...H E L L O !👋...
...~ H A P P Y R E A D I N G ~...
...***...
"SAMEERA!!"
Seruan keras nan membahana itu berhasil mengagetkan seorang gadis cantik dari acara membaca nya, gadis itu mendongak lalu menatap kesal sang sahabat yang kini menyengir tanpa dosa. Sahabatnya itu berjalan mendekat lalu berdiri didepan Sameera dengan wajah yang mendadak panik.
"Ada apaan sih?" Tanya Sameera seraya menutup buku novelnya.
"GAWAT!!"
"Iya tau, gawat kenapa?"
"ARLAN! ARLAN MECAHIN DUA KACA JENDELA TERUS KOR-"
Tanpa menunggu sang sahabat menyelesaikan ucapannya, Sameera memilih langsung bangkit dan berlari dengan sekuat tenaganya menuju lapangan karena dirinya sangat ingat, kalau hari ini adalah jadwal olahraga kelas Arlan.
Sesampainya di lapangan, Sameera mengatur napasnya yang memburu sebelum menarik napas pelan lalu berteriak. "ARLAN STOP!"
Semua atensi langsung beralih menatap kearah Sameera yang kini mulai berjalan mendekat kearah Arlan tanpa memperdulikan tentang banyak pasang mata yang menatap nya dengan pandangan bingung. Mereka mengenal Arlan tapi tidak untuk Sameera.
Didepan Arlan, Sameera tersenyum lembut lalu membuka lebar kedua tangannya saat Arlan menubruk nya dengan pelukan erat. Mereka semua terdiam, begitu juga dengan Acha yang kini memelotot kan matanya terkejut. Yang mereka kenal, Arlan adalah sosok lelaki yang anti perempuan tapi kenapa kini dia malah berpelukan dengan siswi yang bahkan tidak mereka kenali.
Tatapan Sameera beralih menatap kearah dua guru yang kini berdiri dipapah oleh beberapa siswa, Sameera menghela napasnya pelan. "Maaf untuk apa yang sudah Arlan lakukan dan untuk kerugian, kalian bisa bilang langsung pada saya."
Sepertinya, Sameera memang sangat tidak bisa untuk berakting sesuai dengan seragam yang dia kenakan. Mau sebagaimana pun rupanya yang terlihat remaja, Sameera tetaplah perempuan berusia 23 tahun. Ya, dirinya sudah bukan lagi seorang siswi SMA melainkan mahasiswi.
Tapi demi Arlan dan juga karena paksaan para wanita di keluarganya, Sameera menurut saat disuruh untuk masuk ke ZHS demi memantau kegiatan Arlan sehari-hari. Sudah dibilang, Arlan itu selalu dijadikan nomor satu oleh keluarganya, jadi jangan kaget kalau Arlan begitu dijaga dan diperhatikan dengan ketat.
Dan Sameera adalah si gadis pembuat puding malam itu.
Setelah berucap demikian, Sameera langsung pamit pergi meninggalkan sejuta pertanyaan dibenak mereka tentang siapa Sameera dan ada hubungan apa antara Sameera dan juga Arlan si kulkas 999+ pintu yang dinginnya ngalahin kutub utara.
Disisi Acha, gadis itu mengerjab lalu menyentuh dada kirinya dengan dramatis. "Aduh, hati Eneng terluka. Kemarin sok manis sekarang pelukan sama cewek lain, dasar buaya!"
Erosi menoleh kearah Acha setelah kembali dari keterkejutan nya, "Lo bilang apaan tadi? Buaya? Si kulkas mah anti sama cewek," Ucap Erosi seraya berjalan menjauhi Acha.
"Anti sama cewek katanya? Idih, pembohong!"
Mengangkat bahunya acuh, lantas Acha melanjutkan langkah nya menuju kelas nya. Tapi dipertengahan jalan, Acha menghentikan langkahnya lalu menepuk keningnya sambil ber komat-kamit penuh umpatan kasar.
"Bego lo, Cha! Lo emang harus presentasi tapi di dunia masa lalu lo! Ah anjir! Terus sekarang kelasnya si Mili dimana?! Mending gue bolos aja lah,"
Setelah puas menggerutu, Acha langsung memutar arah langkahnya menuju rooftop sekolah. Sesampainya di rooftop, Acha langsung merebahkan tubuhnya diatas sofa lalu memejamkan matanya berniat menikmati udara segar eh Acha malah ketiduran.
"Terus gimana rencana lo?"
Samar-samar, Acha bisa mendengar sebuah suara yang tak jauh dari keberadaannya. Karena kepo tapi malas bangun, Acha pun memilih tetap rebahan dengan mata terpejam tapi telinganya aktif mendengarkan obrolan seseorang yang tak dirinya kenali.
"Gue bakal ngakuin kalo ini anak dia," Ucap seseorang itu dengan senyum miring di wajah nya.
