Saling Menjaga Perasaan

"Naufal cepat sembuh ya, biar bisa pulang." Utami menggerak-gerakkan tangan Naufal yang bebas dari jarum infus.

Naufal tidak merespon. Anak itu kembali nemplok di dada Nana. Sejak kedatangan Nana kemarin, anak itu tidak mau jauh dari ibunya. Saat Nana izin shalat pun, ia menangis karena tidak mau digendong Utami.

"Nanti kalau Naufal sembuh, Tante kasih es krim."

"Ah.." Naufal mengangkat kepalanya saat mendengar kata es krim.

"Mi..." Nana melotot menatap Utami. "Jangan macam-macam deh. Naufal masih demam nih. Kalau dia nangis minta es krim, gue tabok muka lho."

"Hahaha... habisnya Naufal nggak mau ke gue. Sekalian aja gue kacangin biar nggak ada drama nangis lagi kalau di titip nanti."

Nana mengalihkan perhatiannya saat benda gepeng di tangan kirinya bergetar.

"Siapa, Na?"

"Mama.." jawab Nana tanpa mengalihkan pandangannya. "Titip Naufal sebentar, gue mau jawab." Menyerahkan Naufal pada Utami. Anak itu tidak menolak seperti sebelumnya. Mungkin karena Utami sudah menyebutkan es krim untuknya.

Lima belas menit kemudian, Nana kembali ke dalam ruangan dengan wajah di tekuk. Hal itu membuat Utami langsung mengernyit heran.

"Ada masalah apa lagi, Na? Tampang lho jelek kayak gitu."

Nana membuang nafas dengan kasar seraya menghempaskan tubuhnya di Sofa. "Papa meminta gue untuk segera pulang, Mi. Gue nggak boleh lama-lama di sini. Bulan depan, gue benar-benar mau di lantik jadi Direktur. Dua bulan setelah itu, acara lamaran dengan..." Nana menghentikan kalimatnya. Baru teringat kalau dia belum menghubungi Khaeri selama berada di tempat itu. "Astaga, Mi.. gue kok sampai lupa ngabarin Kak Khaeri."

"Hmm... lho terlalu sibuk ngurusin anak sampai lupa padanya." Utami beranjak bangkit untuk mengembalikan Naufal ke atas pembaringannya. Anak itu tertidur setelah Utami melantunkan sholawat untuknya.

"Kan lho lihat sendiri keadaan Naufal. Gue benar-benar nggak kepikiran kemana-mana karena anak ini."

"Iya sih. Kalau gue jadi dia, gue pasti akan mengerti dengan keadaan lho. " Tapi..." Utami beralih duduk di samping Nana. "Saran gue, sebaiknya lho jujur sama Dokter Khaeri, Na. Jangan sampai hal ini menjadi bumerang jika lho terus menyembunyikannya."

Nana menarik nafas dalam. "Gue udah ada niat untuk menceritakan semuanya. Tapi, gue sedang mencari waktu. Lho benar. Kalau gue nggak jujur dari awal, itu bisa menjadi bumerang di belakang nanti."

"Gue kira lho nggak serius sama Dokter Khaeri." Utami melirik Nana. Yang di lirik mendengus kesal.

"Sejak kapan gue suka bercanda, Mi? Gue nggak suka mempermainkan orang." Timpal Nana ketus.

"Tau aja lho belum bisa move on dari buaya air itu."

Plak ...!

Satu pukulan melayang di lengan Utami. "Jaga mulut lho! Orang macam itu nggak baik kalau terlslu lama di kenang."

"Siapa tau aja. Lho itu kan orangnya suka baperan." Menggosok-gosok lengannya yang terasa ngilu karena ulah Nana. "Hah, kalau gue jadi lho, dari dulu gue udah laporin tu orang ke polisi. Sekalian mendekam di penjara seumur hidup. Rusakin perawan orang, sampai ngebuntingin lagi. Bukannya itu namanya setan. Huh, menyebalkan banget. Kok gue yang merasa jijik, Na. Jangankan bertemu, mengingat wajahnya saja, gue keseeell ... banget ..."

"Udah, ah. Kesalahan orang nggak perlu terlalu di ingat. Lagian, gue nggak bisa lapor polisi."

