...H E L L O !👋...
...~ H A P P Y R E A D I N G ~...
...***...
Acha merenung, menatap langit-langit ruangannya dengan pandangan yang sulit diartikan. Sebelum akhirnya, Acha menghembuskan napasnya dengan kasar lalu memainkan jarinya membentuk abstrak ke atas.
"Seorang Acha sudah terbiasa sendiri, jadi gue gak butuh mereka semua. Biarlah gue tetep sendirian karena gue terlalu muak buat pura-pura jadi orang lain," Gumamnya dengan tangan yang mulai turun.
Di dalam ingatan nya masih sangat berbekas, saat dirinya merasakan sakit dan butuh pertolongan, Maxime yang bernotabene Kakak sepupu dari pemilik raga hanya diam tanpa berniat membantu. Entah perasaan siapa tapi yang pasti bukan perasaan Acha, dada nya terasa begitu sesak.
Seakan Maxime memang tidak akan pernah perduli pada dirinya mau di keadaan apapun, mungkin saat dirinya sekarat sekalipun, Maxime tetap diam dengan ketidakpedulian nya. Sebab dulu Acha berharap bisa merasakan hangatnya keluarga, maka sekarang jelas berbeda.
Keinginan Acha dikesempatan keduanya, dirinya hanya ingin berguna untuk orang-orang yang dirinya sayang. Membuat mereka tertawa bahagia, meski sederhana, tapi itu semua bisa mengobati luka hati Acha yang telah lama terbuka. Luka yang tak bisa dia bagi pada siapapun.
Ditempat lain,
Seorang pemuda tampan dengan pakaian yang masih penuh bercak darah itu berjalan cepat memasuki lorong demi lorong hingga tibalah dirinya disebuah ruangan bawah tanah yang disulap menjadi tempat berkumpul yang nyaman dan aman.
"Bunuh mereka semua yang ikut melukai cewek gue!" Titahnya dengan suara dingin nan penuh intimidasi.
Mereka yang ada diruangan itu saling bertukar tatap lalu kompak meneguk saliva mereka dengan susah payah. Aura misterius nan penuh kegelapan dari Arlan benar-benar menyeramkan dan tak bisa dianggap remeh apalagi tak dianggap sama sekali.
Takut membuat Arlan murka, mereka semua kompak berdiri dengan tegak. "Siap Ketua!"
Setelah berseru dengan kompak, sepuluh orang itu langsung pergi untuk menjalankan semua perintah sang Ketua. Sedangkan Arlan, pemuda itu langsung masuk kedalam ruang pribadi nya dan duduk bersandar dikursi kebesaran nya dengan mata tajam nya yang terpejam.
Suara detak jarum jam terdengar mendominasi diruangan dengan nuansa gelap itu hingga pintu diketuk dan terbuka menampakan seorang gadis cantik bertubuh mungil yang mulai menghampiri Arlan lalu berdiri disamping Arlan sambil memainkan kedua jari-jari tangannya.
"Arlan, aku bosan disini, bolehkah kamu ajak aku jalan-jalan keluar?" tanya gadis itu dengan nada manjanya.
Arlan membuka kelopak matanya lalu menatap sinis si gadis yang masih setia menundukkan kepalanya, "Punya kaki kan? Jalan sendiri!" Jawab Arlan dengan nada yang sangat tak ramah.
"T-tapi kaki aku masih suka sakit kalo dibawa jalan," Ucap gadis bernama Rania itu.
"Udah tau sakit, ngapain mau jalan-jalan? Bodoh!" Cibir Arlan seraya bangkit dari duduknya dan pergi begitu saja meninggalkan Rania yang mengepalkan tangannya erat.
Selepas kepergian Arlan, Rania mengangkat kepalanya lalu memukul kuat meja. "Sialan! Awas aja lo Arlan, gue bakal pastiin kalo lo akan tergila-gila sama gue!"
Di tempat lain, tepatnya disebuah hotel mewah dengan fasilitas lengkap, ada Maxime yang kini tengah mengancingkan kembali baju seragam sekolahnya. Tak lama kemudian, pintu kamar mandi terbuka dan menampakan Aurel yang hanya memakai handuk sebatas paha.
Dengan manja, Aurel memeluk Maxime dari belakang lalu merengek. "Kemarin temen aku posting tas keluaran terbaru, bagus deh tas nya."
Mata Maxime memutar malas, sudah sangat hapal dengan dengan tingkah Aurel. Maxime pun melepas lilitan tangan Aurel pada pinggang nya lalu mengambil cek nya dan menulis kan nominal yang tak bisa dibilang sedikit. Setelahnya, dia pun melemparkan cek itu ke hadapan Aurel.
"Berhenti ganggu gue, ******!" Tekan Maxime dengan segera berlalu pergi meninggalkan Aurel yang hanya acuh, karena keinginan nya sudah terwujud yaitu membeli tas keluaran terbaru.
Tepat saat pintu hotel itu terbuka, Maxime dibuat tersentak kaget dengan hadirnya Rhaline yang menatapnya dingin. Gadis itu terus menatap Maxime dengan intens yang membuat lelaki itu tak bisa berkutik, hingga tak lama, Rhaline mengikis jarak antara dirinya dan juga lelaki itu.
"Gue kira, lo cuma sekedar brengsek tapi ternyata, murahan juga." Kekeh Rhaline dengan pandangan yang beralih menatap leher Maxime.
Tentu dirinya paham karena Rhaline bukan gadis polos atau bodoh yang tak tahu apa yang dua orang berbeda gender lakukan saat di satu ruangan, ditambah lagi ada tanda dileher lelaki itu yang bisa Rhaline lihat dengan sangat jelas. Rhaline kembali memundurkan langkahnya, lalu berbalik.
