Aku melambai pada Camila di area parkir saat kami berdua sudah keluar dari gedung kantor. Waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam. Beruntung hari ini tidak ada kelas di kampus karena aku memang ingin segera beristirahat, tidur.
Namun dugaanku salah, begitu sampai depan gerbang rumah, aku melihat ibu hendak keluar gerbang. Ibu dan Daniel tampak kaget melihatku sudah pulang.
“K—kau? Kenapa kau sudah pulang?”
“Hari ini aku tidak ada kelas. Lalu kenapa Ibu dan Daniel bisa masuk ke rumah? Semua kunci ada padaku.”
“Ka Icha ini lucu. Kami kan keluarga juga. Jadi tentu saja kami harus berkunjung sesekali. Ya kan, bu?”
“Ohh—Lihatlah adikmu saja berpikir baik seperti ini. Kamu aja yang selalu berpikir buruk tentang ibu.”
Aku mengerutkan kening merasa curiga karena mereka berdua tampak gugup dari biasanya. “Tapi tadi pagi aku ingat sudah mengunci semuanya. Kunci—“
“Ck! Dasar, gadis serakah sepertimu memang selalu berpikir negatif tentang kami.”
Aku diam. Sesaak yang aku rasakan kembali muncul dan lebih menyakitkan.
“Kami telah baik hati menemani temanmu untuk masuk ke dalam rumah. Temanmu itu meninggalkan barangnya di dalam. Dan kami terpaksa memanggil tukang kunci untuk membuka pintu. Lihatlah, sekarang kamu sudah berani membawa laki-laki ke dalam rumah! Bukannya tadi pagi kamu yakin kalau tidak merebut pria yang sudah beristri? Ibu jadi ragu setelah menerima temanmu itu. Sudah berapa banyak pria yang masuk ke dalam rumah. Huh?”
“Bu! Aku tidak pernah membawa siapapun ke rumah ini. Rumah Bibi—“
“Jangan terus membahas Bibimu itu. Dia sudah mati!!”
Aku berbalik, menghembuskan napas berusaha mengatur emosi. Aku tidak bisa menahannya, aku menangis sekarang. Aku tidak ingin terlihat lemah tapi hatiku rasanya sakit sekali.
Setelah menghapus jejak air mata di kedua pipi dan berusaha menormalkan suara, aku kembali berbalik menghadap Ibu dan Daniel.
“Ibu tidak percaya padaku? Aku ini putri ibu! Mana sempat aku mencari pria apalagi pria yang sudah beristri. Aku sibuk bekerja, aku sibuk kuliah. Aktifitasku selalu di dua tempat itu. Aku selalu pulang malam dan aku terbiasa melewatkan jam makan malam dan pagi. Terkadang aku juga melewatkan jam makan siang. Seharusnya ibu tahu bagaimana aku. Ibu mengenalku melebihi siapapun. Berhenti menuduhku bu, hm? Ibu harus percaya padaku.”
“L—lalu, siapa pria itu? Pria yang selalu berkunjung setiap malam? Bu Lulu menunjukkannya padaku.”
“Dia temanku, bu. Kami hanya bisa bertemu malam karena kami sama-sama sibuk bekerja. Kami hanya bertemu 3 kali.”
“Dia bekerja sebagai apa? Di perusahaan mana?”
“Aku tidak tahu bu. Aku tidak ingin tahu. Yang aku tahu dia hanya bekerja di kantor pemerintahan.”
“Kantor pemerintahan mana? Bagian apa? Ibu akan mengeceknya apa dia pantas—“
“Bu. Aku tidak tahu.” Nada suaraku sudah terdengar memohon, berharap Ibu mengerti. Tapi harapanku tetaplah sia-sia.
“Mana mungkin kamu sebagai temannya tidak tahu. Kau mau berbohong lagi pada Ibu? Kau sudah terlalu banyak berbohong, apa ibu harus percaya sekarang?”
“Sabar bu, sudah. Lebih baik kita pulang. Ka Icha pasti cape sekarang.” Kata Daniel memelas pada Ibu.
“Jadi maksudmu, kalau anak ini cape, dia boleh berbohong, begitu?”
