💜💜💜
“Ohh, tumben pagi-pagi udah datang.” Camila, gadis itu menyapaku saat dia masuk ke ruangan. Dia memang tidak salah, aku datang 30 menit lebih awal dari biasanya.
Belum ada siapapun selain kami, aku menatapnya lebih tepatnya menatap bungkusan yang ia bawa.
“Beli sarapan di jalan?”
“Iya.”
Ahh aku ingat, aku juga belum sarapan. Tadi malam benar-benar malam yang menyedihkan. Aku harus menangis dan tidak bisa tidur nyenyak. Di tambah chat grup perusahaan dimana aku masuk terus berbunyi. Para petinggi di kantor pusat tidak pernah tidur, bahkan malam pun masih menanyakan pekerjaan dan itu berhasil membuatku semakin stress.
“Oh ya cha, kemaren Pak Martin—“
Seperti biasanya, pagi ini aku tidak bisa larut dalam kesedihan memikirkan Bayu. Camila yang selalu berterus terang mengenai masalah kerja yang dia hadapi menjadi prioritasku juga untuk membantunya.
Setidaknya, menjadi seorang leader harus memberikan harapan, bukan rasa takut pada bawahannya.
.
..
…
Hari ini adalah hari pertama aku hadir di kelas. Kelas pasca sarjana. Ini merupakan awal dari perjuangan antara bekerja dan kuliah. Setelah sebelumnya menyelesaikan masa kuliah sarjana, aku berpikir untuk melanjutkannya.
Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam ketika aku keluar dari gerbang kampus. Aku yang sudah berada di atas motor berpikir untuk segera pulang karena besok harus bangun pagi dan bekerja seperti biasanya. Jarak antara kampus dan rumah tidak begitu jauh, hanya kurang dari sepuluh menit memakai motor.
Motor putih yang aku kendarai sudah berhenti tepat di depan gerbang rumah. Seperti biasanya rumahku ini tampak gelap dari luar karena tidak ada siapapun yang tinggal di sini, seharian di bekerja membuat rumah peninggalan bibi ini kurang terurus. Aku biasanya akan membersihkannya seminggu sekali atau saat libur bekerja di tanggal merah.
“Sejak kapan kamu bisa mengendarai motor?”
“Ahhh kamu mengagetkanku!!” Aku tersentak kaget mendengar suara seorang pria tepat di telinga kiri. Ini sudah hampir tengah malam dan pria yang kini berdiri menatapku tampak tersenyum puas karena berhasil mengagetkanku.
“Apa yang kamu lakukan di sini? Ini sudah malam!!”
“Kenapa nada bicaramu jadi galak begini?”
Bayu yang bersandar di gerbang rumahku, berdiri tenang dengan tatapan sedang menelitiku dari bawah sampai atas. Aku tidak tahu apa yang ia cari tapi itu cukup membuatku risih.
“Berhenti menggangguku!”
“Aku tidak akan berhenti mengganggumu sampai semua permasalahan kita selesai.”
“Apanya yang belum selesai? Semuanya sudah selesai. Kita putus!!” Aku kembali naik ke atas motor ketika gerbang rumah sudah terbuka.
Bukannya kesal, Bayu justru terkekeh pelan sembari berjalan menghampiriku dan menahan tanganku yang hendak memutar gas motor. “Kenapa kamu sangat terobsesi putus denganku, hm? Dan lagi—“
“Apa??” Bayu menyipitkan matanya menatap wajahku, memperhatikan setiap detail dari wajahku. Mungkin dia bisa melihat pori-pori wajahku jika terus seperti ini.
“Wajahmu sudah dewasa rupanya. Kemarin aku tidak begitu memperhatikannya.” Ia bergumam seperti berbicara pada dirinya sendiri.
Hei!! Tentu saja aku mendengarnya.
“Awas! Atau aku akan menabrakmu!” Aku melepas paksa tangannya yang sejak tadi menahan tangan kananku.
Lagi, Bayu tersenyum kecil kali ini ia menyingkir dan memberikan aku jalan. “Ladies first.”
“Pulang sana! Jangan menggangguku!” Aku mengusirnya untuk ke sekian kali saat motor sudah berhenti di garasi rumah dan aku berbalik hendak menutup gerbang.
“Yes Ma’am! Besok aku akan kembali.” Bayu memberi hormat padaku ketika aku hendak menutupnya.
“Apa?! Jangan kembali!!”
Bayu mengabaikan ucapanku, lelaki itu berjalan santai menuju mobil Jepp hitam yang ternyata terparkir tepat di depan rumahku. Gezz kenapa aku tidak menyadarinya tadi.
“Sampai bertemu besok Cantik! Mimpikan aku malam ini.”
Aku hendak berteriak mengutuknya tapi Bayu sudah berlalu pergi dengan senyum puas di wajahnya.
Tidak. Aku tidak akan memimpikannya!!
***
Sial, aku memimpikannya!
Pagi ini aku bangun dengan mood kesal. Ucapan lelaki itu masih bisa aku dengar berputar di kepalaku. Arrghh, benar-benar!
Sudahlah, aku harus segera berangkat kerja. Berharap Bayu tidak akan muncul hari ini. Hari ini akan menjadi hari sibuk bagiku karena akan ada rapat juga pekerjaan-pekerjaan yang mengantri untuk di selesaikan.
Tepat ketika aku keluar dari gerbang rumah, ada lima orang ibu-ibu tengah berbincang dan tawar menawar dengan penjual sayuran pagi ini. Mereka sempat berhenti dan menatapku, aku tidak tahu apa yang mereka pikirkan tapi aku hanya menyapa mereka dengan senyum lebar dan mengangguk permisi lalu melaju pergi memakai motor.
