Satu bulan kemudian...
Nana menggigit bibir bawahnya saat melihat garis dua yang muncul di tes pack di tangannya. Kaki terasa lemas mendapati kenyataan pahit ini.
"Bagaimana, Na?" Yeti mengetuk pintu kamar mandi karena Nana tak kunjung keluar. Lima hari yang lalu Yeti kembali lagi ke kost Nana atas permintaan Rumi. Rumi kewalahan mengurus Nana karena wanita itu jarang keluar dari kamar.
Ceklek..!
Yeti menongolkan kepalanya ke dalam kamar mandi begitu pintu itu terbuka. "Bagaimana, Na?" Pertanyaan itu kembali keluar karena Nana belum memberikan jawaban untuknya.
Nana menarik nafas dalam seraya menelan ludahnya dengan susah payah. Air matanya tidak bisa terbendung lagi. Menghambur memeluk Yeti yang terdiam melihatnya. "Mama.. maafkan Nana, Ma."
Yeti tertegun. Dari ekspresi putrinya, wanita itu bisa menebak hasil yang di dapatkan. "Berarti.. kamu harus cuti kuliah, Na." Yeti melepaskan pelukannya. "Mama dan kakak kamu harus mencari alasan agar Papa kamu tidak banyak bertanya," ucapnya. Yeti tidak tau lagi bagaimana akan bersikap. Ingin marah, tapi mau marah pada siapa? Nana tidak biasa dimarahi. Bahkan wanita itu hampir tidak pernah dimarahi karena statusnya.
"B.. bagaimana dengan Kak Farhat, Ma?" Nana menatap Yeti dengan penuh harap. Berharap kakak tertuanya itu mengerti dan tidak marah padanya seperti Sony.
"Kakak kamu itu tidak suka bicara, Na. Ia hanya bilang kecewa sama kamu. Kamu terlalu membela pria itu dibandingkan keluarga kamu sendiri." Yeti meraba handphonenya, karena benda gepeng itu berbunyi di balik saku dress yang dikenakannya. Berjalan menjauh dari Nana yang masih berdiri di depan kamar mandi. Nana hanya menatap mamanya tanpa berniat untuk mendekatinya. Menunggu apa yang akan dikatakan wanita itu setelah menerima telepon.
Setelah beberapa menit menunggu, Yeti kembali mendekati Nana. "Sony sudah menemukan Fikri, Na. Besok dia akan dibawa kemari untuk menjelaskan semuanya."
"Ma..." Nana menahan tangan Yeti yang sudah siap pergi. "Aku.. aku nggak siap bertemu dengannya."
Yeti menghela nafas berat. "Siap tidak siap, kamu harus bertemu besok. Mama nggak mau pria itu mengatakan semuanya pada papa kamu. Bisa-bisa penyakit jantung papa kamu kambuh jika berita ini sampai kepadanya." Mendengus seraya melepaskan tangan Nana dari lengannya.
*********
Fikri duduk di hadapan Yeti dan Sony dengan kepala tertunduk. Pria itu tidak berani mengangkat kepalanya setelah mendengar cemoohan dari Yeti. Sony bahkan sampai melayangkan tinjunya beberapa kali ke wajah kekasih adiknya itu.
"Aku akan mempertanggung jawabkan semuanya." Satu kalimat itu yang terus diulang-ulang Fikri. Ia tau kalau itu hanyalah sebuah kalimat sia-sia. Tapi, ia sengaja mengulang-ulangnya agar Sony mengira dirinya mau bertanggung jawab.
"Heh, kamu mau bertanggung jawab?!" Sony mengangkat paksa wajah Fikri. "Belum menikah saja kamu bertindak seperti ini. Bagaimana kalau adikku menikah dengan kamu? Sudah berapa wanita yang kamu perlakukan seperti ini, Fikri?" Menghempaskan dengan kasar wajah Fikri. "Kami tidak menyetujui hubungan kamu dengan Nana bukan karena status sosial seperti yang selalu kamu koar-koarkan di media sosial kamu." Sony menunjuk wajah Fikri dengan kesal. "Hah?!" membuang pandangannya dengan kesal. "Kamu itu laki-laki bejat, Fikri. Cukup sampai di sini kamu menyakiti adikku. Ke depannya, jangan pernah muncul lagi di hadapannya."
