Bunda Layla yang baru keluar kamar mandi menghampiri suaminya yang duduk di bersandar di tempat tidur sambil membaca buku.
"Ayah, ada yang ingin Bunda katakan dengan ayah."
Kiai Malik menutup bukunya dan membuka kacamatanya, serta meletakkan di atas nakas di samping tempat tidur.
"Ayo, kemari! duduk di sini," ucap Kyai Malik sembari menepuk kasur di sampingnya. "Ada apa? apa ada hal penting? Katakanlah!"
"Ayah, tadi Bunda tidak sengaja mendengar Yumna dan Wafri mengobrol di belakang."
Kemudian Mengalir lah cerita dari mulut Bunda Laila, tentang apa yang dilihat dan didengarnya tadi siang.
Kyai Malik mendengarkan dengan seksama semua yang diceritakan oleh Bunda Laila. Sesekali tampak kiai Malik mengernyitkan keningnya, tapi dia masih diam belum memberikan sepatah kata pun hingga Bunda Laila menyelesaikan ceritanya.
"Ayah, jadi bagaimana ini? Apa yang harus kita lakukan? dua-duanya adalah Putri kita, dan salah satu dari mereka pasti akan terluka dengan keputusan yang nantinya akan kita ambil, apa yang harus kita lakukan ayah? melihat Yumna tadi menangis hatiku sungguh sangat sakit, tapi memikirkan nanti Salma yang menangis aku juga tidak sanggup ayah," ucap Bunda Laila yang menghapus air mata nya kembali.
Kiai Malik menarik kepala Bunda Laila dan mendekatkan ke dadanya, tampak Kiai Malik menghela nafasnya sebelum berbicara.
"Aku akan membicarakan perihal ini terlebih dahulu dengan Kyai Asy'ari, karena bagaimanapun juga beliau harus tahu hal ini. Semoga besok kita mendapatkan mendapatkan jawaban untuk semua permasalahn ini, sekarang Mari kita tidur! sudah malam tidak baik untuk kesehatan kita yang sudah tidak muda ini lagi," ucap Kiai Malik membenarkan bantal mereka, untuk mereka tiduri.
Keesokan paginya Kiai malik sudah berencana untuk menemui Kyai Asy'ari di pondoknya terlebih dulu. Kiai Malik sarapan bersama istri dan putrinya Yumna. Kiai Malik bisa melihat muka dan mata Yumna yang sembab habis menangis.
"Nak, Apa kamu sedang sakit? ayah lihat wajahmu Pucat sekali," tanya Kiai Malik.
Yumna yang sedang tidak berselera makan dan hanya mengaduk-aduk isi piringnya dengan sendok dari tadi, tampak kaget saat sang ayah menyapanya.
"Tidak Ayah, Yumna baik-baik saja," ucap Yumna.
"Mungkin kamu kurang istirahat, jangan terlalu sering bergadang dan tidur larut malam, dan jangan terlalu diforsir belajarnya nanti kamu jadi sakit."
"Iya Ayah."
"Kapan kamu ujian akhir, Nak?"
"Minggu depan, Ayah."
Kiai Malik hanya mengangguk pelan tanda mengerti jawaban Yumna, dan melanjutkan kembali sarapannya.
"Ayah ... Bunda, yumna udah sudah selesai sarapannya, Yumna sekolah dulu ya." kemudian Yumna menyalami ayah dan bundanya.
"Ya Hati-hati, Nak," ucap Bunda Layla.
Setelah Yumna meninggalkan ruang makan Ayah Malik pun bersuara. "Bunda, ayah akan pergi menemui Kyai Asy'ari setelah ini, apapun keputusan nanti semoga itu adalah jalan terbaik dan takdir dari Allah subhanahu wa ta'ala untuk kedua Putri kita."
"Iya Ayah, Bunda hanya mengharapkan hal terbaik untuk putri-putri kita."
Setelah menyelesaikan makannya Kiai Malik pun pergi menemui Kiai Asy'ari.
"Masya Allah, Ada apa ini pagi-pagi sudah datang menemui saya? mari-mari masuk. Kalau begitu ayo kita bicarakan di sana, sepertinya ada hal penting yang membawa Kiai sepagi ini menemui saya," ucap Kia Asy'ari yang menuju Gazebo di samping rumahnya.
"hehe ... Sepertinya begitu Kiai," jawab Kiai Malik.
Kiai Malik pun memulai ceritanya mengenai Wafri dan Yumna sesuai dengan cerita yang di dengarnya dari sang istri. Sama seperti dia sebelumnya Kia Asy'ari pun tampak terkejut.
"Oleh sebab itu, saya segera ke sini Kiai. Saya ingin mendengar pendapat dari Kyai juga, saya tidak ingin salah dalam memutuskan hal ini."
Kiai Asy'ari diam memikirkan hal tersebut.
