Sepeninggalnya Wafri, Yumna yang sendirian di kamar pun larut dengan pikirannya sendiri. Rasa bersalah dan menyesal dengan keguguran hinggap di dirinya. Ditambah dia teringat semua obrolan mertuanya di rumah sakit, tidak terasa air matanya menetes.
Bunda Laila tiba-tiba masuk ke dalam kamar, membuat Yumna terkejut dan segera menghapus air matanya. Tapi, bunda Laila sudah terlebih dulu melihatnya.
"Kamu kenapa, Nak? kenapa bersedih seperti ini?"
"Enggak apa-apa, Bunda. Bunda bawa apa?" tanya Yumna mengalihkan pembicaraan.
Bunda Laila tahu, kalau Yumna tidak ingin menjawab pertanyaannya. Dia pun tidak memaksa untuk bertanya lagi.
"Ekhm ... Bunda bikinin bubur putih pake gula aren, Kamu 'kan suka sekali ini."
"Makasih, Bunda. Sini Bund, biar Yumna makan," pinta Yumna.
Bunda Laila memberikan mangkok yang berisi bubur putih yang disiram kuah gula aren tersebut. Yumna benar-benar menikmatinya, sekejap saja makanan tersebut tandas di buatnya.
"Jangan terlalu larut dalam kesedihan, dan jangan menyalahkan diri sendiri atas apa yang terjadi, Nak." Bunda Laila memberikan wejangan pada putrinya, karena dia merasa kalau putrinya tersebut sedih atas keguguran ini. "Anak itu hanya titipan, dan bukan sepenuhnya milik kita. Kapanpun Allah berkehendak, Dia bisa mengambilnya lagi dari kita." Lagi, Bunda Laila memberikan wejangan untuk Yumna.
"Iya, Bunda. Yumna ikhlas dengan semua yang terjadi. Doakan Yumna kuat selalu ya, Bund," ucap Yumna yang langsung memeluk Bundanya.
Bunda Laila yang melihat anaknya lebih ekspresif hari ini agak merasa heran, tapi dia berpikir mungkin efek kehilangan, makanya Yumna jadi seperti ini.
"Ya sudah, sekarang kamu istirahat. Bunda mau keluar dulu, gak enak juga lama-lama di kamar karena diluar masih ada Umi Hana," ucap bunda Laila.
"Ya, Bunda." Yumna pun menganggukkan kepalanya.
Yumna pun mencoba untuk mengistirahatkan dirinya dengan menutup mata, bukannya ketenangan yang didapat malahan banyak notifikasi pesan dari aplikasi hijau yang masuk ke dalam ponselnya.
Yumna yang tadinya sudah memejamkan matanya mengernyitkan kening saat bunyi pesan masuk terus menerus, dia yang penasaran pun membuka aplikasi hijau tersebut. Yumna bisa melihat pesan tersebut dari teman-teman sekolahnya, Yumna jadi heran kenapa teman-temannya mengirim chat padanya, bahkan yang tidak dekat atau tidak pernah chatting bareng Yumna pun ikut kirim chat.
Satu persatu pesan di baca Yumna, mulai dari chat teratas yaitu dari sang sahabat Riska.
"Yumna, serius berita yang aku dengar? kalau kamu ada hubungan dengan Ustadz Wafri? karena ada orang yang lihat kalau kalian tampak intim, Bahkan kamu juga digendong oleh Ustad Wafri. Aku ingin memastikan kebenarannya aku tidak W mendengar simpang siur dari mulut beberapa orang.
Yumna tidak membalasnya, tapi dia membuka chat-chat yang lain dengan isi chat kurang lebih sama yaitu mempertanyakan kebersamaannya dengan Ustad Wafri, lebih tepatnya kenapa dia berada dalam gendongan Ustad afri?
Bahkan ada juga yang mengatakan kalau dia tidak mencerminkan seorang anak Kiai yang baik, ada juga yang mengatakan dia terlalu munafik karena di depan sok alim, bahkan ada umpatan kasar yang mengatakan dia dan Wafri sama-sama murahan. Yumna memijit kepalanya yang mulai berdenyut, ia juga mendengar kehebohan dari ruang tamu, dan ia ingin menemui semua memastikan sendiri apa yang terjadi di luar.
Yumna berusaha turun dari tempat tidur perlahan, dan berjalan menuju pintu. Saat dia akan membuka pintu dari luar seseorang terlebih dulu membuka pintu tersebut.
"Sayang kamu ngapain turun dari tempat tidur? kamu butuh sesuatu? biar Mas Yang ambilin."
Yumna menggelengkan kepalanya. "Mas, Yumna udah tahu tentang kehebohan yang terjadi dan apa yang Mas bicarakan dengan keluarga di luar."