"Andai lo tau, Max. Gue ngelakuin ini semua demi sahabat gue, Al. Dia mau lo dapat seseorang yang tepat dan menurut Adik lo, seseorang itu gue bukan Aurel si ****** ataupun Rania. Tapi ternyata, lo gak bisa gue ajak kerja sama buat menyelesaikan amanah dari sahabat gue." Lirihnya sebelum pergi meninggalkan Maxime yang membeku.
Sesampainya Rhaline dirumah keluarganya, Rhaline langsung masuk dengan wajah dingin andalan nya lalu langkahnya mendadak terhenti saat sebuah tangan melayang dan mendarat tepat dipipi mulusnya.
Mata tajam itu terpejam, menikmati sensasi panas yang mulai merambat ke dada nya yang kini terasa begitu sesak. Selalu saja seperti ini, apa tidak bisa kah mereka menyambut nya dengan senyuman hangat? Bukan tamparan menyakitkan ataupun kalimat yang begitu pedas.
"Dari mana saja kamu hah?! Masih inget pulang?! Belum cukup kamu buat anakku pergi?!"
Wanita paruh baya itu terus memarahi Rhaline dengan segala macam ucapan nya yang mulai tak nyambung. Rhaline memejamkan matanya sejenak dan segera berlalu pergi menuju kamar nya dilantai dua, tanpa memperdulikan tentang si wanita yang terus mengoceh.
Sesampainya didalam kamar, Rhaline berjalan menuju meja belajarnya lalu meraih sebuah bingkai foto yang memperlihatkan wajah tampan seorang lelaki yang sedang memeluk erat pinggang nya. Mereka terlihat begitu mesra dan juga bahagia pada masanya. Masa lalu.
"Ardhan, Rhaline kangen."
Kalau dicerita novel Blossom, Rhaline itu sosok gadis yang tinggal dikeluarga hangat nan harmonis, maka berbeda dengan dunia nyata. Karena didunia nyata, Rhaline hanyalah anak broken home yang selalu diperlakukan dengan tidak adil. Dirinya selalu menjadi nomor 2.
Kisah cintanya tak pernah mulus, hanya membahagiakan diawal lalu setelahnya menyakitkan. "Kamu apa kabar? Kamu bahagia kan sama dia? Kira-kira, kapan ya keponakan aku lahir?"
Bibirnya menyuarakan kekehan namun matanya mengeluarkan air mata kesedihan, saling bertolak belakang namun itulah Rhaline. Selalu berusaha baik-baik saja dengan memasang topeng padahal aslinya, dirinya begitu sakit dan jauh dari kata baik-baik saja.
Drrtt...
Matanya beralih melirik kearah ponselnya yang ada diatas meja lalu terdiam saat melihat nama yang tertera,
Ardhan♥ is calling...
Menghembuskan napasnya kasar, lantas Rhaline menekan tombol hijau dan langsung mendekatkan ponsel itu ke telinga nya. Rhaline hanya diam membeku saat suara yang sangat dia rindukan mengalun dengan begitu indah dan juga lembut.
"Aline apa kabar?"
"Lin?"
"Ah iya, aku baik. Kamu gimana?"
Diseberang sana, Ardhan terkekeh pelan sambil menyandarkan punggungnya disandaran sofa lalu menyalakan benda bernikotin yang terselip diantara kedua bibir tebal nya. "Alhamdulillah, aku selalu baik. Kamu lagi dimana? Masih di Jakarta atau kembali ke Ausie?"
"Jakarta, disini masih berduka jadi aku gak mungkin ke Ausie deket-deket ini."
"Oh iya, aku baru inget. Maaf ya, aku gak bisa datang ke pemakaman Alisya. Kamu pasti paham kan?"
Rhaline tersenyum miris sambil mendongakkan kepalanya menahan air mata yang siap tumpah kapan saja, "Paham kok. Aisyah gimana kabarnya? Keponakan aku juga gimana kabarnya? Kapan lahir?"
"Haha, kamu nanya nya satu-satu dong. Aisyah baik, keponakan kita gak lama lagi lahir kok. Maybe, 2 or 3 bulanan lagi."
"Kita?"
"Iyalah, kita, masa kamu aja? Dia kan juga keponakan aku, anaknya Mas Fattan."
"T-tapi kamu suami Aisyah, berarti kamu Ayah tirinya dia."
Diseberang sana, Ardhan terdiam sejenak. "Kamu kapan kembali ke Ausie?"
Paham, Rhaline tentu paham saat Ardhan mencoba mengalihkan perhatian nya. "Bulan depan, aku tutup dulu, bye."
Tutt.
Lelaki itu, mantan tunangannya. Laki-laki kedua yang menorehkan luka dihatinya setelah cinta pertamanya, Ayahnya.
...***...
Selamat siang kalian semuaaa, gimana hari-hari nya? Baik kan? Atau malah buruk??
Spam koment yuk, semangatin aku supaya ngetik nya lancar terus:)
Gimana menurut kalian tentang,
Arlan?
Rania, kira-kira dia bakal berperan kayak gimana??
Rhaline?
And si bar-bar, Acha. Ada satu or seribu kalimat mungkin yang mau kalian kasih ke Acha-Acha nehi-nehi??
Udah ah.
Sampai ketemu di next chapter, bye.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
Dhevandra Alfariano_03
mulai keluarin bawang deh
2024-01-19
0
Kamiem sag
aku pusing Thor, semua tokoh g ada yg bahagia
2023-12-03
0