“Bukan seperti itu. Ka Icha mungkin berkata jujur. Sudahlah bu, jangan di bahas lagi.”
Aku menunduk dan dua tetes air mata telah jatuh melewati pipi. Aku tidak berbohong. Aku harus bagaimana lagi meyakinkan ibu? Aku tidak ingin menjadi anak yang selalu membangkang tapi aku juga berkata jujur. Aku tidak tahu bagian apa Bayu bekerja. Aku memang memintanya untuk tidak mengatakannya karena entah mengapa aku memiliki perasaan seperti ini akan terjadi.
Beberapa tahun ini aku sudah berusaha mendorong Bayu untuk keluar dari kehidupanku. Aku tidak ingin Bayu di manfaatkan oleh Ibu, aku tidak ingin orang lain terbebani karena semua ini karena tahu bagaimana sifat ibu.
Kemudian aku merasakan Daniel berhasil menarik ibu untuk pulang meskipun ibu sempat menyentakkan langkahnya karena marah. Adikku itu memintaku segera beristirahat saat ia berjalan melewatiku.
Aku sudah memberitahu ibu tentang aku tidak makan teratur setiap harinya, tapi ibu tidak menghentikan kecurigaannya dan mengabaikannya. Aku sudah memberitahu ibu bagaimana hariku yang sibuk tapi ibu tidak juga mengerti.
Dadaku terasa sangat sesak. Aku terisak pelan dan sekarang aku sendirian lagi. Fisikku sudah lelah, sangat. Sekarang fikiranku juga kacau. Aku tidak tahu harus bagaimana menghadapi semuanya.
“Tsk.. Ternyata rencanaku gagal. Aku tetap tidak bisa membuka mulutmu memakai ibumu itu.”
Aku mendegar suara familiar itu lagi. Segera aku berbalik dan mendapati seorang pria jangkung tengah menatapku dengan pandangan yang meremehkan. Dari postur tubuh dan sorot matanya, aku mengenali pria brengsek ini. Pria yang sama kemarin malam, yang memaksa aku memberitahu tugas yang sedang Bayu kerjakan.
“Kau!! Jadi kamu yang masuk ke dalam rumahku??!” aku melotot marah padanya. Dia berjalan mendekat sembari memakan permen karet. Pandangannya menatapku dari bawah sampai atas seolah sedang menilaiku. Sekarang aku bisa melihat dengan jelas bagaimana wajahnya walau hari sudah malam, tapi cahaya dari lampu rumahku menerangi jalan depan gerbang.
Rahangnya tampak tegas, matanya memancarkan aura mengintimidasi, hidungnya mancung dan kulitnya putih, halisnya tebal dan—tidak!! Kenapa aku jadi memperhatikan wajahnya? Tetap saja dia sangat menyebalkan.
“Masih tidak mau memberitahu tentang Bayu? Jangan berpura-pura lagi kamu tidak tahu tentangnya.”
“Aku memang tidak tahu! Dan aku tidak peduli dengan urusan kalian. Jangan pernah menemuiku lagi!!” Aku berbalik, hendak membawa motorku untuk masuk ke dalam garasi rumah tapi lagi-lagi pria ini menarik pundakku dari belakang dengan keras hingga aku tidak bisa bergerak maju.
Sial.
Aku sedang tidak ingin meladeninya tapi dia benar-benar mengesalkan. “Haishh.. aku paling tidak suka gadis sombong sepertimu! Bukan karena kamu penting hingga aku harus mengerjarmu, tapi karena pria bernama Bayu, jadi kamu jangan merasa—“
“Apa sebenarnya yang mau kamu katakan? Siapa yang merasa aku adalah gadis penting? Aku tidak pernah berpikir seperti itu! Dan kenapa semua orang selalu berpikir berlebihan tentangku? Kenapa orang-orang tidak percaya padaku, hah? Sekarang kamu yang sama sekali tidak aku kenal memaksaku mengatakan yang tidak aku ketahui. Benar-benar brengsek!!” Aku memekik kasar, sangat marah.
