Bab 6

Sabtu pagi,

Hanifah dan Sandra sudah rapi, mereka sedang menunggu Andi untuk menjemput.

Bunyi klakson mobil terdengar, Hanifah dan Sandra segera mengunci pintu. Mereka keluar secara bersamaan.

"Sudah, siap?" tanya Andi.

Sandra dan Hanifah mengangguk.

Mereka pun masuk ke dalam mobil.

"Pagi, Tante," sapa Hanifah dengan mencium tangannya.

"Pagi, sayang,"

"Sekalian lewat kita jemput Adam," kata Andi

"Iya," jawab Sandra.

Hanifah dan Mamahnya Andi asyik mengobrol.

Sandra mendengarkan musik.

"Han, berapa usiamu saat ibumu meninggal?"

"Kelas 3 SMP, baru selesai ujian usia Hani baru mau 15 tahun,"

"Hani sudah berapa lama meninggalkan kampung?"

"Ya mau 5 tahun,"

"Astagfirullah," ucap Mamahnya Andi kaget.

Sampai di rumah Adam.

Adam langsung naik ke dalam mobil dan Andi segera melajukan kembali mobilnya.

"Jadi?" sambung Mamahnya Andi

"Ya, SMA, Hani sudah di sini. Jadi anak jalanan," Hanifah tersenyum.

"Maa Syaa Allah, anak yang hebat, kalau boleh tahu kenapa kamu meninggalkan Ayah dan kampungmu, Nak?"

Raut wajah Hanifah langsung berubah, terdiam dan murung.

Hanifah memang tidak mau mengatakan sebab dia keluar dari rumah dan meninggalkan Ayah serta kampungnya. Bahkan terhadap Sandra pun Hanifah tidak mau menceritakannya.

"Ya sudah jika memang tidak mau menjawab, Tante mengerti pasti ada luka tersendiri hingga Hani enggan menceritakannya,"

Hanifah masih terdiam.

Mamahnya Andi mencoba membuka obrolan lain.

Raut wajah Hanifah sudah kembali seperti semula.

"Ini langsung saja ke tol ya, Mah?"

"Iya, sudah langsung saja. Nanti jika Andi sudah merasa lelah, kita istirahat dulu di rest area,"

"Baik, Mah,"

"Kalian sudah sarapan?"

Hanifah dan Sandra saling pandang.

"Belum Tan," jawab Sandra.

"Coba Sandra ambilkan di belakang ada makanan," kata Mamahnya Andi

"Baik, Tan," Sandra mengambil makanan di jok belakang.

"Coba buka ada apa, nanti makan saja berdua dengan Hanifah,"

"Terima kasih, Tan,"

"Sama-sama,"

"Adam mau?" tanya Sandra.

"Tidak terimakasih, gua masih kenyang barusan sarapan dulu,"

"Oh, oke,"

Sandra dan Hanifah makan sandwich yang di buat oleh mamahnya Andi.

Tanpa di sadari, sandwich yang ada di kotak makanan hanya tinggal 2 potong lagi, "Tan, habis," ucap Sandra dengan raut muka yang malu.

"Iya, gak apa-apa, itu kan buat kalian," ucap mamahnya Andi.

Hanifah dan Sandra tersenyum lega.

Mamahnya Andi memejamkan mata.

Hanifah melihat U tub, Sandra bermain game.

Ada notifikasi dari IG. Ada follower baru, dengan nama akunnya Zayn_02.

Hanifah langsung membuka IG, terlihat wajah tegang. Mencoba membuka profilnya dan ternyata akunnya di privat, mau tak mau Hanifah harus follback akunnya dia.

Hanifah perhatikan dengan seksama wajahnya, namun tidak mengenalinya.

Hanifah menutup IG dan menarik nafas panjang, keaadaan tersebut diketahui oleh Andi.

"Kenapa lo?"

"Saya?, tidak apa-apa" jawab Hanifah

"Gua perhatikan dari kaca, lo sangat gelisah?"

"Tidak apa-apa, biasa ada fans,"

"Iya deh, pembalap hebat," sindir Andi.

Hanifah tersenyum.

Adam tidak bergeming dia asyik melihat jalanan sambil mendengarkan musik.

"Hanifah, waktu di kampung Lo punya teman gak?"

"Punya, cowok, namanya Zayn,"

"Zayn, Zayn, Zayn, tunggu bentar," Andi mengulang-ulang menyebutkan nama Zayn seperti sedang mengingat sesuatu.

Hanifah membuka IG kembali, di lihat ada notif pesan.

"Assalamu'alaikum, Hanifah. Apakah ini Hani yang sama dengan teman masa kecil Zayn?"

Jantung Hanifah berdetak kencang.

"Coba deh, buka IG gua, Han, kalau gak salah ada yang follow namanya Zayn_02,"

"Sama ke saya juga ada," dengan perasaan yang masih belum stabil.

