Cinta Nana
"Nana, Fikri datang mencari kamu tadi. Tapi Ibu memintanya untuk kembali nanti karena kamu baru beberapa menit berangkat saat dia datang tadi." Rumi, Ibu Kost Nana menyambut kepulangan Nana dengan berita kedatangan kekasih Nana dari luar kota.
"Mas Fikri datang, Bu? Ih, Ibu kok jahat banget sih, tidak meneleponku tadi."
Rumi melirik Nana dengan sinis. "Kamu kan baru berangkat kuliah saat dia datang. Nanggung banget kalau kamu harus balik gara-gara harus menemuinya. Apalagi kamu sedang sibuk karena menjelang semester akhir."
"Hmm.. aku cuman kasihan, Bu. Mas Fikri jauh-jauh datang dari luar kota. Aku kok seperti mengabaikannya karena tidak langsung menemuinya."
"Kamu kan sibuk, Nak. Dia pasti mengerti." Rumi mengelus-elus kepala Nana. Gadis itu baru saja melepas hijab yang membalut kepalanya. Kebiasaan yang selalu dilakukannya ketika masuk rumah.
"Sudah, istirahat dulu sana. Nanti Ibu kasih tau kamu kalau dia datang lagi."
Nana tersenyum dipaksakan, "iya sudah, Bu. Nanti jangan usir dia lagi ya, Bu, kalau dia datang. Kasihan Mas Fikri, jauh-jauh datang malah tidak menemukan aku di rumah."
"Udah, masuk sana. Ibu pasti akan mengabari kamu nanti." Mendorong pelan tubuh Nana, agar gadis itu meninggalkannya.
Nana mengangguk seraya berjalan menjauh meninggalkan Rumi. Gadis itu jadi kepikiran pada Fikri. Pria itu sering datang mencarinya di sela-sela kesibukannya bekerja. Namun, mereka selalu bertemu di kost Nana karena hubungan mereka yang mendapat penentangan dari orang tua Nana. Terutama papa Nana yang tidak setuju sama sekali dengan hubungan putrinya dengan Fikri.
Baru saja masuk ke dalam kamarnya, Rumi sudah memanggil Nana karena kedatangan Fikri. "Nana, Fikri datang lagi. Kalian duduk di ruang tamu. Jangan membawanya ke dalam kamar."
Nana langsung berbalik begitu mendengar nama pria itu di sebut. Namun, pesan terakhir Rumi membuatnya tersenyum meringis. "Iya, Bu. Ish, Ibu kok jadi sensitif gini sih.." menepuk pelan tangan Rumi.
Rumi menghela nafas berat. "Hah, Ibu nggak mau terus-terusan diintrogasi mama kamu nantinya." Timpalnya seraya berlalu dari hadapan Nana. Gaya berpacaran Nana yang bebas membuat Rumi selalu mengingatkan anak kostnya itu setiap kali Fikri berkunjung. Apalagi Nana tinggal di rumahnya karena permintaan kedua orang tua gadis itu.
Nana tersenyum sumringah dan bergegas kembali ke ruang tamu. Beberapa bulan tidak bertemu dengan Fikri membuatnya rindu berat pada pria yang sudah mengisi hatinya beberapa tahun terakhir ini.
"Mas Fik!" Nana sedikit berteriak saat melihat Fikri asyik dengan benda gepeng di tangannya.
"Eh, Sayang.." Fikri langsung berdiri dan merentangkan tangannya agar Nana memeluknya.
"Kangen kamu, Mas." Nana memeluk erat tubuh kekasihnya itu.
"Aku juga rindu banget sama kamu, Na." Fikri mencium pucuk kepala Nana. "Kenapa hijabnya di lepas, Na?"
"Ehehehe.." Nana cengengesan. "Gerah tadi, Mas. Aku baru balik dari Kampus. Rencananya mau istirahat. Tapi, Ibu mengabari aku kalau kamu datang mencari ku tadi."
