...
“Dokter Stefan bilang kamu harus istirahat!”
“Kenapa bicaranya bisik-bisik begini? Apa yang sedang kamu lakukan?!”
Aku menggeleng pelan, antara gemas dan geli mendengar suara Bayu di sebrang telpon. Jam yang menunjukkan pukul sembilan dan Bayu baru mengabariku setelah lebih dari lima jam tadi terakhir aku melihatnya di rumah sakit.
Mungkinkah karena tugasnya? Apakah mengejar Rey memang susah? Padahal kalau di pikir-pikir aku begitu mudah bertemu dengannya.
Ralat! Dia yang datang menemuiku.
“Kita lanjutkan di pesan. Oke?”
Setelah mendengar gumamannya di sebrang telpon, aku memutuskan sambungan kemudian menatap ke depan, memastikan pak Dani dan bu Rima tidak memperhatikan.
Pak Dani yang menyetir tengah sibuk berbincang dengan bu Rima yang duduk di sampingnya. Saat ini kami sedang berada di perjalanan menuju tempat di luar kota, ke sebuah hotel tempat biasanya perusahaan mengadakan rapat besar.
“Bu rim, udah liat belum berita pagi ini? katanya ada *******. Pagi tadi banyak yang dengar suara tembakan?”
“Oh iya saya liat beritanya pak, serem gitu ya ******* ada di kota kita.”
Aku melotot tidak percaya, langsung mencondongkan ke depan untuk bergabung dengan obrolan mereka. “Pak Dan, beneran ada berita itu?”
“Ehh Cha masa kamu ga liat beritanya? Serem loh itu katanya terorisnya saling tembak. Kejadiannya tadi
pagi sekitar jam tiga.” Pak Dani melirikku dari kaca spion. Aku cepat-cepat mencari berita tersebut secara online, berharap tidak ada nama atau informasi jika aku ada di tempat kejadian.
Tak sabar membaca setiap kalimat yang ada pada situs berita online, akhirnya aku menghela napas lega. Berita itu
tidak memperlihatkan gambaran kejadian tersebut berada di dimana, atau siapa yang terlibat. Di sana hanya menerangkan tentang beberapa warga yang mendengar suara tembakan pistol dan keterangan polisi yang masih dalam tahap penyelidikan dan mereka yakin jika suara itu memang berasal dari *******.
“Cha, gimana udah sehat?” Bu Rima tiba-tiba bertanya padaku. Aku tersenyum lebar dan mengangguk.
“Sudah oke bu Rim.”
“Icha bisa tahan di cabang pusat itu luar biasa. Kalau ibu, pasti langsung kasih surat resign.” Ibu Rima memujiku.
Aku sudah banyak mendengar kepala administrasi dari cabang lain seperti bu Rima yang berasal dari cabang daerah di kota ini dan pak Dani dari cabang barat kota ini mengatakan itu padaku. Pernah beberapa kali manajer pusat meminta kami bertiga bergantian untuk menjabat di cabang yang berbeda setiap satu tahun sekali tapi mereka berdua tidak pernah menyanggupi.
Cabang tempatku bekerja memang di kenal sebagai cabang pusat di kota ini. Tempat atasan yang menyebalkan
berkumpul. Tempat orang-orang yang sulit di kendalikan ada di sini. Dengan suasana kerja seperti ini lah yang membuatku harus pasang badan lebih kuat, aku harus sama-sama keras kepala dengan aturan yang sudah di tetapkan, aku juga harus memasang ekspresi dingin dan tidak mudah goyah jika ada yang mendekati tim ku untuk maksud tertentu.
“Iya bu Rim, mungkin Icha juga engga akan kuat kalau tim administrasinya bukan yang sekarang. Mereka itu admin
super.” Mendengar jawabanku, pak Dani dan bu Rima terkekeh pelan. Aku memang sangat bersyukur mendapat orang-orang dalam timku yang tidak mudah goyah seperti mereka.
Pak Dani sempat melirikku dari kaca spion, aku tahu maksudnya, karena pria paruh baya ini sempat menjadi kepala
adminstrasi di cabang pusat saat dulu aku pertama kali masuk kerja di sana sebagai staf admin biasa.
“Iya betul Cha. Admin cabang pusat memang luar biasa. Mereka bisa jalan sendiri, hanya perlu kamu kontrol aja.”
Aku mengangguk menyetujui ucapan Pak Dani.
Tiba-tiba ponselku bergetar tanda ada pesan masuk. Itu dari Bayu. Pesannya cukup panjang, dia mengomeliku karena aku keluar dari rumah sakit tanpa memberitahunya.