Si lelaki di depannya terbelalak kaget, "Jangan gila! Kalau Rhaline sampe tahu, gue lepas tangan buat ngak bantuin lo bahkan gue bisa pura-pura gak kenal sama lo."
Seseorang itu, Aurel, berdecak kesal. "Lo pikir gue perduli? Jelas ngak! Lagian dia selalu menikmati tubuh gue, jadi dia pasti percaya kalau ini itu anak dia."
Disisi Acha, gadis itu menggigit bibir bawahnya menahan umpatan yang terus memaksa untuk diucapkan dengan bebas. Bahkan Acha terus memaksa matanya untuk tetap terpejam, padahal dirinya sangat ingin melihat siapa yang sedang berbicara itu.
"Goblok! Lo yang selalu menggoda dia, dia laki-laki normal sama kayak gue dan udah pasti dia bakal tergoda! Gue lepas tangan, Rel, kalo Rhaline sampe tau rencana gila lo ini. Karena gue juga yakin, Maxime pasti selalu main aman." Ucap lelaki itu yang berhasil membuat Aurel termenung sejenak.
"Satu hal lagi yang perlu lo tau, Rel. Ayah dari anak lo bukan pria baik-baik jadi cepet jaga jarak sebelum semuanya kacau. Rel, gue emang suka sama lo tapi gue gak mau mati konyol hanya karena ide gila lo." Selesai mengucapkan semua unek-unek di kepalanya, lelaki itu pun pergi meninggalkan Aurel seorang diri.
Selepas kepergian lelaki itu, Aurel menunduk menatap perut datarnya. "Argh! Sialan!! Lo kenapa harus ada sih hah?! Gue pastiin lo gak bakal liat dunia!!"
Mata Acha sontak terbuka sempurna saat suara pintu rooftop yang ditutup dengan keras mengagetkan nya, Acha mengelus dadanya sambil menatap lurus ke depan. Acha memang tidak mengenal tentang siapa pemilik suara itu, tapi Acha mengenal tentang Maxime yang mereka bicarakan.
"Ini masalah besar untuk, Max. Apa gue perlu ikut campur? Tapi gue siapa? Lagian, si Max iman nya kenapa tipis banget kayak tisu sih? Sekali kena air langsung ambyar." Monolog Acha seraya memijat pelan pelipisnya yang tiba-tiba saja terasa pening.
"Apa gak bisa nunggu beberapa tahun lagi? Nikah dulu terus baru bisa bebas ekhem-ekhem, ah yang iman nya tipis mah emang beda!" Sambung Acha seraya berdiri dari duduknya.
"Terus gimana dong ini? Kasian juga doi, udah gak perjaka, mau difitnah, terus... Terus what lagi? Bodo amat lah, itu urusan dia-tapi gue kasian. Gini amat sih nasib jadi orang gak enakan?!"
...***...
Waktu sudah menunjukan pukul 11 malam, tapi Acha malah terus bergerak tak nyaman diatas ranjang kesayangan nya. Dengan bibir mengerucut kesal, Acha mendudukkan dirinya lalu mengusap perutnya yang terus saja berdemo sambil bernyanyi dangdut.
"Cacing, gue tau lo pada lapar tapi bisa ngak, tau waktu gitu?! Ini udah hampir tengah malem jingan!" Gerutu Acha seraya berdiri sambil mencepol asal rambut panjangnya.
Acha berjalan menuruni anak tangga menuju dapur, sesampainya di dapur, Acha membuka kulkas yang ternyata hanya ada sekotak susu dan juga daging. Bibirnya maju beberapa senti, karena dirinya yakin kalau Bibi Jang belum belanja bulanan makanya makanan di kulkas bisa kosong.
Karena tak ada pilihan lain, Acha pun naik kembali ke kamarnya untuk mengambil dompet dan juga hoodie. Dirinya pasti tidak akan bisa tidur kalau belum memberi nafkah bagi cacing-cacing penghuni perut indahnya yang tidak akan buncit kecuali di buncitin.
Memakai hoodie biru tua nya dan juga memasukan dompet nya ke saku hoodie, lantas Acha berjalan keluar kamarnya menuju garasi. Di garasi, pilihan Acha terjatuh pada haverboard lalu mengangguk memantapkan pilihan nya untuk memakai haverboard satu itu.
Suhu dingin malam ini benar-benar menusuk kulit meski Acha sudah memakai hoodie yang tebal sekalipun. Acha menurunkan topi hitam yang dipakainya sampai menutup sebatas alis, bahkan Acha menaikan masker yang memang dirinya pakai. Acha mendengus pelan lalu menghentikan laju haverboard nya.
Acha segera turun dari atas haverboard nya lalu memesan nasi goreng yang memang ada tak jauh dari depan kompleks tempatnya tinggal. Sambil menunggu nasi goreng nya selesai dibuat, Acha mampir ke pedagang penjual kue putu karena di kehidupan sebelumnya, Acha tidak pernah memakan makanan satu itu.
