marah.

"Hani," teriak Ibu tirinya lagi.

Umminya Zayn mendekat ke arah Ibu tirinya Hanifah.

"Ada apa lagi pelakor?"

"Apa yang kamu bilang?"

"Pelakor,"

Ibu tirinya Hanifah mendekat lalu menjabak Hanifah.

"Astagfirullah," teriak Umminya Zayn.

Semua warga yang ada di dalam rumah berhamburan keluar.

Sandra, Andi, Adam, Ratna serta neneknya keluar.

"Hani," teriak Sandra.

Hanifah memegang lalu memutar balik tangan Ibu tirinya, sehingga membuatnya tidak bergerak, "mau kamu apa?" tanya Hanifah, "mau menikah dengan Abba sudah saya izinkan," sambung Hanifah, "mau menikmati harta Abba, silahkan, saya tidak butuh," akhir ucapan Hanifah.

Ibu tirinya meringis kesakitan.

"Masih kurang?" ucap Hani lagi dengan sedikit memberikan tenaga.

"Awas kamu,"

"Apa mau saya bongkar apa yang sudah kamu lakukan kepada saya 5 tahun ke belakang, sehingga saya pergi meninggalkan abba?" bisik Hanifah ke telinga Ibu tirinya.

"Ja, ja, jangan,"

"Makanya sudahi dramanya, kalau saya bongkar Anda akan di usir dari kampung ini," bisik Hanifah lagi.

"Hani, sabar sayang," ucap Umminya Zayn setelah dekat dengan Hanifah.

Hanifah melepaskan cengkramannya dari tangan Ibu tirinya.

Ibu tirinya merapikan rambutnya.

"Kenapa kamu begitu kepada Hanifah?" tanya Umminya Zayn yang menyaksikan langsung sikap Ibu tirinya terhadap Hanifah.

"Dia tidak sopan terhadap saya," ibu tirinya membela diri

"Saya menyaksikan sendiri bagaimana kamu memperlakukan Hanifah," ucap Umminya Zayn.

Hanifah menunduk.

Sandra menghampiri Hanifah.

Wajah Ibu Tirinya masih memperlihatkan kemarahannya.

"Ayo kalian ikut ke rumah, Umm, supaya masalahnya tidak berlarut-larut,"

Hanifah melihat kepada Andi dan Tante Ratna. Mereka mengangguk dan mengiyakan untuk menyelesaikan masalahnya terlebih dahulu.

Ummi dan Abbinya Zayn merupakan orang yang terpandang di daerah itu, jadi semua orang menghormatinya sehingga kalau ada masalah selalu di selesaikan di hadapan mereka.

"Izinkan gua ikut," bisik Sandra.

Hanifah menganggukkan kepalanya.

Umminya Zayn menggandeng tangan Hanifah, Ibu tirinya berjalan di belakang Hanifah yang di pegang oleh Sandra.

Warga-warga sudah masuk lagi.

"Assalamu'alaikum, Abbi, tolong selesaikan masalah mereka," ucap Umminya Zayn, saat melihat Abbinya Zayn sedang duduk di teras.

"Ada apa, Umm?"

Umminya Zayn menceritakan apa yang dia lihat dan dengar.

Hanifah, Sandra dan Ibu tirinya di suruh duduk di ruang tamu oleh Umminya Zayn.

Abbinya Zayn menyusul dari belakang.

"Ada apa ini sebenarnya?"

Ibu tirinya bercerita terlebih dahulu, namun dia tidak menceritakan kebenarannya semua yang diceritakannya bohong dan cenderung memfitnah Hanifah.

"Sudah selesai ceritanya?" tanya Abbinya Zayn kepada Ibu tirinya Hanifah.

"Sudah, Pak," dengan senyuman penuh kemenangan, dia berpikir Abbinya Zayn akan membelanya.

"Sekarang silahkan bagian kamu, Nak,"

"Baik Abbi, kenalkan saya Hanifah anaknya Ummah Safitri," memperkenalkan diri terlebih dahulu

"Hani," ucap Abbinya Zayn yang kaget melihat penampilan Hanifah sekarang. Rambut di warna, pakai kaos oblong, celana jeans bagian lututnya sobek lengkap dengan jaket jeansnya.

"Iya, Abbi," jawab Hanifah.

Ibu tirinya tidak percaya, Hanifah begitu dekat dan akrab dengan Abbinya Zayn.

Hanifah menceritakan semuanya yang terjadi saat di rumah Abba dan barusan di jalan yang dilihat oleh Umminya Zayn.

Ibu tirinya memotong perkataan Hanifah dan mengelaknya.

Hanifah yang sudah mulai geram dengan tingkah Ibu tirinya akhirnya membuka luka lama di hadapan Ummi dan Abbinya Zayn, Sandra pun merasa kaget dan tidak percaya atas apa yang dilakukan oleh Ibu tirinya Hanifah.

Ternyata bukan hanyan di dunia dongeng, namun di dunia nyata terjadi. Bagaimana kejamnya ibu tiri.

"Hani," peluk Umminya Zayn.

Abbinya Zayn mengusap dada.

"Kamu," Ibu tirinya Hanifah tambah marah kepada Hanifah yang sudah menceritakan semuanya.

"Umm, coba panggil abbanya Hanifah,"

"Baik, Abbi,"

Umminya Zayn pergi ke rumah Abbanya Hanifah.

"Ini San, yang membuatku malas untuk pulang," keluh Hanifah.

Sandra mengelus punggung Hanifah, "Sudah waktunya kebenaran terungkap,"

Hanifah mengangguk.

"Jangan lo membenci Ibu tiri lo, harusnya lo bersyukur atas kelakuannya lo bisa berdiri tegak hari ini,"

"Iya, San, saya sangat bersyukur dengan kejadian itu di pertemukan dengan kamu, namun yang saya sesalkan penampilan, terasa sulit untuk merubahnya kembali," ucap Hanifah sambil meneteskan air mata.

"In Syaa Allah, bisa jika lo sudah siap untuk kembali ke penampilan lo yang hijabers,"

"Memang di izinkan oleh panitia lomba untuk menggunakan hijab?"

"Kenapa tidak, nanti gua bantu untuk meminta izin kepada panitia lomba,"

"Terimakasih,"

"Sudah lega kan?, ayo tersenyum!"

Hanifah tersenyum, hanya Sandra yang saat ini yang paling mengerti dan senantiasa mendukung Hanifah.

Umminya Zayn datang terlebih.

Abba menyusul dari belakang.

"Sudah, Umm?"

"Sudah, Abbanya Hanifah akan segera datang,"

Umminya Zayn pergi ke dapur untuk membawakan air minum untuk Sandra, Hanifah, Ibu tirinya Hanifah, Abbinya Zayn dan Abba yang belum datang.

"Hani, kapan datang?"

"Tadi, abbi sekitar jam 09.30 an,"

"Sudah ziarah ke makam ummah?"

"Sudah, Abbi, tadi waktu datang langsung ke makam Ummah,"

"Alhamdulillaah, kalau begitu, sebelum pulang kita makan dulu ya,"

Ibu tirinya Hanifah hanya bengong melihat kedekatan mereka.

"Tidak usah repot-repot abbi, setelah urusan ini selesai kami akan langsung pulang,"

"Kami tidak merasa di repotkan, kita makan seadanya saja. Tadi Ummi sudah masak, namun tidak tahu memasak apa,"

Hanifah tidak menjawab.

Ummi datang dengan membawa minum.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!