.
..
…
Malam ini, selesai bekerja aku sudah ada di depan rumah yang di tinggali ibu dan adikku –Daniel- karena Daniel katanya ingin berdiskusi denganku tentang bisnisnya. Jika sudah soal bisnis, aku selalu cerewet padanya karena dia sering sekali berinvestasi pada bisnis yang tidak menjanjikan. Sudah beberapa kali Daniel gagal dan tertipu saat dia berinvestasi.
Kali ini aku khawatir, dia akan masuk ke lubang yang sama. Anak itu selalu gegabah saat mengambil keputusan jika terkait dengan bisnis investasi.
“Oh? Ka Icha sudah datang?” Aku menghentikan tanganku saat hendak mengetuk pintu saat mendengar suara familiar Daniel berasal dari belakangnya.
“Daniel. Kau dari mana?”
“Aku ada kabar baik untuk ka Icha.”
“Apa ini soal bisnis?” Daniel mengangguk antusias menjawab pertanyaanku. Anak ini sudah tumbuh tinggi, aku ingat terakhir kali bertemu dengannya beberapa bulan yang lalu tingginya sama sepertiku, tapi sekarang tinggiku hanya sampai sebahunya.
“Tapi aku selalu tidak yakin dengan investasi bisnismu ini. Bagaimana jika kau tertipu lagi?”
“Ka Icha dengarkan aku dulu! Kali ini bisnisnya sangat menguntungkan. Jika ka Icha membantuku untuk investasi bisnis tambang ini—“
“Tunggu sebentar! Apa katamu? Bisnis tambang?”
“Iya. Bisnis ini sangat menguntungkan. Ini akan menjadi awal keberhasilan bisnis keluarga kita.” Aku melipat kedua tangan di atas perut, benar-benar tidak tahu apa isi kepala anak ini.
“Bukankah kau lulusan fakultas komunikasi? Apa kau tidak bisa melihat bagaimana bisnis ini akan berakhir? Bisnis tambang tidak akan mungkin dengan mudah dan bebas mencari investor seperti ini!” Aku sudah benar-benar kesal, Daniel masih saja tidak belajar dari pengalaman.
“Eiyy, ini tidak ada sangkut pautnya dengan aku yang lulusan komunikasi. Temanku yang menawarkanku bisnis ini, dia sudah berinvestasi dan hasilnya sangat memuaskan.”
“Kau selalu bilang dia temanmu jika bersangkutan dengan bisnis. Aku tidak tahu ternyata kau punya koneksi bisnis yang bagus.”
“Ahh ka Icha! Tolong dukung aku kali ini, hm? Bantu aku berinvestasi di bisnis ini.”
“Kau—“
“Kalian sedang apa di sini?” ucapanku terhenti mendengar suara lain dari depan pintu. Ternyata Ibu sudah berdiri di sana memperhatikan kami. Aku tidak menyadari sejak kapan ibu sudah membuka pintu.
“Bu, Daniel lagi-lagi membicarakan tentang bisnis investasinya! Aku tidak tahu apakah dia sudah belajar dari pengalaman? Kita baru saja bebas dari hutang pinjamannya ke bank.” Aku mengadu, bermaksud agar Ibu dapat mencegah anak ini.
Ibu menatap Daniel, menuntut penjelasan lalu bertanya. “Bisnis apa? apa kau yakin kali ini bisa berhasil?”
“Haishh, IBU!!”
Aku memekik pelan tidak percaya apa yang baru saja di dengar. Ibu seperti memberi harapan pada Daniel. Seketika pemuda ini mendekati Ibu dan bergelayut manja padanya.
“Kali ini bisnis tambang bu, aku dan temanku sudah lama merencakan ini. Aku yakin semuanya pasti lancar. Aku tidak mungkin berani meminta bantuan Kakak untuk berinvestasi jika tidak mempertimbangkan hasilnya.”
“Apa? Aku? Aku dapat uang dari mana! Kau tahu sendiri kan kalau aku tahun ini melanjutkan kuliah pasca sarjana.”
Ibu menatapku, tatapan kesal yang sudah sering aku lihat. “Ibu kan sudah bilang padamu! Untuk apa wanita sekolah tinggi-tinggi jika akan berakhir di dapur. Kau hanya menghabiskan uang! Dari pada kuliahmu, mungkin kita bisa memberi kesempatan Daniel untuk berbisnis lagi. Kali ini bisnis tambang, sepertinya akan menjanjikan.”
Aku menggeleng, Sebenarnya kecewa dengan sikap Ibu yang tidak pernah berubah padaku sejak perceraiannya dengan ayah tujuh tahun lalu.
“Tapi belajar itu tidak boleh berhenti begitu saja, bu. Lagi pula aku tidak punya uang sebanyak itu untuk berinvestasi. Jika pun aku punya aku tetap tidak akan memberikannya untuk investasi.”
~~~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 348 Episodes
Comments
amalia gati subagio
ibu gila mode on benalu, menciptakan benalu bebal kuadrad penderita cacat mental nih ibu, iri dengki kok dgn anaknya??!!!? hadehhhh 🤓
2022-11-07
0
mamayot
hai...mamapir di cerita ku ya,,judul nya..JATUH CINTA DENGAN DENGAN ARDAN..siapa tau suka..
2021-07-01
0
nuri nurdianti🐊🐊☪️
lagi
2021-01-04
0