Saling Pengertian

Pagi itu..

Utami bersungut-sungut kesal. Hampir semalam penuh, Nana teleponan dengan Khaeri. Niat hati ingin tidur nyenyak, langsung sirna saat dia harus menjadi pendengar setia pembicaraan Nana dan Khaeri.

"Woi...! Nana, bangun..." Utami menggoyang-goyang tubuh Nana dengan kesal. "Kalau lho molor terus, kita bisa ketinggalan pesawat. Lho sendiri yang bilang kalau kita..."

"Sssttt... nggak usah berisik, Mi. Nanti juga gue bangun kalau udah waktunya." Nana malah menutup telinganya dengan bantal guling.

"Na.." Utami kembali menggoyang-goyang tubuh Nana. "Ada tamu lho di luar."

"Eh, siapa..?" Menurunkan bantal yang menutup telinganya.

"Mantan pacar lho. Dia sedang ngobrol dengan Bu Rumi. Nggak tau maunya apa. Tapi, yang gue tangkap, sepertinya dia minta izin untuk membawa Naufal ke rumahnya."

Mata Nana langsung terbuka lebar. Darahnya terasa naik ke ubun-ubun mendengar penuturan Utami. Langsung turun dari ranjang dan bersiap untuk keluar untuk melabrak Buaya Laut yang selalu mengusik hidup putranya.

"Apa lho yakin mau keluar dengan keadaan lho seperti ini?" Utami menahan tangan Nana yang sudah membuka pintu kamar.

"Ada apa dengan penampilanku?" Menatap ke arah kakinya.

Utami mendengus. "Lho baru bangun, Na. Nafas lho bau, rambut lho berantakan, muka lho kusut. Apalagi pakaian lho ini." Menyentuh baju Nana dengan ujung jarinya. "Ini daster, Na. Orang yang di luar sana sangat rapi. Gue nggak mau mereka memandang lho dengan sebelah mata." Menarik tangan Nana dan mendudukkannya di depan meja ,,rias.

"Kumur-kumur dulu dikit."

"Nafas gue nggak bau, Mi. Tadi kan udah gosok gigi pas shalat subuh. Ngapain juga dandan. Gue udah nggak perduli sama orang itu." Nana beranjak bangkit. "Gue cuman mau peringati orang itu untuk tidak bertindak kelewatan batas."

"Nana..."

Nana menghela nafas berat seraya menghentikan langkahnya. "Ada apa lagi, Mi?" Berbalik menatap Utami.

"Setidaknya ganti dulu baju itu, Na."

"Ck.. gue cuman mau ke depan, Mi. Udah ah.. lho ini terlalu teliti. Gue aja nggak merasa gimana-gimana.." melanjutkan langkahnya meninggalkan Utami yang tertegun melihat kepergiannya.

Utami langsung duduk di sisi ranjang setelah Nana keluar. Benar-benar tidak menyangka, kalau temannya itu sudah tidak perduli sama sekali dengan Fikri. Dulu, Nana selalu memperhatikan penampilan ketika akan bertemu dengan pria itu. Jika sudah seperti ini, itu berarti nama Fikri sudah benar-benar terhapus dari hati Nana.

**********

Utami benar-benar tidak mengerti dengan sahabatnya. Sudah dua hari ini Nana tidak bisa di ajak ngomong dengan serius. Wanita itu kebanyakan tertawa saat dia menanyakan kapan mereka akan kembali pulang.

Siang itu...

"Na.. gue butuh penjelasan.." Utami duduk dengan kesal di sisi ranjang. Tatapan matanya tajam menatap Nana yang sedang memoles make up di wajahnya yang putih mulus.

"Penjelasan apaan?" Jawab Nana tanpa sedikit pun berbalik.

"Sejak tiga hari yang lalu, lho bilang kita akan pulang. Tau-taunya, sampai sekarang lho masih anggurin gue di sini. Lho hanya mengurung gue di rumah ini tanpa ada kegiatan yang berarti."

"Mmm... terus mau lho apa sekarang?" Masih sibuk merias wajahnya. Walaupun sebenarnya ingin tertawa melihat tampang Utami. Terlihat seperti orang yang ingin keluar, tapi tak punya modal.