Utami langsung berbalik, menatap Nana dengan alis menyatu. "Kenapa nggak bisa? Sebenarnya bukan nggak bisa, Na. Cuman, lho-nya nggak mau karena terlalu kasihan sama dia."

"Hah, lho ini.. selalu aja berpikir buruk tentang gue." Nana menyilang tangan di dada. "Gue nggak melakukan itu karena memikirkan Papa gue, Mi."

Utami tertegun. Pikirannya langsung melayang memikirkan Fadilla yang memiliki penyakit jantung.

"Kalau gue memperbesar masalah itu, Papa yang akan menjadi korbannya. Sampai sekarang pun, gue masih menyimpan rapat berita ini dari Papa. Kalau gue sampai memberitahunya, itu sama saja gue membunuhnya. Gue sayang Papa, Mi."

"Ih, jangan nangis, Na. Maaf kalau gue ngomong sembarangan tadi." Utami mengusap air mata yang mengalir di pipi Nana. "Pak Fadilla orang baik. Gue aja yang bukan anaknya nggak rela kalau dia sampai di sakiti. Gue juga pasti marah sama lho, kalau penyakit Pak Fadilla sampai kambuh."

"Terimakasih sudah mendukung gue, Mi."

"Itu sudah pasti, Na. Gue nggak mungkin mengabaikan lho seperti pria itu." Utami menarik tubuh Nana dan memeluk sahabatnya itu.

**********

Naufal diperbolehkan pulang setelah empat hari di rawat. Anak itu tertawa bahagia setelah jarum infusnya di lepas.

"Naufal mau pulang nih, sekarang. Tos dulu dong sama Kakak..." Nana mengangkat tangannya, agar Naufal melakukan gerakan tos dengannya.

"Hmm..." Utami berdehem. "Di bilangin, ajarin dia panggil Mami. Kalau lho ajarin dia bilang kakak, sampai besar pun, dia tetap akan memanggil lho Kakak. Dia nggak akan tau kalau lho adalah ibunya. Mau lho, nggak diakuin anak nantinya?"

"Nggak usah cerewet deh, Mi. Kalau gue ajarin dia bilang Mami, takutnya dia terbiasa dan melakukan itu di depan Papa." Nana mengusap wajahnya. Dia tau kalau yang dilakukannya ini salah. Tapi, ia tidak mau kesalahan yang lebih besar terjadi lagi.

"Ayo, Naufal. Naufal pulang sama Tante Mimi aja ya.. Kak Nana sakit kepala, nggak bisa gendong Naufal."

Naufal mengangguk. Langsung merentangkan tangannya agar Utami menggendongnya. "Ayo, Na, kita bawa Naufal pulang." Utami berjalan di depan. Nana dan Rumi mengekor di belakang mereka.

Malam itu...

Utami mendekati Nana yang sedang merenung. Wanita itu bahkan masih membuka jendela kamar, walaupun waktu sudah menunjukkan pukul setengah sembilan malam.

"Na.." menepuk pelan pundak Nana. "Maafin gue untuk yang tadi siang." Ikut berdiri di samping Nana. Menikmati angin malam yang sejuk. "Hah, gue nggak bisa berpikir kayak lho. Gue itu hanya berpikir pendek. Nggak memikirkan resiko yang akan di dapatkan beberapa tahun ke depan. Lho itu selalu memikirkan semuanya dengan matang."

Nana tersenyum getir. "Gue harus bisa berpikir dewasa, Mi. Kesalahan gue terlalu banyak. Dulu pun, gue sempat berpikir ingin menggugurkan kandungan gue. Tapi... banyak yang menjadi pertimbangan, sehingga gue akhirnya membiarkannya hidup."

"Maafin gue untuk yang tadi siang. Pikiran gue nggak bisa tenang karena melihat tampang lho. Gue jadi merasa bersalah. Tidak seharusnya gue berkata begitu sama lho. Seharusnya sebagai seorang teman, gue bisa menjaga perasaan lho. Lho nggak mungkin bertindak tanpa alasan yang pasti. Gue aja yang terlalu pendek pikir."

