Tidak ada yang aku sukai, hari-hariku penuh dengan emosi tiga bulan belakangan. Demi untuk melindungi Galen dari emosiku, aku menyuruh bang Zio mengantarkan Galen ke ayah saja. Biar biyung yang mengurus cucunya, yang sering kumarahi tanpa jelas salahnya.
Lagian, aku merasa Galen rewel sekali sejak ke Cirebon kembali.
"Makan, Ra." Kakak ipar menunjukkan isi piring makannya.
"Nanti mau keluar, Kak." Aku tidak semangat makan, sebelum menghabiskan tenagaku dulu.
Biasanya, aku rutin ngegym untuk mencari rasa laparku. Aku tidak gagah seperti binaraga, hanya saja bentuk tubuhku lebih berlekuk, terutama bagian perut. Aku tidak terlihat seperti pernah melahirkan, karena otot perutku terlihat membentuk seperti jam pasir. Padahal, waktu gadis tidak seperti ini.
"Jangan keluyuran terus, Ra. Takutnya ayah tiba-tiba ke sini, terus kamu tak ada. Kakak sama bang Zio nutup-nutupin pun gimana, kalau ternyata buktinya kau tak ada di rumah?" Ia melirikku dan menikmati makanannya.
"Aku bisa jaga diri, Kak. Aku bukan datang ke tempat maksiat, tenang aja." Aku menyandarkan punggungku di sofa.
Rasanya begini bosan, begitu bosan. Tidak ada yang menarik, semuanya membuat moodku buruk.
Aku tidak menyalahkan ayah, atas terjadinya perubahan moodku dan perubahan psikisku. Tapi mungkin aku belum bisa ikhlas, ditambah lagi dengan melihat story yang Bunga pajang saat ini.
Aku ingin memukuli samsak seketika ini juga.
'Zee, Farah' dua nama tersebut tersemat di foto yang ia jadikan status. Apalagi ini? Fakta apalagi? Kenapa bang Bengkel terlihat buruk sekarang? Kenapa ia harus menjadi foto yang dipajang oleh Bunga?
Bukankah Bunga bersuami? Lalu bagaimana perasaan suaminya, melihat istrinya memajang foto pria lain?
Fotonya tidak diblur, foto ini bukan editan atau semacamnya. Terlihat sangat jelas di mataku, bahwa bang Bengkel tersenyum tertunduk menggendong dua putri tersebut. Aku langsung mengambil tangkapan layar.
Jadi, mereka akan menjadi keluarga?
Rasanya aku ingin mendoakan mereka cepat mati saja.
Aaaam…. Oh, jangan.
Terimakasih, telah membuatku sadar diri. Mungkin aku harus menyadarkan diriku sendiri, daripada terus berharap ayahnya Farah mencariku di Cirebon.
"Aku keluar dulu, Kak." Tak lupa aku meraih kunci mobilku yang berada di atas meja.
Entahlah, aku mengemudi ke arah mana dan menuju ke mana. Aku hanya mencoba melepaskan emosiku pada pedal gas yang aku atur sedemikian cepat, agar menimbulkan rasa berdebar yang c*n*u di jantungku.
Tidak peduli sirine polisi, pemberhentian lampu merah, atau kemacetan pasar kue. Aku mencoba berkamuflase menjadi ambulans, yang menyalakan lampu segitiga terus menerus.
Aku teringat saat aku menyuapi dirinya dengan garpu, saat ini aku ingin menusuk wajahnya dengan garpu. Aku teringat saat ia merangkulku dan meminta biyung untuk mengambil gambar kami, rasanya sekarang aku ingin membanting tubuhnya ke depan. Aku teringat saat dirinya menggenggam tanganku saat memegang garpu, rasanya sekarang aku ingin memutar tangannya sampai patah.
Aku panas hati sekarang.
Pasti Bunga menang tanpa usaha apapun. Bodohnya aku saja yang terus berharap ia akan datang, ayah memutuskan kan ia pasti sudah melirik Bunga yang akan janda.
Tiiiinnnnn….
"Bawa ke rumah sakit mana? Dari sana ngebut terus," seru seorang sopir pick up yang sejajar denganku.
Bapak-bapak bawel! Aku sedang tidak ingin ditanya dan ditegur.
Aku berbelok entah ke arah mana, sampai akhirnya menepi karena sadar indikator bensin sudah menyala. Kenapa bisa aku hampir kehabisan bensin begini? Kan bisa rusak parah ini mobil.
Aku membawa mobil ini perlahan, sampai ke ujung aku tidak menemukan pom bensin atau tempat orang berjualan bensin curah satu pun. Hingga akhirnya, aku harus rela mengganti kerusakan yang terjadi pada mobil putih ini. Karena mobilku benar-benar kehabisan bahan bakar.
