Perhatian Kecil dari Calon Ayah Sambung

Setelah mendengar semua penjelasan Rumi malam itu, Khaeri menjadi lebih yakin untuk melangkah ke jenjang pernikahan. Ia juga sudah yakin, Kalau Nana tidak mungkin melakukan hal itu dengan sadar. Ia termenung di taman kota dimana ia sedang mengajak Naufal dan Nana jalan-jalan. Tidak lupa ia mengajak Utami, agar Nana tidak capek menggendong Naufal.

"Dokter Khaeri.."

Khaeri tersentak dan langsung mengangkat kepalanya saat mendengar suara Utami. "Ada apa, Utami?"

"Di panggil Nana tuh. Dari tadi dipanggil dari sana, tapi Pak Dokter melamun terlalu dalam."

"Ah, masa sih, Mi? Aku Nggak dengar ada yang memanggilku." Khaeri mencoba mengelak. Padahal dari tadi dia asyik menghayal dan lupa sekitar. Melirik ke arah Nana yang melambaikan tangannya sambil tersenyum ke arahnya.

"Huh," Utami memutar bola matanya kesal. Bagaimana mau dengar, Pak Dokter terlalu sibuk menghayalkan entah apa."

"Nggak ada yang dihayalin kok. Aku cuman sedang memikirkan bagaimana masa depan ku dengan Nana nanti. Tapi, kalau aku menikah dengan Nana. Pak Fadilla memintaku untuk tinggal di rumahnya. Aku nggak boleh membawa Nana tinggal di rumahku. Hanya boleh mengunjungi orang tuaku saja."

"Itu sudah menjadi peraturan yang harus dipatuhi jika menikahi anak perempuan Pak Fadilla." Utami beralih menatap ke arah Nana yang berjalan mendekat ke arah mereka sambil menggandeng tangan Naufal.

"Ngobrolin apa, seru banget?"

Khaeri menoleh dan mendapati Nana sudah berdiri di belakangnya. "Eh, nggak ada yang penting, Na. Cuman ngobrolin kamu tadi."

"Nggak ada yang penting, tapi bicarain aku." Melengos membuang pandangannya.

"Aku lapar, Na." Khaeri beranjak bangkit. "Cari makan dulu, yuk." Mengangkat tubuh Naufal lalu mencium pipi gembulnya. "Naufal sama Papa ya. Kasihan Kak Nana, capek jagain Naufal dari tadi."

Naufal mengangguk sambil senyum malu-malu.

"Cie.. Naufal malu digendong Papa baru." Utami mencoel pipi Naufal menggodanya.

"Naufal mau makan apa?"

"Siapa yang traktir nih?" Utami bertanya, tetapi mengalihkan pandangannya. Hanya melirik sekilas ke arah Nana dan Khaeri secara bergantian.

"Aku," timpal Khaeri seraya melangkah mendahului dua wanita itu.

Utami tertawa bahagia, menarik tangan Nana untuk mengikuti Khaeri yang sudah berjalan jauh di depan mereka. "Akhirnya, dapat sedekah dari Pak Dokter." Bisiknya di telinga Nana. "Hampir tiga tahun kerja bareng, nggak pernah sekalipun dikasih nyicip uangnya. " Kembali berbisik di dekat telinga Nana.

"Udah ah, geli tau." Nana mendorong wajah Utami menjauh dari telinganya.

"Hahaha..bilang aja kesel karena gue bilang calon suami lho Ibu perhitungan."

"Utami..." Nana melotot kesal. "Kalau lho bicara lagi, gue jamin gue nggak akan beliin lho tiket pulang. Mau lho diam di sini jadi pengasuhnya Naufal."

Utami mengangkat sebelah bibirnya. "Enak aja. Kirain orang tua gue nggak habisin duit untuk sekolahin gue."

"Makanya jangan macam-macam. Jangan sampai dia menggagalkan rencana baiknya untuk mentraktir kita, gara-gara mendengar ucapan lho tadi."

"Hadeh.." Utami memutar bola matanya. "Biarin aja dengar. Kali aja itu malah membuatnya sadar dan bisa sedikit berubah."

"Dia udah masuk, percepat langkah." Giliran Nana yang menarik tangan Utami.

