...
“Apa kamu punya dendam padaku? Apa ada orang di dekatku yang menyakitimu sehingga kau membalaskannya padaku. Apa? Katakan!!” Aku sudah mulai emosi menghadapinya. Aku tidak mengerti Rey. Apa yang dia mau dariku? Tidak bisakah dia mengabaikanku saja?
Tiba-tiba tangannya mencengkram pergelangan tangan kananku sangat kencang, aku sampai meringis ingin melepaskannya.
Rey menatapku sangat tajam, dari deru napasnya aku tahu dia sedang berusaha menahan amarahnya.
“Bodoh!!”
“Lepaskan!! Tanganku sakit.” Aku meringis merasakan cengkramannya sangat kuat. Setelah berhasil terlepas paksa, aku mundur beberapa langkah.
“Enyahlah dari hadapanku! Kita tidak ada alasan untuk bertemu.” Aku segera berbalik pergi dari hadapannya, tidak
ingin mendengar jawabannya.
Sepertinya usahaku berhasil, aku tidak merasakan Rey mengikutiku. Setidaknya untuk saat ini aku bisa lepas darinya, aku tahu orang seperti lelaki itu pasti akan kembali lagi untuk mengusikku.
.
..
Sesuai rencana awal, aku sudah hampir sampai di café. Hanya lima menit jalan kaki dari komplek rumah. Saat aku
masuk, Daniel sudah berada di meja samping jendela dengan dua minuman di hadapannya.
Melihat ekspresi wajahnya yang sedang gelisah membuatku penasaran ada apa dia ingin bertemu.
“Daniel, ada apa?” aku bertanya sembari duduk di hadapannya. Tampaknya adikku ini terkejut dengan kehadiranku, dia cepat-cepat memberikan salah satu gelas yang ada di hadapannya padaku.
“Kenapa? Gugup sekali sepertinya.”
“Kak, kau libur kerja hari ini?”
Aku mengangguk. “Berhenti basa-basinya, sekarang katakan ada apa?”
Daniel menghela napasnya panjang, wajahnya kini di liputi penyesalan. Aku jadi semakin penasaran.
“Sebenarnya kak, aku—“
Dia tidak melanjutkan ucapannya, aku yang sedang menyeruput milkshake taro di hadapanku terhenti. Tiba-tiba aku punya perasaan apa yang akan dia katakan ada kaitannya denganku.
“Apa? Apa kali ini yang telah kau perbuat pada kakak?”
“Oh—Kakak tahu?”
Aku melipat kedua tangan di atas perut, menatapnya serius. “Katakan lebih detail!”
Daniel menggaruk belakang kepalanya, dia tidak berani menatapku namun akhirnya ia melanjutkan.
“Kakak ingat saat aku dan ibu datang ke rumah kakak? Saat ada teman kakak yang mengatakan pada kami jika dia
meninggalkan barangnya di rumah kakak?”
Aku ingat, sore itu saat aku melihat ibu dan Daniel keluar dari rumah, mereka memanggil tukang kunci untuk membuka rumah saat itu. Dan teman yang di maksud Daniel adalah Rey.
Lelaki itu mengatakan ada yang tertinggal di rumahku padahal dia tidak pernah masuk. Hari itu juga aku ingat ibu memarahiku.
Aaahh mengingatnya saja membuat hatiku terasa sakit. “Lalu?”
Tiba-tiba Daniel menarik tanganku dan menggenggamnya erat. Dia menatapku dengan ekspresi sedih dan menyesal yang kentara.
“Maafkan aku kak, aku telah gagal dalam bisnis tambang itu. Aku di tipu. Mereka menghilang setelah aku menyerahkan modal investasinya. Aku sedang mengejarnya sekarang. Jika mereka sudah tertangkap aku pasti melunasinya.”
“Apa maksudmu? Melunasi apa?”
“Aku—maksudku aku sudah meminta izin pada ibu, dia memperbolehkan aku memakai sertifikat rumah untuk jaminan ke bank—“
“APA?!” Aku tidak peduli orang-orang di café memperhatikan kami, aku sudah mengerti alur pembicaraan anak ini. Aku sangat marah sekarang!
“Jadi maksudmu, kamu mengambil sertifikat rumah bibi hari itu untuk jaminan ke bank?! Begitu?!”
Daniel menunduk dan mengangguk pelan. Aku tidak tahu lagi harus berpikir apa. Sekarang aku ingin berteriak marah padanya. Daniel sangat pintar memintaku bertemu dengannya di café agar aku tidak berteriak padanya.
“Apa kau gila?! Itu rumah bibi!! Kau—sama saja mencuri!!”
“Jangan khawatir kak, aku sedang mengejarnya sekarang. Jika sudah tertangkap aku pasti mengembalikan uangnya pada kakak—“
“YAAKK!! Apa kau kira setelah menangkap pelakunya dia akan dengan mudah mengembalikan uang itu?”
