Begitulah Wafri memperlakukan Yumna sehari-hari, dia akan selalu membuat Yumna tersenyum. Yumna juga tahu apa yang dilakukan suaminya tersebut memang untuk menggoda dan menyenangkan dirinya.
Mereka menikmati makan siang tersebut. Setelah itu mereka bersiap untuk pergi ke toko.
"Itu apa, Dek?" tanya Wafri yang melirik pada paper bag yang terdapat di sudut meja makan.
"Oh ... itu tadi dari Umi. Jamu untuk kesuburan, Mas," ucap Yumna lirih sambil terus menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.
Wafri bisa melihat perubahan raut muka Yumna.
"Apa kamu baik-baik saja? apa umi mengatakan sesuatu padamu, Dek?"
Yumna menggelengkan kepalanya. "Tidak Mas, hanya saja sepertinya Umi sudah tidak sabar untuk memiliki cucu, Mas."
Wafri menghela nafas. "Tidak usah terlalu dipikirkan, urusan kehadiran anak itu adalah urusannya Allah, tugas kita hanya berikhtiar salah satu ikhtiar yang kita lakukan sekarang adalah tetap menjaga kesehatan kamu agar semakin siap untuk memiliki anak. Bukankah kita sudah membicarakan ini sebelumnya, kalau kita tidak akan membahas masalah ini karena kita akan menikmati masa-masa berdua kita terlebih dulu, yaitu pacaran setelah menikah," ucap Wafri menyentuh tangannya dan menaik turunkan alisnya.
Yumna pun pun tersenyum tulus pada Wafri, Yumna menyadari tidak akan mungkin berbicara panjang mengenai keinginan mertuanya yang begitu ingin memiliki cucu, bahkan mengulang-ngulang menyampaikan keinginannya tersebut, karena Yumna tidak ingin sampai terjadi salah paham antara Wafri dan ibunya.
"Iya, Mas. Baiklah kalau begitu, mari kita berpacaran."
"Hahaha ...."
Sejurus kemudian mereka pun tertawa bersama.
Setelah menyelesaikan makan, mereka pun berangkat ke toko. Yumna juga ikut membantu beberapa pekerjaan Wafri di toko hingga malam hari dan mereka pulang ke rumah.
Hari-hari pun berlalu, Yumna juga berencana akan melanjutkan kuliahnya ke salah satu Universitas yang ada di kota mereka. Yang tidak jauh dari tempat tinggalnya, Yumna mengurungkan niatnya untuk berkuliah di luar negeri karena ia menyadari bahwa saat ini statusnya sudah menjadi seorang istri, maka ia tidak ingin egois dengan mengorbankan rumah tangganya demi cita-citanya.
Hari ini ia akan merencana untuk mendaftar ke salah satu Universitas pilihannya.
"Yumna berangkat sendiri aja, Mas. Nggak apa-apa kok, Yumna pakai motor aja."
"Biar Mas antar kamu, kebetulan masih ada waktu. Tapi nanti Mas nggak bisa menemani kamu ke dalam, karena Mas harus segera pergi mengantarkan pesanan orang dan langsung mengajar."
"Ya sudah kalau begitu," jawab Yumna.
Pagi itu Yumna diantar oleh Wafri sampai parkiran Universitas X. Setelah menyalami suaminya, Yumna turun dari mobil dan segera masuk kedalam Universitas X.
Wafri juga segera pergi untuk mengajar di pondok Kiai Malik, tapi sebelum itu dia akan mengantarkan salah satu pesanan Pelanggan dari tokonya. Biasanya pesanan tersebut akan diantar oleh kurir toko, berhubung kurir sedang berhalangan dan alamat tersebut searah dengan pondok maka ia akan sekalian untuk mengantarnya.
Mobil Wafri berhenti di salah satu rumah modern bergaya minimalis, Wafri mengambil barang pesanan Pelanggan dari belakang mobil. Kemudian ia mengetuk pintu rumah tersebut.
'Tok ... tok ... tok'
Seseorang membukakan pintu dari dalam rumah.
Wafri terkejut saat melihat orang yang membukakan pintu tersebut adalah orang yang dikenalnya.
"Ustadzah Mila?"
Wanita yang berdiri di depan Wafri itu hanya tersenyum dan terus menatap Wafri.
"Iya, Ustad. Saya Ustadzah Mila"
"Berarti yang memesan barang ini adalah Ustadzah Mila? tapi kenapa di antar kesini? biasanya juga selalu di sekolahan." Lagi Ustad wafri bertanya pada Ustadzah Mila.
Ustadzah Mila menganggukkan kepalanya. "Kebetulan saya lagi libur, dan saya memerlukan ini," jawab ustadzah Mila.
"Oo, kalau begitu ini barangnya."
Wafri memberikan barang tersebut. Ustadzah Mila menerima barang itu.
"Tunggu sebentar, Ustad. Saya akan mengambil uang dulu."