"Kita lihat dia masuk ke warung yang mana. Kalau dia masuk ke warung makan yang agak berkelas, itu berarti dia mempunyai selera yang tinggi." Menatap tajam ke arah rumah makan yang dimasuki Khaeri. Tidak perduli dengan ancaman Nana sebelumnya. "Hah, untung aja kita di taman kota. Jadinya, harga makanannya pasti lebih terjangkau daripada harga makanan di Food Court yang ada di Mall."

Plak...!

Nana menepis pundak Utami. "Astagfirullah, Utami. Lho nggak dengar gue bilang apa dari tadi? Dibilangin jangan banyak omong. Kalau gue beneran tidak membelikan lho tiket pulang, mau apa lho?!" Menatap sinis pada Utami.

"Lah.." Utami melirik kesal ke arah Nana. "Gue kan cuman melihat pergerakannya saja, Na. Iya.. kalau lho memang tidak mau membelikan gue tiket pulang, gue tinggal laporkan semuanya pada Mama Yeti, biar lho Kenapa marah."

"Ish," Nana langsung mencubit lengan Utami. Kalau Utami sudah mengancam akan melapor, Nana mengaku kalah. Yeti pasti akan membela Utami. Karena jika dua wanita itu bertengkar, yang bersalah pasti Nana Fadilla.

Akhirnya, dua wanita itu masuk mengikuti Khaeri yang sudah masuk duluan ke salah satu rumah makan itu. Tidak ada yang membuka percakapan lagi, karena Nana sudah mengaku kalah debat."

"Kalian berdua kemana aja, kenapa baru masuk?" Pertanyaan itu langsung menyambut Nana dan Utami begitu sampai di depan Khaeri. Mereka bahkan belum mendaratkan pantatnya di atas kursi.

"Eh, tadi Nana bantu aku, Dok. Kaki aku terlilit rumput panjang di depan warung."

Khaeri mengernyit mendengar jawaban Utami. "Perasaan nggak ada rumput panjang di depan."

"Ah, aku salah ucap, Dok." Utami salah tingkah. Mencubit pelan paha Nana yang terlihat menahan senyum melihat gelagatnya.

"Mmm.. maksud aku.. rumput yang di pinggir lapangan. Hehehe.." kembali melayangkan satu cubitan di paha Nana.

Nana menelan ludahnya sambil melotot pada Utami. Cubitan yang kedua ini terasa sakit karena Utami melakukannya dengan pasti.

"Udah, "Kalian berdua mau pesan apa. Aku dan Naufal sudah pesan duluan karena kalian berdua lama."

"La..ma.." Naufal ikut menimpali.

Nana tersenyum mendengar Naufal yang mengikuti ucapan Khaeri. "Adek Naufal pesan apa?" Nana memainkan jari-jemari Naufal di atas meja.

"Tadi dia nunjuk ikan goreng dan sayur bening. Jadi itu yang aku pesan untuk dia."

Nana kembali tersenyum. "Terimakasih, Mas. "Eh," menutup mulutnya karena salah ucap. "Kak Khaeri maksud ku."

Melihat Nana yang salah tingkah membuat Khaeri tersenyum. "Mm.. dipanggil gitu juga terdengar enak, Na. Boleh lah diteruskan. Aku senang dengernya."

"Cie ... Mas Khaeri.." Utami menggoda Nana sambil mengelus-elus punggungnya. "Nggak usah panggil Kakak lagi, Na. Panggil 'Mas' itu terdengar lebih manis."

Percakapan mereka terhenti saat makanan pesanan Khaeri dan Naufal datang. "Makananku sudah datang, tapi kalian berdua belum pesan apa pun. Pesan dulu sana, biar kita bisa makan sama-sama."

Nana langsung beranjak bangkit mendengar perintah Khaeri. Nggak enak kalau kekasihnya itu menunggu lama. "Aku segera pesan, K.. M.. Mas. Kamu dan Naufal makan aja duluan. Nanti kalau menunggu kami, makanannya keburu dingin."

"Biar aku yang pesan, Na. Naufal tidak akan bisa memilah tulang ikan sendiri. Sedangkan Pak Dokter mau makan juga."