Fikri tersenyum sinis. "Terserah kalian. Anakku sudah ada dalam kandungan Nana. Kalau kalian menolak tanggung jawab yang aku tawarkan. Silahkan kalian rawat anak itu sendirian. Kalian tidak mungkin membunuh anak itu kan?" Kembali tersenyum sinis seraya membuang pandangannya. "Kalian itu termasuk keluarga yang taat beragama. Anak itu tidak berdosa. Semua itu terjadi karena kesalahan aku dan Nana." Fikri langsung pergi tanpa menghiraukan ekspresi orang-orang di ruangan itu.
Sony langsung beralih menatap adiknya begitu Fikri pergi. "Kamu lihat, Na. Begitukah sikap yang ditunjukkan seorang pria sejati. Itu adalah sifat asli laki-laki yang selalu kamu bela selama ini, Na." Sony mengusap wajahnya dengan kasar. "Buka mata kamu, Dek. Pria itu tidak mencintaimu dengan tulus. Dia masih bertahan di sisi kamu, karena kamu selalu memberikan apapun yang diinginkannya. Berapa uang yang kamu kirim untuknya setiap bulan. Itu melebihi gaji yang diterimanya setiap bulan.
Nana terisak dalam pelukan Yeti. "Lalu anak ini bagaimana, Kak?" Tanyanya tanpa sedikit pun berani menatap kakaknya.
Sony menghela nafas berat. "Aku juga nggak tau. Yang terpenting sekarang, berita ini tidak boleh sampai ke telinga papa. Kakak serahkan urusan ini padamu. Tapi, satu yang perlu kamu ingat, Na. Manusia itu punya akal. Hewan yang tidak punya akal saja tidak pernah membunuh daerah dagingnya. Kalau kamu merasa lebih baik daripada binatang, kamu tentu mengerti maksud Kakak." Sony menepuk-nepuk pundak Nana. "Oleh sebab itu, sebaiknya kamu tidak usah pulang tahun ini. Kamu diam di tempat ini sampai anak itu lahir."
Tidak ada yang bicara. Nana hanya mengangguk pasrah mendengar perintah kakaknya itu. Sony adalah kakaknya yang selalu mengurus dan memberikan perhatian khusus untuknya. Sedangkan Farhat, kakak tertuanya itu hanya memenuhi kebutuhan Nana di bidang materi. Karena dia adalah pimpinan tertinggi di PT milik orang tuanya.
***********
Hari terus berlalu...
Nana masih berharap Fikri akan datang dan minta maaf pada keluarganya. Ia tidak mengharapkan cinta pria itu lagi. Saat ini, rasa benci karena sikap Fikri lebih besar dari pada empatinya pada pria itu. Apalagi yang diharapkan tak kunjung datang. Harapan hanya tinggal harapan. Pria itu hilang lenyap bagai di telan bumi.
Malam itu, Nana memutuskan sebuah perkara besar dalam hidupnya. Ia memutuskan untuk membiarkan janin dalam kandungannya tumbuh menjadi manusia. Ia tidak mau menjadi orang egois. Tidak ingin membunuh nyawa yang tidak berdosa karena kesalahannya.
Rumi masuk ke dalam kamar Nana saat Nana masih sibuk berperang dengan pikirannya. "Nak,"
"Eh," Nana mengangkat wajahnya seraya mengusap air matanya. "I.. Ibu .. sejak kapan berdiri di situ?"
Rumi tersenyum kecil seraya berjalan mendekat. "Baru saja. Ibu melihat kamu termenung, Itulah mengapa Ibu mendekat." Menepuk-nepuk pundak Nana. "Tidak usah dipikirkan terus, Nak. Jalani saja semuanya. Ini semua adalah pelajaran hidup. Ke depannya, kamu harus lebih berhati-hati."
