Aku mendengar suara kekehannya, kemudian aku merasakan bahwa wajahnya sudah menjauh dari wajahku. Aku mengintip sedikit, sebelum akhirnya membuka mataku lebar-lebar.
Syukurlah, kepalanya sudah keluar dari dalam mobilku.
"Bentar, matiin mobil dulu." Ia menoleh ke belakang dan berjalan pergi.
Anakku tertawa kecil, kemudian menendang kakinya seolah ia senang. Ia kira, ia diajak ciluk ba.
Ini hari ketiga aku di Jakarta, aku mengambil mobil di rumah sepupuku lain kakek. Kemudian, aku mengambil kamar hotel dan mengajak anakku jalan-jalan. Segala berkunjung ke kebun binatang, padahal aku yang senang melihat binatang secara langsung dan bisa memberi makannya.
Anak tujuh bulan, tentu tidak banyak mengerti. Kecuali, ia diajak ciluk ba.
"Dari mana, mau ke mana? Jangan perjalanan ke Cirebon malam-malam." Bang Bengkel kembali berada di sisi luar jendela mobilku.
"Baru keluar dari kamar hotel tadi, terus makan. Pengen ke arah Ancol, ambil kamar hotel di sana, terus besoknya ke Dufan sama Galen." Aku menoleh ke belakang dan mencoba mencolek kaki anakku yang berlapis celana panjang yang menutupi telapak kakinya.
Aku tahu mobil dengan AC rendah pun dingin di malam hari.
"Dufan? Bayi ke Dufan, mau ngapain? Mau kamu ajak main halilintar? Apa tornado?" Ia nampak kaget dengan matanya yang mekar sempurna.
Kenapa dengan dirinya yang selalu kagetan jika ada sangkut pautnya dengan bayi? Apa karena waktu dirinya bayi, ia tidak digebrak? Jadi, apapun ia menjadi kaget.
"Lihat ramai-ramai aja sih, kan ada badutnya di sana." Yang penting aku pernah masuk dan anakku tahu yang namanya Dufan.
Biar nanti anakku sudah TK, ia bisa bercerita jika ia pernah berkunjung ke Dufan. Tapi ya, semoga saja Galen ingat.
"Di lampu merah pun ada badutnya." Ia berkata perlahan dan amat jelas.
"Dia bayi, Ra. Minimal dua tahun, dia bisa kenal tempat wisata. Aduh, mana daya tahan tubuhnya belum kuat. Hei, kamu lihat lah bayi kamu masih melek mata segede jengkol. Lebih baik ambil hotel, kelonin, ASIin, atau kasih dot, kasih sufornya." Ia menunjuk Galen dengan telunjuknya.
Aku memperhatikan reaksi Galen dari spion tengah, ia malah mengeluarkan ibu jarinya dari mulutnya dan ia memamerkan gusinya yang belum keluar satu gigi pun itu. Ia melihat kakeknya marah-marah saja malah tertawa, apalagi lihat ibunya mendapat sewot seseorang.
Pasti itu hiburan untuknya.
"Galen emang ngantuk? Kita kan bangun tidur." Aku menoleh ke belakang dan mengulurkan kepalan tangan kiriku ke arahnya.
Aku sering mengajaknya tos boom, ia kadang merespon dan kadang tidak. Namun, kali ini ia merespon kepalan tanganku dan ia tertawa geli ala bayi ompong.
Ia gembira di mana saja, ia ceria di mana saja. Yang paling penting, ia tidak rewel dan selalu sehat di mana saja.
Sakitnya Galen karena imunisasi DPT satu, dua dan tiga. Ah, aku stress sendiri setiap ada imunisasi. Diimunisasi sakit, tidak diimunisasi bisa bakal lebih sakit. Aku sayang dirinya, meski pada anak seperti pada teman atau keponakan.
Aku berpikir untuk tidak menjadi orang tua yang kolot, aku tidak mau Galen takut padaku untuk bercerita atau mengadu. Aku ingin sampai besar aku tetap bisa menjadi orang tua yang seperti teman, agar ia besar nanti bisa terbuka dalam bercerita dan sikapnya tidak banyak pura-pura di depanku selalu orang tuanya.
Karena ada saja anak yang pura-pura baik dan alim di rumah.
"Apa mau rehat di rumah ayah? Di kamar depan biasa? Yang waktu kamu hamil itu," tawar tuan Albundio yang memiliki entah berapa banyak cabang bengkel tersebut.
"Ah, boleh. Sekalian nengokin anak Abang sama almarhumah. Aku belum sempat nengokin sama sekali soalnya, maaf ya?" Bahkan ketika wafatnya istrinya itu, aku tidak datang melayat karena selain jaraknya jauh, aku pun memiliki Galen yang baru saja mendapat imunisasi DPT.
"Aku paham, kamu pun punya anak kecil. Ya udah, ikuti mobilku." Ia menjauh dari jendela mobilku, kemudian berjalan menuju mobilnya.
Baiknya aku memberi apa ya? Aku mengingat beberapa perlengkapan bayi yang ada di bagasi. Aku memiliki stroller bayi portable, yang bisa digunakan sampai usai dua tahun. Aku membelinya ketika pulang dari kebun binatang dan belum sempat digunakan karena memang Galen lebih betah menjadi bayi kangguru.