"Nggak usah di bahas. Setiap orang memiliki pandangan berbeda. Setiap orang juga berhak mengeluarkan pendapat. Tapi, kita tidak boleh menyalahkan orang lain karena berbeda pendapat dengan kita."

"Ke depannya, gue akan berusaha untuk menjaga perasaan lho." Menepuk-nepuk pundak Nana sambil tersenyum padanya.

"Hmm.." Nana mendengus. "Awas saja kalau lho sampai nggak bisa memegang omongan lho. Gue benar-benar akan tabok lho."

"Siap, Komandan!" Melakukan gerak hormat dengan posisi berdiri tegak.

"Kita pulang besok, Mi. Sekarang waktunya mengemas koper." Nana berbalik dengan malas. Menarik koper yang tergelatak di dekat jendela.

"Yang benar saja, Na. Kita kan belum jalan-jalan."

"Gue nggak pernah bilang ke Semarang mau ajak lho jalan-jalan. Gue kan cuman ngajak lho aja."

"Na.. ya Allah.. pelit amat sih lho. Mimpi apa.. gue semalam sampai hidup gue terasa asin gini."

"Hehe.. kayaknya tadi malam lho bermimpi bangun rumah di tepi pantai, makanya hidup lho terasa asin hari ini." Timpal Nana dengan ekspresi datar.

"Iihh... lho menyebalkan deh, Na." Utami melempar baju tanktop yang sedang di lipatnya pada Nana."

"Baju lho bau, Mi. Kayaknya lho nggak pakai deodorant ya kemarin. Gue sampai mau muntah menciumnya." Ucap Nana sambil menahan senyum.

"Nana Fadilla Izzati Kaherunnisa....!"

"Hadir, Bu. Gkgkgk..." Nana segera menghindar karena Utami melempar semua isi kopernya pada Nana.

"Gue ngambek nih. Gue akan lapor ke Mama Yeti, kalau lho menelantarkan gue di tempat ini."

"Lapor saja. Mama pasti lebih mempercayai putrinya daripada lho."

"Mama Yeti sekwt banget loh, sama gue."

"Nggak perduli..."

"Huh," Utami mendengus. Kalau sudah seperti ini, Nana akan terus meledeknya. Sialnya juga, ia selalu kehabisan kata-kata untuk menimpali. Ujung-ujungnya dia pasti kalah debat dan dia yang harus mengalah.

"Ya udah, Na. Kalau memang lho mau pulang besok, mau bagaimana lagi. Gue kan cuman di gratisin kemari. Mau protes pun, gue nggak punya langkah. Gue nggak punya modal untuk beli tiket pulang. Kalau gue pakai uaang sendiri untuk beli tiket, itu berarti gue nggak bisa jajan sepuluh hari ke depan. Itu pun untuk tiket kelas ekonomi. Kalau gue beli tiket kelas bisnis seperti yang lho belikan. Gue nggak akan jajan selama dua puluh hari. Iya.. daripada gue harus puasa, lebih baik gue ikut orang kaya. Gue cuman bisa berdoa. Semoga lain waktu gue ada uang dan bisa mengunjungi tempat ini kembali."

Nana hanya menahan senyum mendengar keluh kesah Utami.

*********#

Terpopuler

Comments

Annisa

Annisa

Nana terdengar bijak dan dewasa di episode ini.😃😃

2023-10-05

0

Sadiah

Sadiah

Padahal bener juga apa yg di katakan utami naufal ns kebiasaan manggil kakak dr pada ibu.. bs jadi naufal gak mau mengakui nana sebagai ibunya.. 😏🤔

