Hope And Wish
Aku menurunkan kaca jendela mobilku. "Ayo, Bang. Kalau kau bisa ngalahin aku sampai lampu merah depan, mobil ini buat kau, Bang." Aku berseru pada mobil yang berhenti di samping kananku, di salah satu lampu merah yang cukup sepi karena waktu menunjukkan tengah malam.
Aku ragu mobilnya bisa mengalahkan mobil legend yang sudah full upgrade ini. Meski aku mempertaruhkan mobil warisan nenekku, tapi aku yakin mobil LCGC standar keluaran pabrik itu tidak akan mampu mengalahkan mobilku.
Jendela mobilnya dari tadi terbuka, entah AC-nya rusak atau memang ia tengah merokok. Tapi, aku kenal pemilik mobil tersebut. Tadi, kami mengantri di pom bensin yang sama.
"Gak perlu, Ra." Wajahnya lemas dan terlihat mengantuk sekali, ia seperti amat lelah dengan aktivitasnya.
Ia cukup tampan, tinggi, gagah, bidang usahanya menarik, ia masih muda, tapi terlihat begitu repot setelah ditinggal istrinya untuk selama-lamanya. Maksudnya, dia tetap harus melanjutkan hidupnya, bukan? Tentang semua yang dimilikinya, aku yakin ia masih sangat pantas untuk mendapatkan kebahagiaannya dan mengatur semuanya.
"Ayolah, Bang." Aku memamerkan gigiku.
Aku ingin melihatnya ramah padaku, aku ingin melihatnya tersenyum kembali. Dulu aku seperti tidak ramah, aku cenderung datar dan ketus pada semua orang saat masih menjalin hubungan dengan laki-laki toxic.
Setelah aku dikembalikan pada ayahku, alias janda. Aku merasa plong sekali, duniaku seperti di genggamanku dan aku tidak memiliki beban sama sekali. Meski sebenarnya, tanggung jawab terbesarku ada di bangku belakang.
Ia tengah menikmati ibu jarinya, bayi tujuh bulan itu ikut ke manapun ibunya pergi. Selain karena ia masih ASI, ayahnya pun menantangku bahwa dirinya tidak akan memberi nafkah untuk anaknya, jika aku memaksa hak asuh anaknya jatuh padaku.
Padahal, kakeknya yang ingin cucunya denganku. Benar, ayahku yang mengusahakan agar hak asuh anakku jatuh ke padaku. Alhasil seperti ini, aku membawanya pergi untuk mengurus usaha yang ayahku berikan untukku.
Aku Caera Nazua, perempuan berusia dua puluh tiga tahun yang mengulur pendidikannya hingga tidak wisuda-wisuda, demi laki-laki yang effortnya luar biasa untuk meminangku, tapi ia tidak memiliki usaha untuk mempertahankanku. Ia tidak pernah berselingkuh, ia tidak pernah menentang perintah orang tuaku untuk melanjutkan usaha orang tuaku, ia pun sangat sopan dan pandai bersikap terhadap semua keluarga besarku.
Namun, ia selalu menuduhku berselingkuh. Ia selalu mengira ada laki-laki lain yang aku respon dan mengira aku selalu tertarik dengan pria yang lewat di depan mataku. Ia pun melarangku untuk dekat dengan kakak laki-lakiku, meski jelas ia adalah saudara kandungku dan waliku setelah ayahku.
Lebih gilanya lagi, ia selalu mengancamku dengan kekerasan fisik. Bahkan ia melakukan ancamannya itu, sehingga aku balik membuatnya sakit berkali-kali lipat. Aku adalah korban KDRT, ia pun korban dari KDRT yang aku lakukan untuk membalas perlakuannya padaku.
Ah, aku berharap semua istri gagah berani sepertiku. Biarpun masuk penjara selama tiga hari, aku bangga dengan diriku sendiri karena bisa melindungi diriku sendiri kala orang tuaku jauh dan tidak ada yang bisa aku andalkan untuk melindungiku, karena suamiku sendiri malah melukai fisikku.
Suami seperti itu, tidak memiliki nilai fungsi menurutku. Aku bisa membeli laki-laki, meski perharinya ia pasang tarif untuk memperlakukanku dengan baik. Tapi lebih baik lagi, jika ada laki-laki yang memperlakukanku dengan baik dan mau menanggung dosaku dan biaya hidupku.
Itu ide bagus, jika aku tengah merasa lelah untuk bekerja sekaligus mengurus anak. Tapi karena pengalaman mendapat laki-laki yang salah, aku sering berpikir bahwa memang lebih baik semuanya dilakukan sendiri. Kecuali, kebutuhan ranjang.
Sialnya itu candunya laki-laki. Kenapa mereka mengenalkan rasa enak itu, jika memang mereka tidak bisa membuat kami betah dalam waktu yang lama?