"Huh, menyebalkan sekali." Melipat tangannya di dada karena semakin kesal pada Nana. Temannya itu terlihat tidak perduli sama sekali. Yang ada malah ingin menabok wajah Nana karena merasa di abaikan.

"Gue kan nanya mau lho apa, Mi. Tinggal bilang aja. Kalau gue bisa ngabulin keinginan Lho, gue pasti akan turuti." Nana akhirnya berbalik dan menatap Utami.

"Wah.. gila." Utami mengerjap-ngerjap saat melihat wajah Nana. "Lho cantik banget, Na. Dandan kayak gini, mau ketemu siapa?" Beranjak bangkit mendekati Nana. "Pacar lho di kota Xx, Na."

"Dia datang ke sini, Mi."

"Hal..?!"

"Iya, Kak Khaeri melawan rasa takut karena mau menjemput gue. Gue pura-pura ngambek dari kemarin, agar dia mau datang kemari."

"Gila lho.." Utami mengitari tubuh Nana sambil terus memperhatikannya. "Dokter Khaeri itu benar-benar takut naik pesawat, Na. Menurut cerita yang gue dengar, wajahnya akan pucat pasi saat pesawat lepas landas."

Nana ingin tertawa, tetapi ia menahannya agar tidak meledak. "Gue nggak perduli. Setidaknya, dia akan mengorbankan rasa takutnya itu, jika dia benar-benar serius sama gue." Akhirnya ia berhasil menyembunyikan tawanya dengan mengeluarkan ekspresi datar.

"Ck.. ck.. ck.. luar biasa..." Utami kembali duduk. Kembali menatap Nana dengan serius. "Terus, maksud lho apa dandan kayak gitu?"

Nana mendengus. "Lho nggak ngerti ya dari tadi." Mendekati Utami lalu menjewer pipinya kaena gemas. "Kita pergi jalan-jalan, Utami. Mumpung Kak Khaeri belum sampai sini. Dia itu sering melarang gue keluar. Tau kan, dia itu orangnya suka perhitungan kalau masalah pengeluaran uang."

Utami tidak protes walaupun Nana menjembel pipinya sampai memerah. Kata 'jalan-jalan' yang di sebut Nana sudah mampu menahan mulutnya agar tidak banyak bicara.

"Iya, sebenarnya itu yang gue khawatir kan kalau lho berjodoh dengan dia. Perhitungannya itu loh, Na. Sedangkan lho itu nggak pernah yang namanya perhitungan. Kalau ..."

"Ssstttt... jangan bahas yang begituan. Lagian, gue kan punya penghasilan sendiri. Ngapain harus menunggu uangnya keluar."

"Iya... tapi, sebagai suami istri pasti lah, suami itu memberikan nafkah untuk istrinya."

"Nggak usah bahas itu lagi ah. Nggak serius jadinya. Lebih baik, sekarang kita berangkat. Kita beli apapun yang ingin kita beli. Makan apapun yang ingin kita makan. Biar, kalau Kak Khaeri sampai nanti. Kita makan sedikit, biar dia kira kita nggak doyan makan."

Utami tersenyum mengejek. "Dasar lho.." menyebikkan bibirnya pada Nana. "Seharusnya lho tunjukin siapa diri lho yang asli sama dia. Tunjukin ke dia kalau lho doyan shoping, doyan makan."

"Gue nggak mau dia merasa terbebani, Mi." Timpal Nana.

"Iya.. itu sih resiko yang harus ditanggungnya. Dia kan tau, kamu itu anak siapa. Harus sadar suka sama anak siapa. Dia juga harus mampu memberikan kehidupan yang layak tanpa harus melibatkan uang pribadi lho."

"Udah.. udah.. lho siap-siap sana. Ceramahnya di lanjutkan lain waktu saja. Kalau kamu kebanyakan ceramah, nanti orangnya keburu sampai."

"Memangnya dia udah mau sampai?" Utami mengernyit.

"Ya.. belum, sih. Dia masih di ruang tunggu bandara di kota Xx. Lama perjalanan kan 4 jam lebih. Kita puas-puasin jalan sampai malam."