2023-08-12

0

lihat semua
Episodes
1 Permintaan Aneh
2 Nana Terjebak
3 Rencana Masa Depan
4 Kehidupan Baru untuk Nana
5 Berita yang Menegangkan
6 Kecewa yang Mendalam
7 Panggilan Baru
8 Ancaman Fikri
9 Menunggu Kepastian
10 Bersitegang
11 Saling Menjaga Perasaan
12 Saling Pengertian
13 Kenyataan untuk Khaeri
14 Kenyataan untuk Khaeri Part 2
15 Penjelasan untuk Khaeri
16 Perhatian Kecil dari Calon Ayah Sambung
17 Teman tapi Kepoan
18 Teman tapi Kepoan Part 2
19 Maaf, Surat Izinnya Masih di Sita
20 Syarat dan Ketentuan Berlaku
21 Keberuntungan Khaeri
22 Pikirkan Sebelum Terlambat
23 Menjadi Pasangan Halal
24 Jalani Saja dengan Sabar
25 Karena Aku Mencintainya
26 Suamiku Pria Hangat
27 Kesempatan dalam Kesempitan
28 Menjadi Sopir Sewaan Dokter Pelit
29 Sopir Tangguh
30 Tanda-tanda
31 Putri Kesayangan
32 Lebih Berhati-hati
33 Bahagia itu Sederhana
34 Kabar dari Sebrang
35 Perubahan
36 Isi Hati hanya Allah yang Tau
37 Hubungan Sedarah
38 Pertikaian Kecil
39 Masalahnya Tidak Sesimpel itu
40 Sedikit Berubah
41 Butuh Kesabaran
42 Biarin Aja biar Tau Rasanya
43 Aku Hanya Mau Dia
44 Puasa yang Ini Lebih Berat
45 USG
46 Keputusan Fadilla
47 Keputusan Fadilla part 2
48 Utami Merajuk
49 Ngambek
50 Naufal Rindu Mama
51 Firasat Seorang Ibu
52 Saudara
53 Sedikit Pelajaran
54 Sedikit Pelajaran Part 2
55 Butuh Penjelasan?
56 Pasangan itu Harus Saling Memahami
57 Pemeriksaan Terakhir
58 Kelahiran Khaeri Junior
59 Terlihat Sangat Berlebihan
60 Kedatangan Mertua
61 Perhatian dari Ibu Mertua
62 Diintimidasi Ibu Mertua
63 Saling Menjatuhkan
64 Rencana
65 Berita Terpendam
66 Over Thinking
67 Nafkah Pertama
68 Jiwa Perhitungan yang Meronta
69 Perhatian Seorang Kakak
70 Salah Khaeri atau Rasya?
71 Kapan Lho Sadar, Na?
72 Perkara Warung Pecel Lele
73 Semua Urusan di Urus Nana
74 Utami Sayang
75 Perhatian Kecil
76 Nasehat untuk Nana
77 Sahabat yang Sesungguhnya
78 Mulai Curiga
79 Awal Penyelidikan
80 Kecurigaan Nana
81 Perhatian Sony untuk Nana
82 Pertengkaran Hebat
83 Pertengkaran Hebat Part 2
84 Hukuman untuk Khaeri
85 Hukuman untuk Khaeri Part 2
86 Tidak Semudah itu, Ferguso!
87 Punya malu sedikit saja, bisa 'kan?
88 Menjauh adalah Cara Terbaik
89 Aku hanya Wanita Biasa
90 Na, Kamu dimana?
91 Sebuah Akting yang Sukses
92 Isi Hati yang Sebenarnya
93 Perhatian Asisten Melebihi Perhatian Suami
94 Akhir dari Sebuah Perjuangan Part 1
95 Akhir dari Sebuah Perjuangan Part 2
96 Akhir dari Sebuah Perjuangan Part 3
97 Akhir dari Sebuah Perjuangan Part 4
98 Buaya Darat yang Insyaf
99 Hanya Kurang Bersyukur dengan Apa yang Dimiliki.
100 Rencana Terselubung
101 Tidak Semudah Membalikkan Telapak Tangan
102 Rencana Masa Depan
103 Liburan Serasa Bulan Madu
104 Kedatangan Orang Terkasih
105 Kerusuhan di Klinik
106 Usaha Melemahkan Mental Pelakor
107 Usaha Melemahkan Mental Pelakor Part 2
108 Memilih untuk Mundur
109 Aduh, Aku Terciduk
110 Operasi
111 Koma
112 Saling Menyayangi itu Indah
Episodes