Mana aku dari keluarga baik-baik, keluaran pesantren, hafizah Qur-an lagi. Masa iya harus berzina? Masa iya minta dijodohkan ayah dengan laki-laki lain? Nanti kelihatan sekali bahwa aku yang gatal.
"Na, na, na, na…. Ma, ma, ma, ma, ma…." Ocehan Galen membuatku melirik padanya.
Aku dan bayi laki-laki itu baru keluar kamar hotel dan baru saja mengisi perut kami. Ia bayi yang baru kenal MPASI dan sudah terbiasa makan malam yang begitu malam, tidak ada pantangan menurutku, yang penting aku mengerti tekstur makanan yang baik untuknya saja.
"Galen ngajak balapan tuh, Bang Bengkel," seruku kembali berbicara pada mobil sebelah.
Ia melirik, lampu interior mobilnya menyala dan aku aku bisa melihatnya dengan jelas.
"Kamu bawa anak bayi malam-malam begini?" Lirikannya berubah menjadi pandangan kaget.
Aku mengangguk dan tersenyum tipis. "Satu, dua…." Aku melirik ke arah lampu jalanan yang berubah menjadi hijau.
Aku langsung menginjak pedal gas, meninggalkan dirinya yang melongo bodoh dan mobilnya yang masih berdiam di tempat. Ia tidak sigap, ia tukang bengkel yang amatir di jalanan.
Mungkin ayahnya tidak seperti ayahku yang mengajakku balap mobil di lintasan yang semestinya. Hobiku didukung ayahku dan dalam pengawasan ayahku.
Sampai akhirnya aku menepi setelah lampu merah berikutnya, mobilnya ternyata sudah ada di belakang mobilku dan ia menepi juga. Lampu mobilnya masih menyala, tapi ia keluar dari mobil dan membiarkan pintu mobilnya terbuka. Aku masih berdiam diri di tempat kemudi, memperhatikannya dari spion mobilku dan melihatnya jelas bahwa ia menuju ke pintu mobilku.
"Bayi kamu kenapa-napa gak? Ya salam, Ra." Ia terlihat amat panik saat mengetuk kaca jendela mobilku.
Aku menurunkan jendela mobilku, kemudian aku melirik ke spion tengah mobilku. Aku melihat anakku yang anteng menikmati ibu jarinya sendiri dan memperhatikan pemandangan malam dari jendela samping joknya, ia tidak menangis dan ia tidak kelihatan ketakutan.
"Bayi aku kenapa memang?" Aku menoleh dan bertepatan sekali dengan wajahnya yang melongok masuk dari jendela mobilku.
Aku lekas memundurkan kepala dengan segera dan memejamkan mata, jarak kami terlalu dekat dan ia orang asing untukku. Ia adalah percikan awal terjadinya KDRT dalam rumah tanggaku, karena ayahnya anakku menuduhku memiliki hubungan pada seseorang yang memiliki usaha bengkel ini.
Padahal, ia hanya orang lain yang kebetulan berhubungan dengan saudara angkatku. Aku kenal dirinya pun, karena mobilku yang ini pernah servis di tempat usahanya. Ditambah lagi, ia menjadi saksi dalam persidangan gugatan ceraiku.
Tuan Handaru Albundio, kurang lebih seperti itu namanya. Tapi aku lebih sering memanggilnya 'bang Bengkel', karena aku mengenalnya di bengkel usahanya.
Bayiku tertawa renyah melihat kepala laki-laki ini muncul, mungkin menurut anak usia tujuh bulan itu adalah hal lucu. Tidak lucu untuk jantung jandaku yang genap setahun hidup tanpa laki-laki dengan jarak sedekat ini. Mana parfumnya nyaman di hidung dan langsung terekam di otakku lagi, aromanya lembut dan segar.
"Jangan ngebut-ngebut, Ra. Kasihan anak kamu, kamu mikir gak coba?!" sewotnya persis di depan wajahku.
Aku merapatkan mataku kembali, kemudian membuka mataku sedikit untuk memastikan posisinya kembali. Ia tidak sadar, jika ia masih tepat berada di depan wajahku sedekat ini.
"Kenapa kamu? Kamu sakit? Kok pucat berkeringat gitu?" Hembusan napasnya harum rokok tiga puluh ribuan.
Aku teringat kenangan dalam sedekat ini dengan mantan suamiku, kemudian ia memujiku dan membuatku pasrah di bawahnya.
"Aku lemah iman, janganlah sedekat itu." Suaraku berubah lemas dan sedikit serak.
Hormonku terpancing seketika.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Batriani Betty
waduhhh Ra jgn dong jd bunga ke2. nggak baik ntar u anakmu jaga anakmu dgn baik Ra, hafizah cantik kesayangan papa gifar...
2023-08-04
2
fitri ristina
bener bener turunan mamah dinda.
2023-08-03
2
Auralia Citra Rengganis
Alhamdulillah....
Han duda ???
Harum knp sakit kah ???
tokoh utamanya Caera lalu laki"nya siapa ya....
2023-08-02
2