Nana menarik nafas dalam. Tersenyum pada dirinya sendiri. "Aku yang terlalu bodoh, Bu." Menunduk dalam karena malu pada Rumi. Ibu Kostnya itu selalu menasehatinya setiap kali Fikri datang. Namun, dia yang terlalu dibutakan cinta dan tidak pernah menghiraukan semua ucapan Rumi. "Kedepannya, aku tidak mau lagi menjalin hubungan dengan pria manapun, Bu. Aku tidak mau terjadi hal bodoh seperti sekarang."
Rumi memeluk tubuh Nana dengan lembut. "Maafkan Ibu, Nak."
"Kenapa Ibu yang minta maaf? Yang bersalah itu Nana, Bu."
"Tapi... tetap saja Ibu merasa bersalah karena gagal menjaga kamu."
"Ibu.." Nana memeluk erat tubuh Rumi.
"Tidak usah dibahas lagi, Nak." Rumi terus membelai kepala Nana dengan lembut. Beberapa tahun hidup bersama Nana membuatnya menyayanginya wanita itu seperti anaknya sendiri.
Nana menumpahkan rasa sesaknya di dada Rumi. Ia merasa lebih nyaman melakukan itu pada Rumi karena Ibu Kostnya itu selalu memintanya untuk terbuka padanya.
"Ibu.. bagaimana kalau keluargaku menolak kehadiran anak ini nanti?" Nana akhirnya mengeluarkan pertanyaan yang menjadi beban pikirannya beberapa hari terakhir ini.
"Maksud kamu?" Rumi menatap Nana dengan heran.
"Mama dan Kak Sony melarang ku pulang setahun ini. Itu berarti, mereka tidak menginginkan aku pulang membawa anak ini."
Rumi terdiam beberapa saat. Mencoba memikirkan solusi untuk masalah ini. "Nak..." ucapnya akhirnya setelah lama terdiam. Menangkup wajah Nana dan menatapnya dengan dalam. "Menurut Ibu, sebaiknya kamu a***** saja. Perjalanan kamu masih panjang, Nak. Jika kamu menuruti saran dari Ibu, masalah akan selesai dan kamu tidak perlu lagi memikirkan masalah ini."
Nana mengerjap-ngerjap bingung. "M.. masalah ini memang selesai jika aku melakukan itu, Bu. Tapi, hal itu tidak akan menyelesaikan masalah dalam waktu lama, Bu. Pasti datang masalah baru yang lebih besar."
"Kalau begitu, Ibu akan merawat anak itu untukmu."
Nana tersenyum sumringah mendengar jawaban Rumi. "Terimakasih, Bu."
"Tapi.."
Senyum Nana pudar saat mendengar kata tapi. "T.. tapi apa, Bu?"
"Ibu... Ibu tidak sanggup membiayai kebutuhan sehari-harinya nanti. Bukannya Ibu perhitungan atau apa, Nak. Tapi, Ibu saja makan dari belas kasihan orang tua kamu. Apalagi melihat saya hidup kamu yang di atas rata-rata."
"Kalau hal itu, Nana mengerti, Bu. Ibu mau merawatnya saja sudah menjadi sesuatu yang sangat istimewa untukku. Aku tidak akan pernah melupakan kebaikan Ibu ini."
Rumi hanya tersenyum kecil. Sebenarnya wanita itu berat melakukan hal ini. Namun, ia harus melakukannya karena permintaan Yeti. Nana adalah satu-satunya anak perempuan di keluarganya, sehingga tidak ada yang terlalu berani menekannya. "Sekarang istirahatlah agar kondisi kamu semakin membaik. Ibu lihat dari kemarin kamu terlalu lelah memikirkan banyak hal."
Nana mengangguk patuh. Ia bahkan langsung merebahkan tubuhnya saking bahagianya karena Rumi mau merawat anaknya nanti.
*******
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
Annisa
Huh, Nana .. nana
2023-09-17
1
Sadiah
Mudah²an keguguran aja deh thor anak nya fikri biar tau rasa tuh fikri,, laki² bejad seenak nya hamilin anak orang.. 😏
2023-07-27
0