Tok.. Tok.. Tok..
Aku cepat-cepat mengusap pipiku yang sembab mendengar dari luar bilik toilet ini seseorang mengetuknya, kemudian dengan tangan bergetar napas yang memburu segera membersihkan mulutku memakai tisu. Lalu menekai tombol toilet agar darah yang aku muntahkan menghilang terbawa air.
Ketika aku membuka pintu, telah berdiri seorang wanita yang menunggu giliran, ternyata di dalam toilet cukup ramai sekarang.
“Nak, kamu tidak apa-apa?” Seorang wanita paruh baya di depan wastafel saat aku sedang berkumur dan membasuh mulut menepuk bahuku pelan.
Aku tersenyum kecil dan mengangguk. “Tidak apa-apa.”
“Ya ampun, wajahmu pucat sekali.” Aku menatap bayanganku sendiri di depan cermin, menyadari betapa pucatnya wajahku. Tidak ada rona merah di sana, aku seperti sebuah boneka yang berkedip.
Mengingat aku membawa alat make up, segera aku mengeluarkan bedak dan liptint. Mengoleskannya sedikit pada wajah dan bibir.
“Apa kamu akan pergi menemui dokter?” Wanita di sampingku ini bertanya lagi.
Aku mengangguk memandangnya dari cermin di hadapan kami. Tiba-tiba tangannya meraih tanganku lalu menepuk-nepuknya sesaat. Pandangannya yang mengisyaratkan bahwa dia mendoakanku yang terbaik agar semuanya baik-baik saja.
Aku kembali mengangguk dan tersenyum lebih lebar, hangat tangannya seolah memberiku kekuatan baru jika harapan itu selalu ada. Harapan yang diberikan oleh orang yang tidak aku kenal sekalipun.
Tanpa mengatakan sepatah katapun, aku mengangguk untuk pamit keluar dari dalam toilet. Dengan langkah perlahan, aku mencari tempat duduk untuk bergabung bersama pasien lain yang juga sedang mengantri.
Aku tidak boleh berpikir egois, orang-orang yang datang ke rumah sakit sama sepertiku, mereka juga mencari harapan untuk hidup di sini, mereka juga sedang berusaha melawan penyakit mereka.
Entah mengapa, diam-diam aku tersenyum kecil memikirkannya. Mataku memanas dan air mataku sudah berkumpul di pelupuk mata. Aku memejamkan mata, menelan saliva susah payah untuk meredam emosi sensitive yang sedang menguasaiku.
Untuk mengalihkan pikiranku, aku mengeluarkan sebuah buku dari dalam tas bersama pensil. Aku sudah lama tidak melakukan hobiku. Terakhir kali aku benar-benar menikmati menggambar tujuh tahun lalu, saat masa sekolah menengah atas. Semenjak memasuki dunia kerja, aku tidak bisa dengan serius menikmati hobi menggambarku.
Orang-orang bilang, seni adalah ketenangan. Orang yang melukis, menciptakan lagu atau bahkan menulis adalah orang yang memiliki emosi dan pikiran yang tenang. Karya mereka akan semakin bagus saat ketenangan jiwa mereka berada dalam titik seimbang.
Aku akan mencobanya lagi, setidaknya aku merindukan menggambar. Menggambar membuatku bisa lebih tenang. Namun baru saja aku menggoreskan pensil pada kertas kosong di pangkuanku, tiba-tiba satu tetes darah menodai lembar putih itu.
Refleks aku menutup hidungku yang kembali mimisan, lalu setelah menyumpal kedua lubang hidungku dengan tisu, aku kembali melanjutkan niatku menggambar dengan lembaran baru.
Mataku tertarik pada kakek dan nenek yang duduk tak jauh di hadapanku. Mereka tampak sedang mengobrol serius, tapi dari pancaran mata mereka, aku bisa melihat dengan jelas mereka begitu saling menyayangi, gesture yang diberikan sang nenek untuk mengusap bahu pria di sampingnya memperlihatkan betapa wanita tua itu sangat mencintainya. Kemudian aku mulai menggambar wajah wajah dua orang itu yang aku lihat dari samping.
Aku tidak ingat sudah berapa lama aku menggambar, namun saat gambarku sudah hampir selesai tetesan darah dari hidungku mengotori kertas. Kali ini dadaku terasa sangat sakit, aku kesulitan bernapas. Lalu aku mendongak menatap kesekeliling, orang-orang tampak masih menunggu namun tidak seramai tadi.
Aku menunduk, memegang dadaku yang semakin terasa sesak. Memejamkan mata dan menghembuskan napas perlahan. Setelah dirasa bisa mengatur napasku, perlahan aku membuka mata dan yang pertama aku liat adalah gambar dipangkuanku sekarang sudah ditutupi tetesan darah.
Perasaan putus asa itu langsung menghampiriku. Tidak ada yang lucu tapi aku tersenyum kecil sembari kembali menggenggam pensil tadi dengan tangan lain menutupi hidung dan mulutku.