“Ibu tahu kamu pasti ada di sini.” Aku mendongak saat mendengar suara ibu sudah berada di antara kami.
Ibu tampak menatap Daniel kesal, apa mungkin ibu juga akan memerahi anak ini? Lebih baik seperti itu bu.
“Bu, investasi Daniel gagal. Dia tertipu oleh teman—“
“Sudah jangan di besar-besarkan!” Aku mengerutkan kening tidak mengerti, ibu sudah duduk di samping Daniel, dia menatapku.
“Ibu sudah memarahi anak ini. Kau hanya perlu menjual salah satu tanah untuk menutupi pinjamannya ke bank. Daniel sedang mengusahakan untuk menemukan penipu itu.” Suara ibu terdengar tenang namun entah mengapa suaranya membuat rongga dadaku semakin sakit.
Apa semudah itu? Kenapa ibu tidak membelaku? Seolah semuanya hal biasa.
“Tidak!! Itu peninggalan bibi, aku sudah berjanji padanya untuk tidak menjualnya karena bibi ingin aku mengelolanya.”
“Lalu apa? Kau ingin kehilangan rumah itu? Bukankah rumah itu selalu kau bangga-banggakan?” Ibu mengeluarkan selembar kertas dan menyerahkannya padaku.
Aku melirik sekilas kertas dengan logo bank di atasnya, aku bisa membaca sekilas angka yang tertera untuk pembayaran setiap bulannya. Jika di hitung dari gajiku saja tidak akan cukup.
Aku sangat kecewa hingga membuatku tidak bisa berkata-kata. Aku ingin memaki tapi tidak bisa. Semuanya tertahan di ujung lidahku.
“Jadi ibu ingin aku bertanggung jawab untuk perbuatannya? Kenapa tidak biarkan Daniel yang membayar semuanya? Jika perlu aku akan membawa kasus ini ke pengadilan!”
“Kau gila? Dia adikmu!!” Ibu membentakku membuatku tersentak kaget.
“Kak! Aku sangat menyesal.”
“Lalu aku ini apa bagi ibu? Kenapa harus aku lagi yang bertanggung jawab? Jika aku tidak membawa masalah ini ke pengadilan, Daniel tidak akan pernah tahu resikonya, dia akan terus melakukan semua ini di masa depan.”
“Aku sudah merasakan resikonya kak! Aku sangat menyesal pada kakak dan ibu. Tolong jangan melaporkan aku, hm?”
“Apa kau senang melihat adikmu memohon-mohon seperti ini? Daniel sudah menyesalinya. Kau sebagai kakaknya harus membantunya. Seharusnya ibu yang membawa masalah warisan bibi ke pengadilan. Dia seharusnya mewariskan semuanya pada Daniel karena dia akan menjadi kepala keluarga nantinya. Pria yang lebih cocok untuk mengelola semua tanah itu.”
Aku sudah menangis tanpa suara, dadaku sangat sesak dan tenggorokkanku sakit. aku malu menangis di hadapan ibu tapi aku tidak bisa menahannya karena akan semakin menyakitkan.
“Bukannya aku tidak mau menyerahkan semua tanah itu pada Daniel, jika bisa aku pun akan memberikannya bu. Tapi aku sudah berjanji pada bibi sebelum dia meninggal bahwa aku akan mengelolanya.”
“Hah alasannya selalu sama. Bilang saja kamu tidak mau menyerahkannya. Ibu tahu sifatmu ini sejak dulu sangat
jelek. Ingat, karenamu juga ibu dan suamiku harus bercerai!!” Tubuhku langsung tersentak kaget mendengar apa yang ibu katakan. Pikiranku kosong dan jantungku berdetak sangat cepat.
Aku berkeringat dan dadaku terasa lebih sesak. Ingatan tentang bagaimana ayah dan ibu bercerai saat umurku enam tahun kembali naik ke permukaan.
“Berhenti menyusahkan adikmu! Semua ini belum cukup jika mengingat bagaimana kau membuat aku dan suamiku bercerai!! Jika kau masih keras kepala, aku tidak akan menganggapmu anakku lagi!”
“Apa? Ayah bercerai dengan ibu karena apa? Ibu tidak pernah menceritakannya padaku.”
“Karena kakakmu ini! Dia mengatakan semuanya—sudahlah ibu tidak ingin membahasnya, terlalu menyakitkan untuk ibu ingat. Yang jelas kakakmu ini sudah menghancurkan kebahagian dan masa depan ibu.”
...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 348 Episodes
Comments
Linda Siswanti
ibunya koq jahat bangedd sich, emang salahnya icha apa y ?
2021-03-12
0
Caningsih
😡😡😡 kenapa ada ibu yg seperti itu
2020-08-26
1
Yuni Audy
ceritanya ibu dan adiknya sngt memuakkn thor, jd malas baca
2020-08-26
0