Updated 112 Episodes

1
Permintaan Aneh
2
Nana Terjebak
3
Rencana Masa Depan
4
Kehidupan Baru untuk Nana
5
Berita yang Menegangkan
6
Kecewa yang Mendalam
7
Panggilan Baru
8
Ancaman Fikri
9
Menunggu Kepastian
10
Bersitegang
11
Saling Menjaga Perasaan
12
Saling Pengertian
13
Kenyataan untuk Khaeri
14
Kenyataan untuk Khaeri Part 2
15
Penjelasan untuk Khaeri
16
Perhatian Kecil dari Calon Ayah Sambung
17
Teman tapi Kepoan
18
Teman tapi Kepoan Part 2
19
Maaf, Surat Izinnya Masih di Sita
20
Syarat dan Ketentuan Berlaku
21
Keberuntungan Khaeri
22
Pikirkan Sebelum Terlambat
23
Menjadi Pasangan Halal
24
Jalani Saja dengan Sabar
25
Karena Aku Mencintainya
26
Suamiku Pria Hangat
27
Kesempatan dalam Kesempitan
28
Menjadi Sopir Sewaan Dokter Pelit
29
Sopir Tangguh
30
Tanda-tanda
31
Putri Kesayangan
32
Lebih Berhati-hati
33
Bahagia itu Sederhana
34
Kabar dari Sebrang
35
Perubahan
36
Isi Hati hanya Allah yang Tau
37
Hubungan Sedarah
38
Pertikaian Kecil
39
Masalahnya Tidak Sesimpel itu
40
Sedikit Berubah
41
Butuh Kesabaran
42
Biarin Aja biar Tau Rasanya
43
Aku Hanya Mau Dia
44
Puasa yang Ini Lebih Berat
45
USG
46
Keputusan Fadilla
47
Keputusan Fadilla part 2
48
Utami Merajuk
49
Ngambek
50
Naufal Rindu Mama
51
Firasat Seorang Ibu
52
Saudara
53
Sedikit Pelajaran
54
Sedikit Pelajaran Part 2
55
Butuh Penjelasan?
56
Pasangan itu Harus Saling Memahami
57
Pemeriksaan Terakhir
58
Kelahiran Khaeri Junior
59
Terlihat Sangat Berlebihan
60
Kedatangan Mertua
61
Perhatian dari Ibu Mertua
62
Diintimidasi Ibu Mertua
63
Saling Menjatuhkan
64
Rencana
65
Berita Terpendam
66
Over Thinking
67
Nafkah Pertama
68
Jiwa Perhitungan yang Meronta
69
Perhatian Seorang Kakak
70
Salah Khaeri atau Rasya?
71
Kapan Lho Sadar, Na?
72
Perkara Warung Pecel Lele
73
Semua Urusan di Urus Nana
74
Utami Sayang
75
Perhatian Kecil
76
Nasehat untuk Nana
77
Sahabat yang Sesungguhnya
78
Mulai Curiga
79
Awal Penyelidikan
80
Kecurigaan Nana
81
Perhatian Sony untuk Nana
82
Pertengkaran Hebat
83
Pertengkaran Hebat Part 2
84
Hukuman untuk Khaeri
85
Hukuman untuk Khaeri Part 2
86
Tidak Semudah itu, Ferguso!
87
Punya malu sedikit saja, bisa 'kan?
88
Menjauh adalah Cara Terbaik
89
Aku hanya Wanita Biasa
90
Na, Kamu dimana?
91
Sebuah Akting yang Sukses
92
Isi Hati yang Sebenarnya
93
Perhatian Asisten Melebihi Perhatian Suami
94
Akhir dari Sebuah Perjuangan Part 1
95
Akhir dari Sebuah Perjuangan Part 2
96
Akhir dari Sebuah Perjuangan Part 3
97
Akhir dari Sebuah Perjuangan Part 4
98
Buaya Darat yang Insyaf
99
Hanya Kurang Bersyukur dengan Apa yang Dimiliki.
100
Rencana Terselubung
101
Tidak Semudah Membalikkan Telapak Tangan
102
Rencana Masa Depan
103
Liburan Serasa Bulan Madu
104
Kedatangan Orang Terkasih
105
Kerusuhan di Klinik
106
Usaha Melemahkan Mental Pelakor
107
Usaha Melemahkan Mental Pelakor Part 2
108
Memilih untuk Mundur
109
Aduh, Aku Terciduk
110
Operasi
111
Koma
112
Saling Menyayangi itu Indah

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!