Salma duduk di pelataran masjid yang cukup besar dan terkenal di kotanya, setelah berdebat dengan Yumna hatinya terasa sesak dan kesal. Ia sadar tidak bisa mengontrol emosinya dia pun meninggalkan rumah dan akhirnya berhenti di sini. Dia duduk memandang jalanan yang begitu banyak kendaraan berlalu-lalang, pandangan yang jauh entah apa saat ini yang sedang ia pikirkan, yang jelas dia merasa hatinya sangat kosong dan dia butuh ketenangan.
"Salma?"
seseorang memanggil dirinya dan menyentak lamunannya. Salma menoleh ke samping kiri mencari sumber suara.
"Umi Hana?" ucap Salma mengernyitkan keningnya.
Dia bisa melihat perempuan paruh baya itu berjalan menuju dirinya.
"Masyaallah, ternyata benar. Dari jauh Umi melihat sepertinya itu kamu, tapi Umi ragu Makanya umi mendekatinya ke sini, apa kabar kamu, Nak? kapan kamu kembali?" tanya Umi Hana sambil memeluk Salma.
"Aku baik Umi, aku kembali kemarin."
"Salma ... "
Umi Hana ingin bertanya sesuatu tapi ia tampak ragu-ragu.
"Salma? Apa kamu sudah-"
"Ya, Aku sudah mengetahui kalau pernikahanku dibatalkan dengan Mas Wafri dan Mas Wafri sudah menikahi Yumna, bukan begitu yang ingin umi tanyakan?" ucap Yumna memotong kalimat Umi Hana.
Umi menghela nafas. "Kamu perempuan yang baik, Umi adalah orang yang sangat mengharapkan agar kamu bisa berada di sisi Wafri. Tapi takdir berkata lain, mungkin memang kalian tidak berjodoh. Umi yakin suatu saat kamu pasti akan menemukan jodoh terbaikmu."
Salma menarik tipis sudut bibirnya.
"O ya, Umi sedang apa disini? apa Umi sendirian?" tanya Salma mengalihkan pembicaraan.
"Oh ... tidak, Umi sedang menemani Abi, beliau ada keperluan dengan kepala Masjid di sini dan sedang di dalam."
Salma pun mengangguk tanda mengerti. Umi Hana mendengar nada dering dari ponselnya. dan mengernyitkan keningnya saat melihat nama di layar ponselnya.
"Bunda Laila yang telpon, Tunggu sebentar ya, Salma. Umi angkat telepon dulu, mana tau ada kabar penting dari bunda kamu."
Salma ikut mengerutkan keningnya saat tahu yang menelpon tersebut adalah bundanya.
"Assalamualaikum, Bunda Laila?"
" .... "
"Ada apa Bunda telepon saya?"
" ... "
"Innalillahi wa Inna ilaihi rajiun "
Umi Hana terkejut dan menutup mulutnya. Salma pun mengerutkan keningnya mendengar keterkejutannya Umi Hana.
" ... "
"Oh ... baik, saya akan ke sana segera."
Umi Salma pun mengakhiri panggilan tersebut.
"Salma, apa kamu belum mendapatkan kabar?"
Salma hanya menggelengkan kepalanya, karena bingung dengan pertanyaan Umi Hana.
"Kabar apa, Umi?"
"Yumna sedang dirawat di rumah sakit, dia mengalami keguguran."
Salma terkejut dengan berita tersebut. Dia iba mendengar adiknya mendapat musibah, tapi di relung hati paling dalam dia merasa terluka. "Yumna Hamil? dan dia Keguguran?" monolog hati Salma.
Dia tersenyum getir, air matanya menetes, dengan cepat ia menghapusnya.
Dia menghela nafasnya. "Belum ... Umi, mungkin bunda baru menghubungi Umi dan nanti akan memberitahu ku."
"Kalau begitu, ayo kita ke rumah sakit sekarang, Umi akan memberitahu Abi ke dalam dulu," ucap Umi Hana.
"Ya ... Umi, nanti kita akan bertemu di sana. Aku akan membawa kendaraanku sendiri."
Umi Hana pun segera masuk ke dalam masjid untuk mencari suaminya dan memberitahu kabar tersebut. Sedangkan Salma pun menghela nafasnya entah apa yang harus ia lakukan saat ini Entah ia harus ke rumah sakit dan mengasihani adiknya atau memang dia akan berdiam diri seolah-olah Ia tidak mengetahui semuanya Entahlah yang jelas saat ini hatinya begitu sakit dan tidak bisa dijabarkan bagaimana perasaannya.
**
Wafri terus mondar-mandir di depan ruangan kebidanan sambil meremas tangannya, dia begitu panik dan gelisah menunggu sang istri yang sedang ditangani dokter di dalam ruangan tersebut. Dia gelisah dan tidak sabar menunggu Yumna selesai diberi tindakan.
"Nak Wafri, duduklah dulu! percayakan sama tim medis. Insya Allah semua akan baik-baik saja. Bunda yakin Yumna anak yang kuat, duduklah! kita bantu dengan doa," ucap Bunda Laila.
Wafri menghela nafasnya dan duduk di samping Bunda Laila,berkali-kali dia melafalkan doa di dalam hatinya mengharapkan kelancaran dan kesembuhan pada istrinya.