"Ok.. gue bersiap dulu. Lho tunggu gue di luar." Utami langsung melompat turun dari kasur. Bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan badannya. Dia tidak mau membuang kesempatan emas ini. Kalau Nana sudah menikah nanti, dia tidak akan bisa meminta sahabatnya itu membelikannya apapun. Apalagi kalau Nana benar-benar menikah dengan Khaeri. Utami tidak bisa membayangkan kehidupan yang akan di jalani Nana nantinya.

Lima belas menit menunggu, Utami sudah siap dengan penampilan seadanya. Namun, ia sedikit terkejut saat melihat Naufal yang sedang duduk di atas pangkuan Nana. Anak itu memeluk erat leher Nana.

"Na, ada apa..?" Berjalan pelan mendekati Nana.

"Naufal mau ikut, Mi. Tapi, Ibu tidak mengizinkan karena dia baru sembuh."

"Tapi, dia kan udah sembuh, Bu." Beralih menatap Rumi yang duduk di depan Nana.

"Kalian pasti pulang malam nanti. Kasihan Naufal kalau terkena angin malam. Kalau dia masuk angin, bagaimana?"

"Kita kan pakai mobil, Bu. Lagian, kita nggak mungkin sampai malam. Dokter Khaeri kan mau datang. Kalau kami sampai malam, Nana tidak bisa mempersiapkan diri untuk menyambutnya."

"Ah, Ibu berat mengizinkannya keluar."

"Dia akan keluar bersama mamanya, Bu. Kami juga punya hati nurani." Utami masih berusaha membujuk. Dia kasihan melihat tampang memelas Naufal. Apalagi anak itu baru berumur dua tahun. Siapa pun yang melihatnya pasti akan merasa kasihan. "Walaupun Nana tidak tinggal bersamanya, tidak ada Ibu yang tidak menyayangi anaknya."

"Tapi ..."

"Udah ... Ibu terlalu banyak mikir." Utami merangkul pundak Rumi yang masih saja terlihat khawatir. "Mm... bagaimana kalau Ibu juga ikut bersama kami? Kalau Ibu ikut, Naufal akan mendapatkan pengawalan ketat. Ada ibunya, mamanya dan tantenya. Kalau dia minta gendong, kita tinggal gantian menggendongnya."

"Ibu tidak terlalu suka keluar rumah, Nak. Kalau keluar, pasti menghabiskan uang."

"Ini kan Nana yang akan tanggung semuanya. Ibu nggak usah khawtir." Nana ikut menimpali karena Rumi belum juga mau ngalah.

"Setiap bulan kamu selalu mengirim uang untuk Ibu. Ibu tidak mau semakin membebani kamu, Nak." Rumi kembali duduk. Rumi hanya tidak mau Nana menghambur-hamburkan uang. Sedangkan ia sendiri selalu menerima uang dengan jumlah yang tidak sedikit setiap bulan.

"Ini di luar uang bulanan Ibu. Lagian, uang yang setiap bulan itu untuk membiayai hidup Naufal."

"Tetap saja Ibu tidak enak, Nak. Kemarin kamu datang membawa banyak oleh-oleh. Ibu tidak bisa membayangkan berapa biaya yang kamu habiskan."

"Iya sudah, kalau Ibu tidak mau belanja, setidaknya temani aku menjaga Naufal. Kalau ada Ibu, aku tidak akan kewalahan menjaganya."

Lama Rumi terdiam mempertimbangkan, sebelum akhirnya mengangguk setuju.