Fikri tersenyum kecil seraya mengusap-usap kepala Nana. "Aku nginap di Hotel dekat Kampus kamu. Aku hanya bisa menemani kamu satu minggu di sini." Fikri Menarik nafas dalam. Aku juga mau ngomong sesuatu sama kamu. Tapi, aku akan bicara nanti. Aku tidak mau bicara di sini karena nggak mau Ibu Kost kamu tau."
"Mm.." Nana menatap mata kekasihnya dengan sendu. "Sepertinya kamu mau ngomong serius, Mas."
"Iya, Na. Ini sangat serius. Ini menyangkut tentang masa depan hubungan kita." Meraih tangan Nana dan menggenggamnya erat.
"Oh," raut wajah Nana berubah begitu mendengar kata hubungan. Sampai saat ini, wanita itu belum bisa meyakinkan orang tuanya kalau Fikri pasti bisa membahagiakannya.
"Nanti malam aku akan datang lagi untuk menjemput kamu. Kita perlu bicara banyak."
"I.. iya, Mas." Melirik Fikri sekilas. "Aku akan menunggumu nanti."
Fikri pamit dari kost Nana setelah mencium bibir wanita itu. "Aku pamit dulu, Na."
"Iya, Mas." Nana menenggelamkan wajahnya di dada bidang Fikri.
Malam itu...
Sesuai perjanjian siang tadi, Nana benar-benar keluar rumah. Walaupun Rumi sudah melarangnya dengan berbagai alasan. Tapi, wanita itu pun membujuk dengan berbagai alasan pula.
Fikri sudah menunggunya di depan gerbang rumah Rumi saat Nana berhasil keluar.
"Bagaimana, Na? Apa Ibu Kost kamu percaya?"
Nana memutar bola matanya kesal. "Capek membuat alasan, Mas. Dia benar-benar keras kepala. Kalau aku sampai telat pulang malam ini, dia mengancam akan melaporkan semuanya pada Papa dan Mama."
"Ayo kalau begitu.." Fikri membukakan pintu mobil untuk Nana. Memutar tubuhnya dan kembali masuk dan duduk di balik kemudi.
"Mas, raut wajah kamu terlihat serius dari tadi. Apa ada masalah di rumah?" Nana bertanya karena Fikri diam seribu bahasa selama dalam perjalanan.
Mendengar pertanyaan Nana membuat Fikri mendesah. Melirik Nana sekilas lalu kembali fokus menatap ke jalan. "Beberapa hari yang lalu, mama dan kakak kamu datang menemui ku."
Nana tertegun beberapa saat. "M.. maksud Mas Fik, Mama dan Kak Sony...."
Fikri kembali melirik Nana. Menganggukkan kepalanya untuk memberikan jawaban dari pertanyaan yang belum selesai diucapkan Nana. "Iya, Na. Mama dan Sony datang ke kantor ku. Mereka memintaku untuk segera mengakhiri hubungan kita. Mereka bilang, sampai kapan pun, Papa kamu tidak akan pernah merestui hubungan kita."
Nana memejamkan matanya. Air matanya jatuh beberapa tetes. Dia sangat mencintai pria di sampingnya. Namun, kenapa tidak ada satu pun keluarganya yang mendukung hubungan mereka. Fikri memang berasal dari keluarga biasa. Tidak seperti Nana yang berasal dari keluarga terpandang.
"A.. apa rencana kamu, Mas?" Nana menatap Fikri dengan dalam. Untuk mengakhiri hubungannya dengan pria itu tidak akan bisa ia lakukan dengan mudah. Nama Fikri terlalu berarti untuknya.
Fikri menepikan kendaraannya. Menghentikan mobilnya lalu menatap Nana dengan serius. "Na,"
Nana mengusap air matanya. "K.. kenapa kamu berhenti, Mas?"
"Apa kamu benar-benar mencintaiku, Na?" Fikri balik bertanya tanpa memperdulikan pertanyaan Nana.