"Nggak apa-apa, nanti aku bantu Naufal." Timpal Khaeri. Mendekatkan piring nasi dan mangkuk sayur bening ke hadapan Naufal. Sedangkan, piring ikannya dipisah karena takutnya Naufal main ambil tanpa memperdulikan adanya tulang yang membahayakan. Apalagi Naufal masih kecil dan belum bisa memilah sendiri.

"Kamu pesan aja sana. Biar Naufal aku yang jagain." Ucap Khaeri. Ia mulai memisahkan tulang dari daging ikan. Terlihat cukup hati-hati saat meletakkan daging ikan di piring Naufal. Takutnya masih ada tulang dan itu bisa membahayakan Naufal."

Nana memperhatikan apa yang dilakukan Khaeri. Setelah merasa anaknya aman bersama pria itu, ia beranjak bangkit untuk menyusul Utami yang sudah pergi memesan makanan duluan. "Mi, minta tolong nanti bawakan pesananku ya." Langsung kembali ke mejanya karena khawatir, kalau Naufal mengganggu Khaeri makan.

Hanya menunggu beberapa menit, Utami kembali membawa satu nampan makanan yang sudah mereka pesan. "Ini pesanan kamu, Na."

Nana yang sedang memperhatikan Naufal makan, langsung beralih menatap Utami. "Cepet banget, Mi."

"Iya.. kita kan nunggunya di sana, jadinya cepat. Orang yang minta dianterin ke tempat duduknya harus menunggu lebih lama karena mereka menunggu untuk diantarkan. Sementara, Ibu itu cuman punya dua karyawan saja."

"Naufal udah kenyang atau mau nambah lagi?"

Nana dan Utami beralih menatap Khaeri. Ternyata, nasi Naufal sudah habis. Satu ikan dan semangkuk sayur bening juga tandas masuk ke perut anak itu.

"Itu.. beneran habis di makan Naufal, Dok?" Utami menelan ludahnya. Menatap tidak percaya ke arah piring kosong di hadapan Naufal.

"Iya lah, Mi. Masa aku yang bantu habisin. Itu kan dia makan sendiri. Sendoknya aja masih di tangannya."

"Ck..ck..ck.. Pak Dokter luar biasa. Itu adalah sebuah perhatian kecil sari calon ayah tiri." Utami mengacungkan jari jempolnya dengan penuh kebanggaan.

"Utami.." Nana melotot pada Utami. Mengeratkan giginya kesal.

"Hehehe.." Utami tersenyum meringis. "Maksud aku.. perhatian kecil dari calon ayah sambung." Menunduk setelah mengatakan itu. Mengintip ke arah Nana yang masih melayangkan tatapan tajam untuknya.

"Udah, Na. Nggak usah di perpanjang. Lagian yang dikatakan Utami kan ada benarnya. Aku memang calon ayah sambung Naufal." Khaeri berusaha bijak karena tatapan Nana terlihat sangat tidak bersahabat pada Utami. "Makan aja dulu. Nanti makanannya keburu dingin. Eh, makananku malah udah dingin dari tadi."

"Tuh kan, dibilangin disuruh makan dari tadi, tapi kamunya ngeyel, M.. Mas."

"Nggak apa-apa, Na. Aku malah lebih suka makan makanan yang susmdah dingin. Tidak kesusahan kalau mau di suap. Kalau masih panas, yang ada malah butuh kipas."

Nana tidak menimpali. Ia akhirya memilih meraih sendok dan garpu dan mulai melahap makanannya. Khaeri dan Utami juga melakukan hal yang sama. Sementara Naufal, anak itu duduk bersandar karena kekenyangan.