Pikirku, aku akan menggunakan stroller itu ketika aku bekerja di Cirebon. Agar Galen anteng dan terawasi, tapi sebaiknya diberikan dulu pada anaknya bang Bengkel, Galen bisa membeli lagi nanti di Cirebon.
Mobil merah jenis LCGC itu sudah merayap pelan di depanku, dengan segera aku mengikutinya karena aku lupa jalan menuju kediaman ayahnya. Sepertinya, ia masih tinggal di sana.
Aku pernah berkunjung sekali, saat aku memintanya menjadi saksi di persidanganku. Meski waktu itu bang Bengkel dalam kondisi lumpuh sementara karena kecelakaan, tapi ia cukup baik karena mau memenuhi permintaan tolongku. Ya mungkin, karena ia memiliki tujuan lain.
Yang terpenting, harapanku untuk bisa bercerai sedikit ditolong oleh kesaksiannya dan keinginannya untuk tujuan lainnya dengan saudara angkatku pun terpenuhi.
Harapan dan keinginan.
Pukul satu malam, tentu amat tidak pantas untuk bertamu. Tapi, aku kan diajak numpang istirahat. Bukan ingin bertamu.
"Mana kuncinya? Biar aku parkirkan. Gih bawa anak kamu, ketuk aja pintunya, Farah pun biasanya meleknya malam." Bang Bengkel menghampiri mobilku.
Aku mengangguk, aku keluar dari mobil dan berjalan memutar untuk mengangkat Galen. Galen sudah berisik, ia paling takut ditinggal sendirian. Mungkin ia berpikir, aku keluar dari mobil dan ingin meninggalkannya.
Setelah aku keluar dan sedang berjalan memutar untuk bisa membuka pintu tempat Galen duduk, bang Bengkel masuk dan menduduki tempat kemudi. Terdengar ia seperti mengajak Galen bercakap-cakap dan ketika aku membuka pintu mobil ini, rengekan Galen mereda dan berganti dengan tawa.
Galen biasa bergurau dengan siapapun yang mengajaknya di lingkungan rumah keluarga besarku, ia mudah bersosialisasi dengan orang baru juga.
"Baaaa…. Ngobrol sama siapa, Galen? Mamah tak diajak ngobrol kah, hm?" Aku membuka safety seatnya dan perlahan mengangkat tubuhnya.
Ia langsung girang, kakinya langsung menendang-nendang. Aku tidak tahu apa yang ayahnya lakukan sejak kami pisah saat aku masih mengandung Galen, tapi Galen jadi seperti kodok. Apa karena sudah tummy time sejak nol bulan? Tapi aku berpikir agar merangsang kemampuan Galen untuk menjaga keseimbangan tubuh, melakukan koordinasi pada paha dan mengontrol gerakan kepala. Bukan agar ia bisa lompat seperti kodok.
Ya, ia sudah bisa melompat dalam posisi tiarap. Padahal, ia belum bisa merangkak ataupun ngesot. Ia bisa duduk tegak di usianya yang sudah menginjak tujuh bulan pas, ia juga bisa merespon dan mengambil barang dengan tangannya sendiri. Ya tentu, jika mampu dijangkau oleh tangannya.
Aku meraih tas bayi, yang berada di sebelah child car seat Galen. Kemudian baru menutup pintu mobil. Aku melangkah masuk ke halaman rumah yang masih sama saat seperti aku menginjakkan kakiku di sini, rumah yang bersih dan terlihat tertata rapi.
Perlahan, mobilku naik ke halaman rumah. Kemudian, bang Bengkel keluar dan membuka pintu garasi. Aku naik ke teras dan mengetuk pintu rumah beberapa kali.
"Ya, Han…. Bentar." Itu adalah suara om Hamdan yang begitu ramah dan menyenangkan.
Aku pernah diberi ikan channa dan ikan guppy olehnya ketika aku ngidam dan hamil trimester kedua, aku senang dan bahagia karena pemberiannya. Meski akhirnya, ikan guppy tersebut untuk konsumsi ikan channa.
Ceklek….
Laki-laki yang beda delapan tahun lebih muda dengan ayah itu membukakan pintu untukku dan lihatlah ekspresinya, aku memasang senyum lebar menyambut pandangan kagetnya.
Namun, tiba-tiba ia memelukku dengan membawa bayi di dekapannya itu. Ia menangis, seperti bertemu dengan seseorang yang membuatnya haru.
Kenapa responnya seperti ini melihatku?
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
fitri ristina
aduh ayah...main peluk aja ama janda muda...
2023-08-03
1
Auralia Citra Rengganis
Ayah seneng dapat mantu terus bahagia dpt cucu eh dukanya menantu wafat... bagaimana kabar anak Han sama Bunga....
2023-08-02
1
Mafa
eh, ada yg aneh nih . . . . kan waktu ra hamil hanum bt nikah ya, masak sekarang bayi hanum 7 bln hanum udah lahiran . . .
hemmmm ada misteri baru nih ,
mau tebak tebak tp... entar ah biar seru . . . siapa ya ibu dr anak han , hanum atau ??????
2023-08-01
1