Entah mengapa aku justru tersenyum kecil membayangkan Bayu di hadapanku. Ahh ya ampun aku merindukannya sekarang sedangkan rapat ini akan berlangsung cukup lama.
***
Lelah sekali. Sekarang jam setengah sebelas malam dan aku baru bisa masuk ke kamar hotel yang telah di pesankan oleh perusahaan. Setibanya kami di hotel ini tadi jam dua siang, kami di haruskan langsung mengikuti rapat. Banyak pembahasan yang tidak akan selesai hanya satu hari,
Aku sedikit heran saat masuk ke kamar hotel ini, di rapat sebelumnya kami setidaknya memiliki teman kamar, tapi
aku hanya sendirian di sini. Apa mungkin karena jumlah kami ganjil sehingga yang kebagian sendirian adalah aku? Yaa mungkin saja.
Cepat-cepat aku membongkar tas laptop milik pribadiku sendiri, lalu meletakkannya di atas meja dan mulai
menyalakannya. Aku di kabari oleh teman kuliah jika kemarin saat aku tidak hadir ada tugas essay yang harus di kumpulkan hari ini, paling terlambat sampai jam dua belas malam ini.
Professor yang mengajar sudah mengirimkan tugas lewat email, karena tidak ada waktu untuk menayakan password wifi di lantai ini, maka aku memakai wifi ponselku sendiri.
Tubuhku memang sangat lelah, tapi masih ada yang harus di kerjakan. Beginilah resiko seorang pekerja dan
mahasiswa sepertiku. Tapi aku menyukai semua ini, aku suka saat aku harus melakukan sesuatu, saat aku harus berpikir.
Beruntung sekali essay yang harus di selesaikan rata-rata pertanyaan seputar manajemen. Aku meneruskan master manajemen S2, harus menjawab contoh kasus dan hal-hal seputar studi kasus di manajemen kantor.
Kurang dari satu jam aku sudah selesai mengirim email balasan pada professor, lalu aku memeriksa ponsel dan
tidak menemukan pesan dari siapapun termasuk Bayu. Terakhir kami berkomunikasi saat pagi. Sekarang dia menghilang. Mungkin saja dia sibuk? Tentu saja, tantara sepertinya pasti sibuk.
Dan ah ya, tidak ada pesan dari ibu atau Daniel. Mereka tidak menghubungiku padahal biasanya aku yang menghubungi mereka duluan setiap hari. Apa mereka tidak heran aku tidak menghubungi mereka selama dua hari ini?
Memikirkannya saja membuat moodku langsung jatuh. Tidak! Lebih baik aku mandi untuk menyegarkan pikiranku. Dokter Stefan tadi pagi berpesan agar aku tidak terlalu stres. Aku baru merasakan yang namanya radang perut karena stres, benar-benar sakit dan aku tidak bermaksud ingin merasakannya lagi.
Ketika sedang asik membongkar isi koper kecil untuk menata pakaian di lemari, aku mendengar suara ketukan pintu. Jam menunjukkan setengah dua belas. Siapa yang bertemu di tengah malam seperti ini?
Takut? Tentu saja!
Aku wanita normal yang takut saat ada ketukan pintu di kamar hotel hampir tengah malam seperti ini. tapi aku
tidak bisa diam, maka aku berjalan perlahan mendekati pintu, sayang sekali tidak ada lubang kecil untuk melihat keluar.
Dengan keyakinan jika aku adalah anak pemberani yang lahir tengah malam, aku membuka pintu dengan menduga yang mengetuk adalah orang-orang dari perusahaanku.
“Maaf mengganggu.” Aku bernapas lega saat seorang wanita berpakaian karyawan hotel ini menyapaku di depan pintu.
“Ya ada apa?”
“Seseorang menitipkan ini di lobi tadi sore.” Wanita ini menyerahkan kotak persegi panjang berwarna putih padaku.
“Dari siapa?”
“Dia tidak menyebutkan namanya, pria itu hanya berpesan untuk mengantarkan pada tamu bernama Natasha Icha Davindra yang menjadi peserta rapat di hotel ini.” Sedikit ragu, tapi aku menerima kotak itu. Lalu wanita ini pamit pergi dan aku langsung menutup pintu kamar.
Penasaran akan isinya, aku segera membukanya.
Apa ini? Hanya setangkai bunga mawar di sana. Tidak ada catatan apapun. Apa mungkin ada yang jahil?
...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 348 Episodes
Comments
Nura Ningsih
beda dari yg lain cerita seru
2021-10-17
0
Linda Siswanti
dari siapa y setangkai bunga mawarnya ? dr rey atw bayu ?
2021-03-12
0