Bang Zio tengah ke Aceh mengantar Galen. Kakak ipar jelas tidak bisa membantuku, masa aku harus merepotkan kak Ranty dan suaminya? Ah, sepertinya orang kepercayaan ayah saja yang bekerja di cabang Cirebon ini.
Mobil ini sudah full upgrade dan menggunakan sistem injeksi. Jika mobil injeksi kehabisan bahan bakar, sudah pasti kerusakannya akan merambat.
Arghhhh….. Rasanya ingin menangis saja.
"Tadi udah share loc ya, Pak? Kurang tau nih, aku ada di mana. Tapi tadi lewatin daerah yang berbukit." Aku tengah menghubungi orang kepercayaan ayah.
"Ya, Kak. Saya ke sana."
Hingga akhirnya, aku dan orang kepercayaan ayah memutuskan untuk menyewa derek swasta yang memasang tarif lumayan. Padahal tangki mobilku sudah terendam bensin kembali, tapi nyatanya mobil ini tidak bisa diselamatkan oleh bensin saja.
Aku merasa amat sial sekarang.
Membuang kemarahanku, tapi aku membuat diriku susah sendiri.
"Diatur aja, Pak. Ini kuncinya ya? Aku turun di sini aja, aku pulang nanti naik taksi online." Aku minta berhenti di pertigaan arah kota.
"Ati-ati, Kak. Kabarin aja kalau butuh bantuan lagi." Untungnya orang kepercayaan ayah cukup baik.
"Siap, Pak." Aku menutup kembali mobilnya.
Aku belum makan dari tadi dan baru sekarang terasa lapar. Setelah mencari cafe terdekat di google, aku langsung memesan taksi online.
Emosiku sekarang memang sudah luntur, tapi kekesalanku pada diriku sendiri sekarang lebih dominan. Aku merasa bodoh, karena merusak mobil sejuta kenangan tersebut.
Sampai seminggu kemudian, mobilku belum juga beres. Aku menemui orang kepercayaan ayah yang aku percaya untuk membereskan mobilku, sekedar ingin tahu tempat diperbaikinya mobilku itu.
"Ini kak tanda buktinya. Mobilnya di bengkel itu, soalnya banyak barang yang lagi dipesan." Ia memberikan secarik nota.
Apa sebaiknya diupgrade kembali saja kah? Daripada membereskan saja, takutnya mobilku ketinggalan kapasitas balapnya.
"Udah dipesankan belum ya, Pak? Aku mau sekalian upgrade aja deh." Aku membaca pesanan yang belum dibayar tersebut.
"Boleh, Kak. Langsung aja ke Bengkel yang dekat lampu merah itu, Kak. Saya biasanya langganan di situ, mobil ditinggal pun tenang dan gak takut onderdil diganti."
Eh, apa katanya? Bengkel dekat lampu merah?
Jelas aku langsung melirik nama bengkel yang tercetak tebal di atas nota tersebut.
AutoVar Project
Aku hafal nama bengkel itu, bahkan tahu pemiliknya. Aku takutnya, aku ke sana dan sedang ada dirinya di sana.
Eh, tapi kan usahanya sudah dalam asuhan ayah. Pendapatan bengkelnya akan dipotong berapa persen, karena orang-orang ayah yang akan mengurus usaha tersebut.
Halah, tenang saja. Toh, si bang Bengkel itu tengah menikmati kebersamaan keluarga kecilnya di Aceh.
"Ya udah aku ke sana, minta tolong bereskan dulu ini, Pak." Aku menyodorkan beberapa map yang memang harus ia kerjakan.
"Siap, Kak. Ati-ati." Orang ayah mengangguk mantap.
Tidak ada kendaraan, mau tidak mau taksi online menjadi pilihan. Bang Zio sedang ada pekerjaan di Jepara, ia membawa mobil lainnya yang tersedia di sini.
"Siang, Mbak. Ada yang bisa dibantu?" Seorang karyawan bengkel berseragam bordir di punggungnya menghampiriku.
"Ini, Bang. Mau cek mobil Saya." Aku mengulurkan secarik nota tersebut.
"Oh, sebelah sini, Mbak." Ia mengajakku untuk mengikutikunya.
Sebelah mana sih? Kok aku merasa bengkel ini semakin luas?
Tengah dikerjakan beberapa orang, bahkan ada yang masuk ke kolongnya. Kok panjang sekali tubuh karyawan yang masuk ke kolong mobil ini, seperti tubuh…….
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Edelweiss🍀
malah ketemu org yg (tidak) alias diharapkan 😄
2023-08-09
1
Edelweiss🍀
jadi lebih rugi ya Ra, malah mobil kesayangan jd rusak🙄
2023-08-09
1
Edelweiss🍀
pernah kejadian nih motor kakakku rusak parah gara2 kehabisan bensin😥
2023-08-09
1