*********

Terpopuler

Comments

Annisa

Annisa

Permulaan yang baik. Mudah-mudahan sampai seterusnya

2023-10-09

0

Sadiah

Sadiah

Calon ayah yg baik.. ☺😊

2023-08-19

0

lihat semua
Episodes
1 Permintaan Aneh
2 Nana Terjebak
3 Rencana Masa Depan
4 Kehidupan Baru untuk Nana
5 Berita yang Menegangkan
6 Kecewa yang Mendalam
7 Panggilan Baru
8 Ancaman Fikri
9 Menunggu Kepastian
10 Bersitegang
11 Saling Menjaga Perasaan
12 Saling Pengertian
13 Kenyataan untuk Khaeri
14 Kenyataan untuk Khaeri Part 2
15 Penjelasan untuk Khaeri
16 Perhatian Kecil dari Calon Ayah Sambung
17 Teman tapi Kepoan
18 Teman tapi Kepoan Part 2
19 Maaf, Surat Izinnya Masih di Sita
20 Syarat dan Ketentuan Berlaku
21 Keberuntungan Khaeri
22 Pikirkan Sebelum Terlambat
23 Menjadi Pasangan Halal
24 Jalani Saja dengan Sabar
25 Karena Aku Mencintainya
26 Suamiku Pria Hangat
27 Kesempatan dalam Kesempitan
28 Menjadi Sopir Sewaan Dokter Pelit
29 Sopir Tangguh
30 Tanda-tanda
31 Putri Kesayangan
32 Lebih Berhati-hati
33 Bahagia itu Sederhana
34 Kabar dari Sebrang
35 Perubahan
36 Isi Hati hanya Allah yang Tau
37 Hubungan Sedarah
38 Pertikaian Kecil
39 Masalahnya Tidak Sesimpel itu
40 Sedikit Berubah
41 Butuh Kesabaran
42 Biarin Aja biar Tau Rasanya
43 Aku Hanya Mau Dia
44 Puasa yang Ini Lebih Berat
45 USG
46 Keputusan Fadilla
47 Keputusan Fadilla part 2
48 Utami Merajuk
49 Ngambek
50 Naufal Rindu Mama
51 Firasat Seorang Ibu
52 Saudara
53 Sedikit Pelajaran
54 Sedikit Pelajaran Part 2
55 Butuh Penjelasan?
56 Pasangan itu Harus Saling Memahami
57 Pemeriksaan Terakhir
58 Kelahiran Khaeri Junior
59 Terlihat Sangat Berlebihan
60 Kedatangan Mertua
61 Perhatian dari Ibu Mertua
62 Diintimidasi Ibu Mertua
63 Saling Menjatuhkan
64 Rencana
65 Berita Terpendam
66 Over Thinking
67 Nafkah Pertama
68 Jiwa Perhitungan yang Meronta
69 Perhatian Seorang Kakak
70 Salah Khaeri atau Rasya?
71 Kapan Lho Sadar, Na?
72 Perkara Warung Pecel Lele
73 Semua Urusan di Urus Nana
74 Utami Sayang
75 Perhatian Kecil
76 Nasehat untuk Nana
77 Sahabat yang Sesungguhnya
78 Mulai Curiga
79 Awal Penyelidikan
80 Kecurigaan Nana
81 Perhatian Sony untuk Nana
82 Pertengkaran Hebat
83 Pertengkaran Hebat Part 2
84 Hukuman untuk Khaeri
85 Hukuman untuk Khaeri Part 2
86 Tidak Semudah itu, Ferguso!
87 Punya malu sedikit saja, bisa 'kan?
88 Menjauh adalah Cara Terbaik
89 Aku hanya Wanita Biasa
90 Na, Kamu dimana?
91 Sebuah Akting yang Sukses
92 Isi Hati yang Sebenarnya
93 Perhatian Asisten Melebihi Perhatian Suami
94 Akhir dari Sebuah Perjuangan Part 1
95 Akhir dari Sebuah Perjuangan Part 2
96 Akhir dari Sebuah Perjuangan Part 3
97 Akhir dari Sebuah Perjuangan Part 4
98 Buaya Darat yang Insyaf
99 Hanya Kurang Bersyukur dengan Apa yang Dimiliki.
100 Rencana Terselubung
101 Tidak Semudah Membalikkan Telapak Tangan
102 Rencana Masa Depan
103 Liburan Serasa Bulan Madu
104 Kedatangan Orang Terkasih
105 Kerusuhan di Klinik
106 Usaha Melemahkan Mental Pelakor
107 Usaha Melemahkan Mental Pelakor Part 2
108 Memilih untuk Mundur
109 Aduh, Aku Terciduk
110 Operasi
111 Koma
112 Saling Menyayangi itu Indah
Episodes