"Masa, iya, baru follow saya, ini ngirim DM,"

"Apa katanya?"

Hanifah membacakan isi pesan dari Zayn.

Ada perasaan bergejolak dalam hati Andi, karena merasa Zayn sangat berusaha keras mencari Hanifah teman masa kecilnya.

"Tapi saat lihat profilnya, saya tidak mengenali orang tersebut,"

"Yang barusan lo bilang Fans,"

"Iya,"

"Coba lihat ke bawahnya, kalai tidak salah ada foto keluarganya. Siapa tahu lo mengenalinya,"

Hanifah melakukan apa yang Andi sarankan, scroll terus foto-foto Zayn dan ternyata benar ada foto keluarga sedang liburan dan saat di pesantren.

"Ada, Han?"

"Ada, ini,"

"Apakah mengenalinya?"

"Iya, benar dia Zayn, teman masa kecil saya," ada perasaan sedih dalam hatinya.

Andi diam tidak berbicara lagi, hanya fokus dalam mengendarai mobil. Tidak tahu apa yang sedang dipikirkannya.

Hanifah mencoba membalas pesan dari Zayn.

"Wa'alaikummussalaam, Hi, Zayn, sudah lama tidak bertemu, bagaimana kabarmu sekarang?"

Zayn masih online, balasan chat dari Hanifah langsung di balas.

"Alhamdulillaah, akhirnya ana menemukan anti, lama ana mencari anti, dimana sekarang?"

"Hani, di Jakarta, kalau Zayn?"

"Ana kuliah di Kairo, alhamdulillaah dapat beasiswa,"

"Maa Syaa Allah, hebat, Hani turut bahagia mendengarnya,"

"Boleh ana tanya?"

"Apa?"

"Kemana Hani teman masa kecil ana, apakah ini masih Hani yang sama?"

Deg, ada perasaan yang mengganggu dalam hati dan pikiran Hanifah.

"Hani yang sholehah dengan hijabnya,"

Air mata Hanifah langsung melesat membasahi pipinya yang putih. Perasaan kecewa dalam hatinya mencuat kembali, seperti mendapatkan tamparan keras.

"Maafkan jika ana begitu terus terang,"

"Tidak apa-apa, Hani ucapkan terima kasih sudah mengingatkan,"

"Semesteran sekarang Ana pulang, nanti kita ketemuan ya?"

"In Syaa Allah,"

"Hani, boleh tanya lagi?"

"Iya,"

"Apakah Hani kuliah?"

"Iya, Hani kuliah semester 3, ambil jurusan Fikom,"

"Alhamdulillaah, izinkan ana tetap menjadi temanmu ya, jika ada apa-apa kasih tahu ana. Seperti dulu saat kita masih kecil,"

"In Syaa Allah,"

"Hani, saat Ibu Hani meninggal, ana mencari Hani, namun tidak ketemu, ditanya kepada Ayah Hani, Hani pergi. Padahal saat itu, ana ingin mengajak Hani untuk tinggal di pesantren. Karena ana tahu, Hani tidak terlalu dekat dengan ayah Hani," cerita Zayn dalam pesannya.

"Terimakasih sudah perhatian sama Hani, namun semuanya sudah terjadi, Hani tetap bersyukur bisa tetap bertahan sampai saat ini," jawab Hani bijak.

"Ini yang ana suka dari Hani, selalu optimis dan berfikiran positif,"

"😊" Hani hanya menjawab dengan emoticon.

"Lagi ngapain ini?"

"Hani baru mau silaturahim sama teman-teman, karena Hani sudah terlalu lama pergi dari kampung halaman,"

"Alhamdulillaah, ana senang mendengarnya, hati-hati di jalan ya, salam buat orang sana,"

"In Syaa Allah, nanti Hani sampaikan,"

"Ana izin undur diri, kebetulan sudah ini ana ada kelas. Selamat ya, sudah mau menjadi atlet asia sekarang,"

"Terimakasih, iya, selamat belajar, yang rajin ya, Hani tunggu disini,"

Hanifah keluar dari aplikasi tersebut.

Ada perasaan bahagia dalam diri Hanifah, seperti ada harapan baru.

"Sepertinya bahagia?" sindir Andi

Hanifah hanya tersenyum.

"Alhamdulillaah, akhirnya gua bisa melihat lo tersenyum bahagia gitu. Karena selama gua mengenal lo, yang gua tahu lo orang yang cuek, jutek, ternyata bisa tersenyum juga,"

"Ah, biasa saja kok,"

"Ya, kalau Zayn bisa buat lo bahagia dan mengerti lo, gua akan merestuinya,"

"Ah, apaan sih, lagian saya sama Zayn kan temenan, ini juga baru komunikasi lagi setelah hampir 10 tahun tidak ketemu" jelas Hanifah

"Iya deh, kalau misalkan Zayn tiba-tiba ajak lo nikah gimana?"

Hanifah tidak menjawab.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!