**********

Terpopuler

Comments

Annisa

Annisa

Aduh, mudah-mudahan pak dokternya nggak pelit nanti kalau berjodoh dengan Nana

2023-10-06

0

Sadiah

Sadiah

Mudah²an khairi bs menrima naufal dn gak pelit juga sama naufal,.. 😅🤭

2023-08-14

0

lihat semua
Episodes
1 Permintaan Aneh
2 Nana Terjebak
3 Rencana Masa Depan
4 Kehidupan Baru untuk Nana
5 Berita yang Menegangkan
6 Kecewa yang Mendalam
7 Panggilan Baru
8 Ancaman Fikri
9 Menunggu Kepastian
10 Bersitegang
11 Saling Menjaga Perasaan
12 Saling Pengertian
13 Kenyataan untuk Khaeri
14 Kenyataan untuk Khaeri Part 2
15 Penjelasan untuk Khaeri
16 Perhatian Kecil dari Calon Ayah Sambung
17 Teman tapi Kepoan
18 Teman tapi Kepoan Part 2
19 Maaf, Surat Izinnya Masih di Sita
20 Syarat dan Ketentuan Berlaku
21 Keberuntungan Khaeri
22 Pikirkan Sebelum Terlambat
23 Menjadi Pasangan Halal
24 Jalani Saja dengan Sabar
25 Karena Aku Mencintainya
26 Suamiku Pria Hangat
27 Kesempatan dalam Kesempitan
28 Menjadi Sopir Sewaan Dokter Pelit
29 Sopir Tangguh
30 Tanda-tanda
31 Putri Kesayangan
32 Lebih Berhati-hati
33 Bahagia itu Sederhana
34 Kabar dari Sebrang
35 Perubahan
36 Isi Hati hanya Allah yang Tau
37 Hubungan Sedarah
38 Pertikaian Kecil
39 Masalahnya Tidak Sesimpel itu
40 Sedikit Berubah
41 Butuh Kesabaran
42 Biarin Aja biar Tau Rasanya
43 Aku Hanya Mau Dia
44 Puasa yang Ini Lebih Berat
45 USG
46 Keputusan Fadilla
47 Keputusan Fadilla part 2
48 Utami Merajuk
49 Ngambek
50 Naufal Rindu Mama
51 Firasat Seorang Ibu
52 Saudara
53 Sedikit Pelajaran
54 Sedikit Pelajaran Part 2
55 Butuh Penjelasan?
56 Pasangan itu Harus Saling Memahami
57 Pemeriksaan Terakhir
58 Kelahiran Khaeri Junior
59 Terlihat Sangat Berlebihan
60 Kedatangan Mertua
61 Perhatian dari Ibu Mertua
62 Diintimidasi Ibu Mertua
63 Saling Menjatuhkan
64 Rencana
65 Berita Terpendam
66 Over Thinking
67 Nafkah Pertama
68 Jiwa Perhitungan yang Meronta
69 Perhatian Seorang Kakak
70 Salah Khaeri atau Rasya?
71 Kapan Lho Sadar, Na?
72 Perkara Warung Pecel Lele
73 Semua Urusan di Urus Nana
74 Utami Sayang
75 Perhatian Kecil
76 Nasehat untuk Nana
77 Sahabat yang Sesungguhnya
78 Mulai Curiga
79 Awal Penyelidikan
80 Kecurigaan Nana
81 Perhatian Sony untuk Nana
82 Pertengkaran Hebat
83 Pertengkaran Hebat Part 2
84 Hukuman untuk Khaeri
85 Hukuman untuk Khaeri Part 2
86 Tidak Semudah itu, Ferguso!
87 Punya malu sedikit saja, bisa 'kan?
88 Menjauh adalah Cara Terbaik
89 Aku hanya Wanita Biasa
90 Na, Kamu dimana?
91 Sebuah Akting yang Sukses
92 Isi Hati yang Sebenarnya
93 Perhatian Asisten Melebihi Perhatian Suami
94 Akhir dari Sebuah Perjuangan Part 1
95 Akhir dari Sebuah Perjuangan Part 2
96 Akhir dari Sebuah Perjuangan Part 3
97 Akhir dari Sebuah Perjuangan Part 4
98 Buaya Darat yang Insyaf
99 Hanya Kurang Bersyukur dengan Apa yang Dimiliki.
100 Rencana Terselubung
101 Tidak Semudah Membalikkan Telapak Tangan
102 Rencana Masa Depan
103 Liburan Serasa Bulan Madu
104 Kedatangan Orang Terkasih
105 Kerusuhan di Klinik
106 Usaha Melemahkan Mental Pelakor
107 Usaha Melemahkan Mental Pelakor Part 2
108 Memilih untuk Mundur
109 Aduh, Aku Terciduk
110 Operasi
111 Koma
112 Saling Menyayangi itu Indah
Episodes