"Saya akan berbicara terlebih dulu dengan Wafri, dan ingin mendengar sendiri dari mulutnya. Dan sebaiknya Kiai juga berbicara pada Yumna, tanyakan kebenarannya. Kalau benar adanya cerita tersebut, Hhhuufftt ... Nikahkan mereka! tidak mungkin kita melanjutkan rencana kita ini, tapi mengorbankan perasaan mereka berdua. Jika kita tetap melanjutkan rencana kita, bukan hanya mereka berdua yang terluka, tapi Salma juga akan terluka karena tahu Wafri mencintai adiknya bukan dirinya."
"Ada hal yang lebih penting dari itu, kalau kita tidak menikahkan mereka maka berdua akan terus terjerumus dalam dosa, tidak menutup kemungkinan kalau diantara mereka sudah memikirkan satu sama lain, bahkan mungkin memimpikannya, atau menatap sambil memuja karena cinta, itu akan menjerumuskan mereka pada Zina, setan akan semakin menggoyahkan iman mereka," ujar Kiai Asy'ari.
"Tapi, kita tidak bisa mendaftarkan pernikahan mereka di KUA karena Yumna belum cukup umur, serta Yumna juga masih sekolah walaupun tinggal menunggu ujian akhir, apa itu artinya mereka akan menikah secara siri, Kiai?"
"Sementara nikah siri saja dulu. Lalu, bagaimana dengan Salma?" tanya Kiai Asy'ari.
Kiai Malik menghela nafasnya. "Mungkin nanti kami akan memberitahunya setelah sidangnya selesai, khawatir kalau diberitahu sekarang dia menjadi tidak fokus ujian," ujar Kiai Malik. "Baiklah ... Kiai, kalau begitu saya pamit dulu. saya akan berbicara dengan Yumna, nanti saya akan menghubungi Kiai kembali."
"Baiklah, sepertinya itu lebih baik."
Kiai Malik dan Kiai Asy'ari pun berpelukan sebelum mereka berpisah.
Kiai Asy'ari masuk kedalam rumahnya dan menuju kamar, disaat bersamaan istrinya Umi Hana memanggil dirinya.
"Kiai Malik sudah pulang Abi? apa ada hal penting yang membuat Kia Malik datang pagi-pagi sekali ke rumah kita? tadi tidak sengaja Umi mendengar kalau Kiai Malik berbicara mengenai Salma dan mengatakan Salma tidak perlu tahu agar bisa fokus, Emang ada apa Abi?" tanya Umi Hana.
"Ya, ada sedikit masalah. Bisa Abi minta tolong? tolong suruh Wafri ke ruang baca, nanti kita bicara di sana."
"Baiklah, Abi."
Umi Hana pun berlalu pergi menuju kamar Wafri, sedangkan Kiai Asy'ari menunggu mereka di ruang baca.
'Tokk ... Tok ... Tok ....'
"Wafri, Boleh umi masuk?"
'Ceklek'
"Ada apa, Umi?" tanya Wafri yang sudah membuka pintu kamarnya.
"Kamu sudah bersiap mengajar, Nak? abi, memanggilmu dan menunggumu di ruang baca."
Wafri melihat jam di pergelangan tangannya. "Baiklah, Wafri akan menemui abi."
Wafri masuk kedalam kamarnya dan mengambil ponselnya di atas meja kecil disamping tempat tidur. ia menutup pintu kamar dan menuju ruang baca.
'Ceklek'
Wafri membuka pintu dan masuk ke dalam ruang baca yang di sana sudah menunggu abi dan uminya.
"Duduklah, Nak!" ujar Kiai Asy'ari.
Wafri pun duduk di salah satu kursi di dekat abi dan uminya.
"Abi hanya ingin memastikan satu hal, dan abi ingin mendengar sendiri dari mulutmu," tanya Kiai Asy'ari yang berdiri menghadap keluar jendela.
Wafri masih diam dan mengernyitkan keningnya yang melihat abi tampak serius sekali.
"Wafri, Apa kamu mencintai Yumna?"
'Deg'
Wafri terkejut mendengar pertanyaan abinya, dia tidak menyangka abinya akan bertanya lebih dulu padanya, disaat dia masih mencari waktu yang tepat untuk berbicara.
Umi Layla pun tak kalah terkejut dengan pertanyaan suaminya, apa-apaan pertanyaan tersebut di saat mereka sudah menyusun rencana pernikahan Wafri dengan Salma. "Apa maksud pertanyaan Abi?"
Kiai Asy'ari diam tidak bergeming masih berdiri menghadap ke luar jendela dengan kedua tangannya dibelakang tubuhnya. Kiai Asy'ari memutar badannya dan berjalan mendekati Wafri, kemudian dia duduk di samping Wafri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
Mrs. Ren AW
umi hana mungkin ya thooorrr???
2023-10-22
0
Meyginia
Setuju sih ini. tapi gimana nasib salma ya
2023-09-10
0
a
ceritanya bagus, semangat ya kak
2023-08-26
0