Mungkin inilah saatnya, aku sudah hampir tidak kuat menahan kesakitan ini. Mataku rasanya sangat berat dan jantungku berdetak sangat cepat.
Ketika ujung pensil akan menggores sisa gambar yang belum sempurna, tanganku kehilangan tenaganya hingga pensil terlepas dan jatuh menyentuh lantai.
“Bodoh!!”
Aku mendongak begitu mendengar suara seseorang. Suara yang sangat familiar. Suara yang jauh di dalam lubuk hatiku begitu aku rindukan. Suara Dark tambor yang menenangkan.
Lelaki yang berdiri di hadapanku ini masih memakai setelan jas hijau lumut kebanggaannya dengan pin lambang berkilau di saku dan bahu jasnya. Dia tampak gagah dan tampan.
Pancaran matanya menatapku kesal dan khawatir. Wajah tersenyumnya yang aku lihat tiga hari berturut-turut saat itu hilang di gantikan ekspresi dingin. Rahangnya mengeras seolah ia siap mengeluarkan perkataan kasar untuk memakiku. Tapi aku tidak mendengarnya, dia masih bungkam menunduk menatapku.
Aku ingin tersenyum menyambutnya, atau mungkin memeluknya untuk menghilangkan rasa rindu ini namun aku tidak bisa, tangan kiriku yang masih menutupi hidung dan mulut tidak bisa aku lepaskan. Aku masih merasakan darah itu mengalir membasahi telapak tanganku.
Apa yang aku pikirkan? Memeluknya? Sekarang dia bukan siapa-siapa. Kami sedang tidak di hubungan yang seperti itu, kami—
“Rey sialan!! Apa yang dia lakukan padamu?” Makiannya menyadarkanku. Cepat-cepat aku menunduk agar lelaki ini –Bayu- tidak bisa melihat lebih detail wajahku yang pucat. Tapi terlambat, Bayu langsung berlutut di hadapanku untuk memaksaku melepaskan tangan yang menutupi hidung dan mulut. Aku kalah tenaga dengannya, dia melihat bagaimana wajah mengerikanku yang pucat dengan noda merah di mulut dan hidung.
“Tubuhmu sangat dingin, bertahanlah.”
Sekarang aku mendengar dengan jelas nada khawatirnnya. Tak lama aku merasakan Bayu membungkusku dengan jas hijau lumut kebanggaannya. Aku tidak berani menatapnya, aku masih menunduk menatap darah di telapak tanganku ini dengan mata yang sangat berat.
“Periksa keberadaan Rey dari mulai dia datang ke kota ini.”
“Baik Pak!”
“Siapkan ruangan di sini, minta dokter jaga untuk menyiapkan transfusi darah golongan B. Hubungi dokter Stefan, kita akan ke tempatnya juga.”
“Baik Pak!”
Aku mendengar suara lantang itu menjawab perintah Bayu. Mataku hanya mampu melihat dua pasang sepatu yang mulai berjalan menjauhi kami. Setelahnya aku merasakan wangi parfum Bayu, dia memelukku sesaat.
Pelukan yang sangat nyaman. Pelukan yang mengembalikan kegugupanku di hadapannya. Pelukan yang membuat wajahku memerah karena malu. Lalu setelahnya aku bisa merasakan tangannya melingkari punggung dan meraih bawah lututku. Aku melayang dan telingaku bisa merasakan detak jantungnya.
Aku merasakan perasaan aman ini, perasaan dimana aku bisa beristirahat untuk melepaskan topeng ini. Perasaan yang sudah lama tidak dirasakan. Akhirnya aku bisa memejamkan mataku, aku lelah, aku ingin seperti ini lebih lama.
“Icha!! Kau mendengarku?!”
Dua tangan kuat yang menggendongku ini semakin mengeratkan pelukannya. Sesaat aku bisa merasakan hidungku bertemu dengan kulit lehernya yang semakin membuatku gugup. Jika aku dalam keadaan sadar, aku pasti sangat malu menyadari wajahku berada di lekukan lehernya.
Aroma segar yang memabukkan membuatku semakin nyaman berada di pelukannya. Rasa sakit yang sebelumnya aku rasakan seolah tidak ada apa-apanya di bandingkan dengan perasaan nyaman ini.
Aku tahu Bayu tengah berjalan cepat membawaku, tapi aku tidak sanggup lagi menjawab. Aku hanya bergumam kecil memberitahunya jika aku masih sadar. Aku masih ingin bertahan, merasakan pelukannya seperti ini.
Kemudian ketika aku merasakan Bayu membaringkanku di atas kasur, ketika aku tidak lagi merasakan pelukannya, aku memutuskan untuk beristirahat, aku tidak bisa lagi membuka mata dan kesadaranku perlahan ditarik hingga aku tidak bisa lagi merasakan apapun.
***
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 348 Episodes
Comments
Roshana Purwanti
Nyesek bgt
2021-09-24
1
Lala
kutunggu up selanjudnya
2019-06-15
1