Updated 112 Episodes

1
Permintaan Aneh
2
Nana Terjebak
3
Rencana Masa Depan
4
Kehidupan Baru untuk Nana
5
Berita yang Menegangkan
6
Kecewa yang Mendalam
7
Panggilan Baru
8
Ancaman Fikri
9
Menunggu Kepastian
10
Bersitegang
11
Saling Menjaga Perasaan
12
Saling Pengertian
13
Kenyataan untuk Khaeri
14
Kenyataan untuk Khaeri Part 2
15
Penjelasan untuk Khaeri
16
Perhatian Kecil dari Calon Ayah Sambung
17
Teman tapi Kepoan
18
Teman tapi Kepoan Part 2
19
Maaf, Surat Izinnya Masih di Sita
20
Syarat dan Ketentuan Berlaku
21
Keberuntungan Khaeri
22
Pikirkan Sebelum Terlambat
23
Menjadi Pasangan Halal
24
Jalani Saja dengan Sabar
25
Karena Aku Mencintainya
26
Suamiku Pria Hangat
27
Kesempatan dalam Kesempitan
28
Menjadi Sopir Sewaan Dokter Pelit
29
Sopir Tangguh
30
Tanda-tanda
31
Putri Kesayangan
32
Lebih Berhati-hati
33
Bahagia itu Sederhana
34
Kabar dari Sebrang
35
Perubahan
36
Isi Hati hanya Allah yang Tau
37
Hubungan Sedarah
38
Pertikaian Kecil
39
Masalahnya Tidak Sesimpel itu
40
Sedikit Berubah
41
Butuh Kesabaran
42
Biarin Aja biar Tau Rasanya
43
Aku Hanya Mau Dia
44
Puasa yang Ini Lebih Berat
45
USG
46
Keputusan Fadilla
47
Keputusan Fadilla part 2
48
Utami Merajuk
49
Ngambek
50
Naufal Rindu Mama
51
Firasat Seorang Ibu
52
Saudara
53
Sedikit Pelajaran
54
Sedikit Pelajaran Part 2
55
Butuh Penjelasan?
56
Pasangan itu Harus Saling Memahami
57
Pemeriksaan Terakhir
58
Kelahiran Khaeri Junior
59
Terlihat Sangat Berlebihan
60
Kedatangan Mertua
61
Perhatian dari Ibu Mertua
62
Diintimidasi Ibu Mertua
63
Saling Menjatuhkan
64
Rencana
65
Berita Terpendam
66
Over Thinking
67
Nafkah Pertama
68
Jiwa Perhitungan yang Meronta
69
Perhatian Seorang Kakak
70
Salah Khaeri atau Rasya?
71
Kapan Lho Sadar, Na?
72
Perkara Warung Pecel Lele
73
Semua Urusan di Urus Nana
74
Utami Sayang
75
Perhatian Kecil
76
Nasehat untuk Nana
77
Sahabat yang Sesungguhnya
78
Mulai Curiga
79
Awal Penyelidikan
80
Kecurigaan Nana
81
Perhatian Sony untuk Nana
82
Pertengkaran Hebat
83
Pertengkaran Hebat Part 2
84
Hukuman untuk Khaeri
85
Hukuman untuk Khaeri Part 2
86
Tidak Semudah itu, Ferguso!
87
Punya malu sedikit saja, bisa 'kan?
88
Menjauh adalah Cara Terbaik
89
Aku hanya Wanita Biasa
90
Na, Kamu dimana?
91
Sebuah Akting yang Sukses
92
Isi Hati yang Sebenarnya
93
Perhatian Asisten Melebihi Perhatian Suami
94
Akhir dari Sebuah Perjuangan Part 1
95
Akhir dari Sebuah Perjuangan Part 2
96
Akhir dari Sebuah Perjuangan Part 3
97
Akhir dari Sebuah Perjuangan Part 4
98
Buaya Darat yang Insyaf
99
Hanya Kurang Bersyukur dengan Apa yang Dimiliki.
100
Rencana Terselubung
101
Tidak Semudah Membalikkan Telapak Tangan
102
Rencana Masa Depan
103
Liburan Serasa Bulan Madu
104
Kedatangan Orang Terkasih
105
Kerusuhan di Klinik
106
Usaha Melemahkan Mental Pelakor
107
Usaha Melemahkan Mental Pelakor Part 2
108
Memilih untuk Mundur
109
Aduh, Aku Terciduk
110
Operasi
111
Koma
112
Saling Menyayangi itu Indah

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!