Wapri mengernyitkan keningnya, kemudian Yumna menunjukkan ponselnya dengan belasan chat masuk di aplikasi si hijau. Wafri bisa melihat beberapa pertanyaan yang hampir sama yaitu mempertanyakan kebersamaan mereka berdua.
"Iya benar, berita itu memang sudah heboh. Bukankah kita sudah mewaspadainya dari jauh hari, sepandai-pandainya tupai melompat Bukankah dia akan jatuh juga, dan sepandai-pandainya kita menyimpan bangkai dia akan tercium juga kita. Kamu nggak usah khawatir, Mas dan ayah akan menangani ini."
"Tapi gimana caranya, Mas?"
"Mau nggak mau kita harus mengklarifikasinya, Dek. Kita harus jujur dengan keadaan yang sebenarnya. Lagian Kamu 'kan udah selesai sekolahnya, tinggal menunggu kelulusan. Terus sejauh ini kita juga tidak mengumbar kemesraan di depan umum 'kan? tadi juga karena kamu sakit, Makanya mas gendong kamu, bukan karena ingin pamer kemesraan."
"Baik, kalau begitu kita akan klarifikasi bersama, karena ini adalah masalah kita berdua bukan masalah Mas sendiri."
"Iya, tapi saat ini kondisi kamu belum pulih total, jadi kamu serahin aja sama Mas, kamu harus percaya kalau semua akan baik-baik saja, kamu percaya Mas 'kan?"
Yumna pun menganggukkan kepalanya.
"Pintar, sekarang kamu istirahat ya. Yuk! Mas temenin."
Mau nggak mau Yumna Kembali ke tempat tidur, dia berbaring dan mencoba memejamkan matanya. Tapi, sungguh sulit! karena berbagai pertanyaan dari teman-temannya terus terngiang-ngiang, Wafri yang duduk di samping Yumna terus mengelus kepala Yumna, hingga istrinya tersebut pun terlelap.
Setelah memastikan Yumna tertidur, Wafri membenarkan selimut Yumna dan dia kembali keluar bergabung dengan anggota keluarga yang lain.
"Bagaimana keadaan Yumna, Nak?" tanya Kiai Malik.
Wafri menghela nafasnya. "Ternyata Yumna sudah mendapatkan berita tersebut, Ayah. Beberapa temannya langsung mengirim pesan pada Yumna."
"Ayah sudah mengira itu akan terjadi, Kita tidak akan bisa melarang seseorang untuk mengirim pesan pada Yumna karena orang lain pun butuh Pengakuan dari Yumna, terlebih teman-teman di sekelilingnya yang terkejut mendengar berita tersebut. Kita akan mengklarifikasi hal ini dengan segera karena kalau berlarut-larut itu tidak akan baik untuk kesehatan Yumna."
"Iya, Ayah betul, Wafri setuju dengan Ayah. Tadi Wafri juga sudah bicara dengan Yumna, dia juga setuju."
Keesokan paginya, di Aula Pondok Pesantren sudah berkumpul para Ustadz dan Ustadzah, pegawai pondok lainnya, serta beberapa perwakilan santriwan dan santriwati.
Wafri di dampingi oleh Kiai Malik, Kyai Asy'ari dan beberapa petinggi pondok pesantren binaan Kyai Malik yang ikut serta hadir saat malam pernikahan Yumna dan Wafri.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh."
Wafri memberikan salam dan beberapa kata pembuka sebelum ia mengklarifikasi beberapa hal yang sudah menjadi perbincangan di kawasan pondok pesantren.
"Sebelumnya, saya pribadi Muhammad Wafri Alfarisky meminta maaf telah menyebabkan kegaduhan dengan berita yang sedang beredar saat ini. Kehadiran saya di sini dan mengumpulkan saudara dan saudari semuanya, ingin meluruskan berita yang sudah simpang siur tersebut. Pertama, saya akan mengklarifikasi soal foto yang beredar, di mana di foto tersebut saya menggendong Yumna, jadi foto tersebut benar adanya dan bukan rekayasa. Kedua klarifikasi yang ingin saya sampaikan, tidak benar bahwa kami sudah berbuat zina ataupun melanggar syariat agama seperti tuduhan beberapa pihak, karena sebenarnya saya dan Yumna sudah menikah."
Seketika suasana aula yang tadi hening berubah sedikit gaduh dengan suara kasak-kusuk dari hadirin yang hadir di aula.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
Lona Okta sari
Good jop, wafri!
2023-11-24
0
Mukmini Salasiyanti
Good job, wafri!!!!!
2023-11-02
1