Updated 112 Episodes

1
Permintaan Aneh
2
Nana Terjebak
3
Rencana Masa Depan
4
Kehidupan Baru untuk Nana
5
Berita yang Menegangkan
6
Kecewa yang Mendalam
7
Panggilan Baru
8
Ancaman Fikri
9
Menunggu Kepastian
10
Bersitegang
11
Saling Menjaga Perasaan
12
Saling Pengertian
13
Kenyataan untuk Khaeri
14
Kenyataan untuk Khaeri Part 2
15
Penjelasan untuk Khaeri
16
Perhatian Kecil dari Calon Ayah Sambung
17
Teman tapi Kepoan
18
Teman tapi Kepoan Part 2
19
Maaf, Surat Izinnya Masih di Sita
20
Syarat dan Ketentuan Berlaku
21
Keberuntungan Khaeri
22
Pikirkan Sebelum Terlambat
23
Menjadi Pasangan Halal
24
Jalani Saja dengan Sabar
25
Karena Aku Mencintainya
26
Suamiku Pria Hangat
27
Kesempatan dalam Kesempitan
28
Menjadi Sopir Sewaan Dokter Pelit
29
Sopir Tangguh
30
Tanda-tanda
31
Putri Kesayangan
32
Lebih Berhati-hati
33
Bahagia itu Sederhana
34
Kabar dari Sebrang
35
Perubahan
36
Isi Hati hanya Allah yang Tau
37
Hubungan Sedarah
38
Pertikaian Kecil
39
Masalahnya Tidak Sesimpel itu
40
Sedikit Berubah
41
Butuh Kesabaran
42
Biarin Aja biar Tau Rasanya
43
Aku Hanya Mau Dia
44
Puasa yang Ini Lebih Berat
45
USG
46
Keputusan Fadilla
47
Keputusan Fadilla part 2
48
Utami Merajuk
49
Ngambek
50
Naufal Rindu Mama
51
Firasat Seorang Ibu
52
Saudara
53
Sedikit Pelajaran
54
Sedikit Pelajaran Part 2
55
Butuh Penjelasan?
56
Pasangan itu Harus Saling Memahami
57
Pemeriksaan Terakhir
58
Kelahiran Khaeri Junior
59
Terlihat Sangat Berlebihan
60
Kedatangan Mertua
61
Perhatian dari Ibu Mertua
62
Diintimidasi Ibu Mertua
63
Saling Menjatuhkan
64
Rencana
65
Berita Terpendam
66
Over Thinking
67
Nafkah Pertama
68
Jiwa Perhitungan yang Meronta
69
Perhatian Seorang Kakak
70
Salah Khaeri atau Rasya?
71
Kapan Lho Sadar, Na?
72
Perkara Warung Pecel Lele
73
Semua Urusan di Urus Nana
74
Utami Sayang
75
Perhatian Kecil
76
Nasehat untuk Nana
77
Sahabat yang Sesungguhnya
78
Mulai Curiga
79
Awal Penyelidikan
80
Kecurigaan Nana
81
Perhatian Sony untuk Nana
82
Pertengkaran Hebat
83
Pertengkaran Hebat Part 2
84
Hukuman untuk Khaeri
85
Hukuman untuk Khaeri Part 2
86
Tidak Semudah itu, Ferguso!
87
Punya malu sedikit saja, bisa 'kan?
88
Menjauh adalah Cara Terbaik
89
Aku hanya Wanita Biasa
90
Na, Kamu dimana?
91
Sebuah Akting yang Sukses
92
Isi Hati yang Sebenarnya
93
Perhatian Asisten Melebihi Perhatian Suami
94
Akhir dari Sebuah Perjuangan Part 1
95
Akhir dari Sebuah Perjuangan Part 2
96
Akhir dari Sebuah Perjuangan Part 3
97
Akhir dari Sebuah Perjuangan Part 4
98
Buaya Darat yang Insyaf
99
Hanya Kurang Bersyukur dengan Apa yang Dimiliki.
100
Rencana Terselubung
101
Tidak Semudah Membalikkan Telapak Tangan
102
Rencana Masa Depan
103
Liburan Serasa Bulan Madu
104
Kedatangan Orang Terkasih
105
Kerusuhan di Klinik
106
Usaha Melemahkan Mental Pelakor
107
Usaha Melemahkan Mental Pelakor Part 2
108
Memilih untuk Mundur
109
Aduh, Aku Terciduk
110
Operasi
111
Koma
112
Saling Menyayangi itu Indah

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!