Hari ini, orang-orang yang aku temui mengklaim bahwa mereka tidak percaya pada omonganku. Sebenarnya mereka yang tidak mau mencari tahu atau karena aku yang tidak di percayai oleh mereka?
Berpikir jika semuanya adalah karena diriku sendiri mestinya lebih baik, tapi tetap perasaanku tidak lebih baik. Aku justru kesal pada diriku sendiri. Mungkin, saat terakhir aku bertemu dengan Bayu seharusnya aku membiarkannya memberitahuku tentang pekerjaannya ‘kan? Jadi aku tidak perlu berhadapan dengan orang-orang seperti mereka.
“Kamu berani sekali membentakku?! Apa kamu tahu siapa aku?” Dia tampak sangat marah, matanya tampak sedikit memerah pertanda emosinya yang dia tahan.
Melihatnya marah seperti ini justru membuatku semakin kesal padanya. Ya ampun, bukannya disini seharusnya aku yang marah-marah?
Aku hanya menggelengkan kepala sembari berdecak tidak peduli dengan amarahnya, kemudian aku kembali berbalik hendak ingin meninggalkannya tapi pria ini menarikku hingga membuat aku hampir terjungkal ke belakang dan kepalaku menabrak dadanya.
Kepalaku rasanya sakit, ada sesuatu seperti kalung dari balik kaos hitamnya. Kemudian aku menyentakkan tangannya yang memegang bahuku dan kembali berbalik mendongak menatapnya marah.
“Aku tidak tahu tentang tugas Bayu! Bagaimana bisa membuat kamu, orang asing agar percaya?!” Aku sengaja menunjuknya lalu sedikit mendorong bahunya. Jika dia memprovokasiku seperti ini aku juga jadi tidak ingin kalah.
Tiba-tiba tangan kanannya yang sejak tadi di masukkan ke saku jaket hitamnya keluar dengan sebuah benda di tangannya. Semua amarahku kini lenyap entah kemana ketika sebuah pistol sudah mengarah tepat pada keningku.
Aku sangat kaget, tidak pernah terbayangkan sebelumnya aku, seorang Natasha Icha Davindra berhadapan dengan benda ini, benda yang selalu ada di drama aksi yang sering aku tonton. Membayangkannya saja tidak pernah, sekarang justru ada tepat di hadapanku.
“Pistol ini memiliki peredam suara. Peluru masih penuh. Aku tinggal menarik jariku dan kamu akan menyesal telah berani menatapku seperti tadi.”
“A—aku benar-benar tidak tahu!!”
“Jangan bohong gadis bodoh!! Cepat katakan apa yang sedang Bayu lakukan? Tugas apa yang sedang dia jalankan sekarang?!”
Jantungku sudah berdetak sangat cepat, sekarang mataku memanas tidak menyangka mungkin inilah detik-detik aku hidup di dunia ini.
“Apa yang harus aku katakan? Aku benar-benar tidak tahu!” Air mataku keluar membasahi pipi, terisak pelan karena takut. Lalu aku bisa menghembuskan napas lega saat pistol itu menjauh dari pelipisku dan kembali dia masukkan ke dalam saku jaketnya.
Tapi seharusnya aku tahu, pria brengsek seperti dia tidak mungkin tidak menyiapkan rencana cadangan.
“Aku tidak tahu ternyata Bayu benar-benar memilih pacar yang sangat keras kepala dan tidak mudah terbujuk sepertimu. Karena aku tidak ingin membuat keributan dengan pistol ini maka kamu harus membuktikannya padaku.”
Dia langsung melempar sesuatu padaku, saat aku berhasil menangkapnya aku menerima sebuah suntikan dalam plastik dengan cairan bening sudah terisi di dalamnya. Tidak mungkin dia memberiku vitamin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 348 Episodes
Comments
amalia gati subagio
haaaa cek segera penyimpanan sertifikat aset warisan, ada duo garang serdarah dgn palu hakim berjubah jaksa keluar dr pintu rumahmu!!! buleh gak sih dicap ibu benalu berhati bengkok mode on modus serakah arogan egois
2022-11-07
0
Rye In
Hai kak, aku mampir nih
2020-07-01
0