"Kenapa kamu menanyakan hal bodoh itu, Mas? Aku tidak mungkin berada di sampingmu saat ini, jika aku hanya main-main dengan hubungan kita."
Fikri tersenyum getir seraya menyandarkan dahinya di kemudi mobilnya. "Lalu kenapa kamu belum berhasil meyakinkan keluarga kamu, kalau hubungan kita benar-benar serius, Na?" Mengangkat kepalanya lalu menatap Nana. "Sudah berapa tahun kita menjalin hubungan, tapi tidak satu pun anggota keluarga kamu yang memberikan lampu hijau untuk kita."
Nana kembali mengusap air matanya. "Aku juga nggak tau, Mas." Jawabnya dengan kepala tertunduk. "Aku nggak tau lagi harus ngomong apa untuk meyakinkan mereka."
"Aku mau bertanya sekali lagi, Na. Apa kamu benar-benar ingin hidup bersamaku?" Fikri menggenggam erat tangan Nana. Mata pria itu tajam menatap Nana yang masih menitikkan air mata. Mendapati pria itu menatapnya seperti itu, Nana menatap tangannya yang di genggam erat oleh Fikri. "Apa yang harus aku lakukan agar bisa terus bersamamu, Mas?"
Fikri tersenyum mendengar pertanyaan Nana. Ia semakin erat menggenggam tangan wanita itu. "Hamil anakku, Na."
Duar...!
Bagai mendengar petir di siang bolong, Nana benar-benar terkejut mendengar permintaan Fikri. Spontan ia langsung menarik tangannya dari genggaman pria itu. "Aku nggak mungkin melakukan itu, Mas." Nana membuang pandangannya. Jangan berpikir bodoh, Mas Fik. Hal itu hanya akan menambah masalah dalam hubungan kita. Bagaimana kalau semua orang tau? Siapa yang akan menanggung malu nantinya? Aku memang luar, Mas. Tapi, untuk hal itu, aku masih sadar batasan."
Fikri mengusap wajahnya dengan kasar. Ia sudah menduga sebelumnya, kalau Nana pasti akan menentang permintaannya itu. "Aku hanya ingin bersama denganmu, Na. Aku nggak tau lagi harus berbuat apa agar keluargamu mau menerimaku. Aku pikir, dengan hamil anakku, mereka tidak ada alasan lagi untuk menolak kehadiranku."
Nana terdiam. Wanita itu terlihat sedang mempertimbangkan apa yang dikatakan Fikri.
"Waktu kita hanya satu minggu, Na. Kalau kamu setuju dengan usulku tadi, aku akan mempersiapkan tempat untuk kita." Fikri kembali meraih tangan Nana, agar wanita itu semakin yakin padanya. "Aku benar-benar ingin bersama denganmu, Na. Aku nggak mau kehilangan wanita yang sangat aku cintai. Aku hampir putus asa karena sikap keluargamu. Tapi, hanya satu yang membuatku masih bertahan." Kembali menatap mata Nana. Gadis itu pun memberanikan diri menatap mata Fikri.
"A.. apa itu, Mas?" Tanya Nana dengan gugup.
"Aku harus memperjuangkan cinta kita, Sayang."
Nana menelan ludahnya melihat tatapan mata Fikri. Pria itu terlihat cukup serius. "A.. antar aku pulang, Mas. Kita lanjutkan pembicaraan ini besok pagi. I.. ini sudah malam. Aku nggak mau Ibu melaporkan kejadian malam ini pada Mama maupun Kak Sony..."
Fikri tersenyum getir seraya menjauhkan wajahnya dari Nana. "Ok, kalau itu maumu, aku akan turuti." Menghidupkan mesin mobilnya kembali untuk mengantar Nana pulang. Ia sudah menyusun rencana untuk menundukkan gadis itu.
**********
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
Annisa
Penasaran...
2023-09-17
0
Sadiah
Jangan smpi nana ngelakuin hal kaya gitu ragu dengan fikri smpi berfikir sejauh itu,, aku mampir thor,, 😊🙏
2023-07-25
1