"Abang satu porsi ya!"
Sambil menunggu nasi goreng nya yang lumayan antri, Acha menyantap kue putu nya dengan santai sesekali tertawa atau tersenyum sebagai balasan dari ucapan para pedagang itu. Tak lama setelah menghabiskan satu porsi kue putu, nasi goreng nya pun selesai dimasak.
Acha mengeluarkan selembar uang kertas berwarna merah dan segera pergi sebelum kembalian diterima nya. Acha memilih jalan memutar, karena dirinya ingin ke mini market sejenak. Tentu mini market yang buka 24 jam. Membawa masuk haverboard nya, Acha berjalan santai di bagian minuman.
"Kok gak ada wine sih?"
Bodoh atau bego Acha ini sebenarnya? Mana ada minuman beralkohol seperti itu di mini market. "Cola, tapi gue gak suka soda." Sambung nya seraya memasukan kembali sekaleng soda itu pada tempatnya.
Pilihan Acha terjatuh pada, "Sip lah gue beli teh pucuk aja."
Kini Acha beralih kebagian makanan ringan, Acha tak mengambil banyak. Hanya empat bungkus rasa pedas, lima bungkus rasa jagung, dan 3 bungkus rasa sapi panggang. Selepas memastikan semuanya selesai, Acha pun segera membayarnya ke kasir.
Karena apa yang dia inginkan sudah dia dapatkan, Acha pun memilih untuk langsung pulang karena jam yang hampir pukul 12 tengah malam. Selama dijalan, Acha tak henti-hentinya ber komat-kamit saat susana terasa begitu mencekam. Acha tak takut, hanya sedikit gemetar saja.
Di penghujung jalan dekat pintu gerbang kompleks nya, Acha mendadak menghentikan laju haverboard nya lalu menyipitkan matanya memastikan sesuatu didepan sana.
"TOLONG!!!"
Suara teriakan itu berhasil membuat Acha terlonjak kaget yang refleks memundurkan langkahnya, "Wah gak bener ini."
"HELOOOOOO!!!! ACHA CANTIK DATANG UNTUK MENOLONG!! AUWOOOOOO~~"
...***...
Btw, masih ada yg aktif di wp jam segini? Pasti ada lah ya.
Mau jelasin dikit nih, dibaca terus dipahami yaa. Jadi jangan koment "Dia teh saha?" "Ini gimana sih?" "Gak ngerti?" or sebagainya.
Jadi guys, Acha itu kan transmigrasi atau pindah keraga nya Mildreda. Mildreda awalnya memang sakit, cacat lah kata kasar nya mah. Tapi pas jiwa Acha yang menempati raga Mildreda, raga Mildreda sehat lagi. Kok bisa? YA BISALAH, NAMANYA JUGA DUNIA OREN.
Terus untuk Athar. Dia sahabat semasa kecil Acha, satu-satunya orang yang mau berteman sama Acha dengan tulus tanpa niat terselubung. Dikehidupan Acha, Athar meninggal karena penyakitnya yaitu Hemofilia. Penyakit yang sama kayak Arlan makanya pas penyakit Arlan kambuh, Acha bisa sepanik itu.
Acha merasa dejavu, yaa kalian paham lah.
Terus juga, Athar meninggal diusia 10 tahun dan menempati raga Ariq diumur 15 tahun. Siapa Ariq? Dia sahabat Mildreda sekaligus tetangga Mildreda yang mau menemani Mildreda walau gadis itu memiliki sifat yang jutek, keras kepala, dan juga mau nya menang sendiri.
Ariq meninggal diusia 15 tahun lalu meminta 'teman' nya yaitu Athar agar menempati raganya. Salah satu alasan nya agar Mildreda tetap ada yang menjaga.
Jadi selama ini, jiwa Athar tak pergi menghadap Tuhan tapi bergentayangan dan hanya Ariq yang bisa melihatnya. Buat Ariq, dia bisa disebut sebagai anak indigo.
Untuk nama panggilan, dichap 2 or 3 gitu, gak tau lah aku lupa. Pokoknya ada bagian yang Acha sebut dirinya 'Acha' didepan Dokter Lee.
"Kok Dokter Lee gak curiga atau merasa aneh?"
Guys, nama panjang Mildreda itu. Mildreda Acchariya Dizon.
ACCHAriya, jadi gak terlalu dijadikan masalah kalau nama panggilan. Karena apa? Mamah nya Mildreda juga manggil Mildreda dengan nama Chaca.
Paham sampe sini?
Kalo ada yang mau ditanyain lagi, langsung koment disini nanti dinext chapter insyaallah aku jawab.
Sekian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
vio~~~~
4+5+3 g banyak.. beuh othor emang laen y...wkwkwk🤪
2023-07-25
0