Inilah yang menjadi satu alasan kenapa Bunda Laila meminta mereka menunda kehamilannya, karena ia tahu hamil di usia yang tergolong masih muda itu sangat beresiko.
Tapi nasi sudah jadi bubur semua, juga sudah kehendak Yang di atas. Dia tidak mau menyalahkan siapapun, terlebih anak dan menantunya, Dia hanya bisa meminta kepada yang kuasa semoga anaknya di dalam baik-baik saja.
Di ujung lorong Rumah Sakit tampak sepasang suami istri paruh baya yang berjalan tergopoh-gopoh. Di susul di belakang mereka Kiai Malik.
"Bagaimana ini bisa terjadi Wafri? bagaimana dengan keadaan Yumna? apa dia baik-baik saja?" berbagai pertanyaan dicecar oleh Umi Hana.
"Umi, duduklah dulu! nanti akan kami jelaskan." Bunda Laila mempersilahkan besannya untuk duduk.
Wafri pun menjelaskan kronologi, bagaimana ia menemukan Yumna yang pingsan.
"Bagaimana ini bisa terjadi? apa Yumna tidak tahu dia hamil?" Umi bertanya dengan heran.
"Sekarang ini, kita hanya perlu mendoakan Yumna. Semoga dia baik-baik saja yang terjadi sudahlah, jangan diungkit lagi. Kasihan wafri pun saat ini masih panik." Kyai Asy'ari menjadi penenang saat ini terhadap istrinya.
30 menit berlalu dokter pun keluar dari ruangan tersebut.
"Bagaimana keadaan istri saya dokter?"
"Alhamdulillah, pasien dalam keadaan stabil kemungkinan pasien akan sadar 1 sampai 2 jam kemudian setelah biusnya hilang, nanti tenaga medis lainnya akan memantau keadaan pasien, setelah pasien sadar akan dipindahkan ke ruang rawat inap. Kalau begitu saya permisi dulu."
"Terima kasih Dokter," ucap Wafri.
Wafri pun segera mengurus kamar rawat inap dan dia mengambil kelas VIP agar istrinya nyaman saat istirahat nanti.
2 jam berselang istrinya pun siuman. Yumna dipindahkan ke ruang rawat inap.
"Mas Sebenarnya apa yang terjadi padaku? Kenapa rasa Perutku sakit sekali?" tanya Yumna.
Bagaimanapun Yumna pasti akan bertanya terus kalau ia tidak menjelaskannya.Wafri menghela nafas, dia mencium kening Yumna.
"Kamu keguguran Dek dan baru selesai di kuret."
"Di Ku-kuret? aku hamil Mas?" Yumna terkejut dan shock mendengar penuturan suaminya dan diangguki oleh Wafri. "Keguguran?" Lagi Yumna bertanya, Yumna merasa tidak percaya menutup mulutnya, tidak terasa air matanya menetes dari kedua sudut matanya.
"Sudah jangan menangis, semua itu belum Rezeki kita, Dek."
"Astaghfirullahaladzim, kenapa aku ceroboh sekali, Mas? kenapa aku tidak tahu kalau aku hamil? Ibu macam apa aku ini, Mas?" Lagi, Yumna terisak dan merasa bersalah."
"Huussstt ... tidak boleh berbicara seperti itu, tidak boleh menyalahkan dirimu. Allah lebih tahu apa yang terbaik menurut-Nya bukan yang terbaik menurut kita. Kamu istri Mas yang baik yang sholehah, InsyaAllah nanti Allah akan menitipkan amanah lagi pada kita." Wafri berusaha menenangkan Yumna dan memeluknya.
Ia tahu saat ini Yumna terpukul dengan kejadian ini, dan dirinyalah yang harus menjadi penguat untuk sang istri.
Keesokan harinya Yumna yang baru saja terlelap tidur tidak tahu kalau dokter datang untuk mengecek keadaannya.
"Alhamdulillah, pasien sudah membaik dan tinggal pemulihan saja. mungkin lebih ke pemulihan psikisnya, karena untuk pemulihan bekas kuretnya bisa dilanjutkan dengan meminum vitamin dan obat yang nanti akan saya resepkan, Pak." Dokter tersebut memberi penjelasan.
"Oh iya, Dok. Terima kasih!"
"Oh iya, Pak. Sebenarnya ada satu lagi yaningin saya katakan."
Wafri tampak serius menunggu penjelasan dokter.
"Sebaiknya, untuk sementara pasien jangan hamil dulu. Alangkah baiknya untuk menggunakan alat kontrasepsi, karena pasien memiliki rahim yang lemah. Kalaupun ia hamil lagi maka itu akan beresiko seperti ini atau lebih parah, jadi untuk beberapa saat ke depan diharapkan untuk benar-benar menjaga kesehatannya dan mengkonsumsi vitamin agar keadaan rahimnya semakin kuat."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
Mukmini Salasiyanti
waf-yum...
sing sabar yooooooo
insyaaAlloh diganti Alloh dgn yg lbh baik
2023-11-02
0
Lili Aprilia
semangat Thor....aku padamu
2023-10-18
0