Wafri menganggukkan kepalanya, dan menunggu di teras.
'Praaangg'
'Aagghhh'
Terdengar bunyi barang jatuh yang begitu kuat dan teriakan dari dalam rumah. Wafri yang mendengar itu pun reflek berlari ke dalam untuk melihat situasi. Dia terkejut melihat sebuah guci yang lumayan besar pecah dan Ustazah Mila bersimpuh di samping guci tersebut dengan telapak kaki yang berdarah terkena serpihan guci.
"Astagfirullah, apa yang terjadi Ustadzah?" tanya Wafri dengan masih menjaga jarak.
"Saya tidak sengaja menyenggol guci ini, Ustad. dan tidak sengaja juga terinjak di kaki saya, karena ruangan yang agak gelap," ucap Ustadzah Mila yang meringis kesakitan.
Wafri pun bingung apa yang harus dilakukannya, situasi ruangan yang sedikit gelap dan berduaan dengan perempuan yang tidak halal untuknya ini, membuat dia sedikit tidak nyaman.
"Kenapa gelap, Ustadzah? Apa lampunya tidak dinyalakan?"
"Iya, Ustad kebetulan lampunya tidak bisa hidup, tadi saya sudah minta tolong orang untuk datang ke sini untuk memperbaikinya."
Ustadzah Mila pun mencoba untuk berdiri sambil terus meringis, Mila kembali terjatuh dan terduduk karena tidak bisa menapakkan kakinya dengan baik dan Wafri pun merasa kasihan.
"Maaf, Apa yang harus saya bantu?" tanya Wafri.
"Maaf, Ustad bisa tolong bantu saya untuk duduk di kursi itu," ucap Mila yang menunjuk kursi makan yang tidak jauh dari mereka berada.
Wafri menghela nafasnya. "Tunggu sebentar, saya akan melihat keluar dulu, apa ada seseorang yang bisa dimintai bantuan."
Wafri keluar untuk mencari orang yang bisa dimintai bantuan, karena dia tidak mungkin menyentuh Mila apalagi dalam situasi hanya berduaan seperti itu. Tapi tidak ada satu orang pun yang dijumpai oleh Wafri.
Wafri kembali masuk ke dalam, dia tidak tega melihat Mila yang terus meringis kesakitan bahkan darah terus mengalir di telapak kakinya akibat tertancap serpihan guci. Mau nggak mau Wafri harus membantu Ustadzah Mila.
"Bismillah," ucap Wafri di dalam hati.
Wafri membantu memegang sebelah lengan Mila untuk berdiri untuk memapahnya ke arah bangku yang tadi ditunjuk oleh Mila.
'Sreekk'
'Aaaww...'
'Astaghfirullah'
Teriakan dan istighfar Mila Serta Wafri terdengar bersamaan. Mila yang tidak kuat berdiri saat Wafri membantunya untuk bangkit terjatuh kembali, dia reflek berpegangan pada kerah kemeja Wafri, sehingga Wafri ikut tertarik dan jatuh menimpa mila, tepat diatas tubuh mila.
"Astaghfirullah! apa yang kalian lakukan?" teriak seseorang yang masuk dari arah pintu luar.
Wafri yang terkejut pun refleks segera berdiri dan membiarkan Mila tetap pada posisinya. Mila segera mencoba untuk duduk dan tetap bersimpuh menundukkan kepalanya.
"Anda, Ustad Wafri 'kan?" tanya orang yang tiba-tiba masuk tadi.
"Iya, Pak RW."
Wafri mengenali lelaki yang dipanggilnya pak RW tersebut, karena lelaki itu adalah RW di daerah Pondok Pesantren Dan juga beliau hadir di saat pernikahannya dengan Yumna.
"Maaf ... ada apa ini, Ustad? Apa yang terjadi dan yang kalian lakukan barusan?" tanya RW tersebut karena melihat posisi intim antara Mila dan Wafri.
"Maaf, Pak RW. Ini hanya kesalahpahaman, tadi saya hanya membantu Ustadzah Jamilah untuk berdiri, tapi tidak sengaja terpeleset dan akhirnya terjatuh." Wafri membela diri menjelaskan kronologinya pada Pak RW.
Pak RW melirik ke arah Mila yang tertunduk, kemudian bertanya pada Ustadzah Mila.
"Apa yang terjadi Ustadzah Mila?" tanya Pak RW.
Mila yang tertunduk Pun Menangis tersedu-sedu.
"Ustad Wafri mau melecehkan saya, Pak."
'Jeeedddduuaarrr'
Pernyataan Mila sukses membuat Wafri terkejut dan membelalakkan matanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
Mukmini Salasiyanti
Ooooo jd dia toh??
si calon pelakor???
2023-11-02
0
Mrs. Ren AW
kok ada ya ustadzah kyak gtu, haduuuhhhh... 😣
2023-10-23
0
Sriwahyuni 555
ihhh koq ada ustadzah mila jahat banget sihh thor
2023-10-21
0