Suara pintu yang ditutup kencang membuat Ratna terkejut. Raditya membawanya kembali ke apartemen. Belum selesai, Raditya kembali mengejutkannya dengan mencium bibirnya brutal. Tidak sampai di situ saja, Raditya merobek kasar baju Ratna.
Apakah aku sehina itu?
"Maaf, aku yang salah. Ya, aku yang menjebakmu, aku yang menyebabkan istrimu meninggal. Aku pelakunya." Ratna terpaksa mengakui semuanya. Laki-laki itu tidak akan pernah percaya padanya. Air mata tak terbendung lagi, jatuh membanjiri pipi. Mengaku atau tidak hasilnya akan sama saja, Raditya berkali-kali melecehkannya.
Deg
Entah kenapa ada rasa yang berbeda di hati Raditya mendengar wanita itu mengakui semua yang ia tuduhkan. Ada rasa tidak terima jika wanita itu adalah pelakunya. Raditya menghentikan aksinya lalu menatap wajah wanita yang sudah dipenuhi air mata itu.
Namun, dendam yang salah terlanjur menutup mata hatinya. Sedetik kemudian amarah yang tadinya sempat hilang kini kembali memuncak. Raditya menarik Ratna lalu melemparnya ke atas ranjang dengan kasar. Ratna terkejut, merasa tidak percaya dengan perbuatan laki-laki yang ia cintai itu begitu kasar.
Raditya mengungkung tubuhnya.
"Sekali pelacur tetaplah pelacur! Kenapa? Kenapa kau melakukannya?"
"Kau sudah tahu jawabannya. Bukankah dari dulu aku selalu menginginkanmu."
Raditya bangkit lalu berteriak. Menatap wanita itu lagi sebelum meninggalkan kamar sembari membanting pintu keras.
Ratna kembali terisak.
"Kenapa dia berubah? Dia bukan lagi laki-laki lembut dan penyayang," gumam Ratna di sela tangisannya.
"Ya, Tuhan. Jika aku bisa keluar dari tempat ini. Aku mohon jangan lagi pertemukan aku dengannya."
*
*
Tiga hari berlalu. Raditya tidak pernah menemui Ratna lagi, ia hanya memantau dari jauh. Dia tidak lagi menempatkan pengawal di depan apartemen. Seperti saat ini, ia sedang memperhatikan Ratna yang sibuk membersihkan apartemen. Raditya memang sengaja tidak memakai jasa pelayan. Ia tersenyum kecil.
"Apa yang aku rasakan ini? Seharusnya aku senang membalaskan dendam. Tapi kenapa hatiku sakit melihatnya menangis. Seharusnya aku membencinya." Raditya menatap tangan yang telah ia gunakan untuk menyiksa wanita itu.
"Tangan ini sudah menamparnya. Tangan ini sudah menyakitinya."
Tak lama seorang laki-laki yang tak lain adalah orang suruhan sekaligus sahabatnya datang. Laki-laki itu melemparkan sebuah dokumen.
"Aku belum bisa menemukan siapa pelaku sebenarnya malam itu, mereka bermain cantik. Tapi sepertinya wanita yang bersamamu tidak terlibat."
"Bagaimana kau bisa yakin?"
"Aku belum bisa memastikan, beri aku waktu sedikit lagi. Yang pasti hentikan kelakuan gilamu terhadap wanita itu."
Setelah itu laki-laki itupun pergi dari ruangan tersebut meninggalkan Raditya dalam keterdiamannya.
"Tidak mungkin dia tidak terlibat," gumamnya pelan. Namun, hati menolak. Di mulut tetap menuduh Ratna, tapi di hati ia percaya jika wanita itu tak bersalah. Lalu apa yang akan ia lakukan selanjutnya jika wanita itu terbukti tak bersalah. Melepaskannya atau tetap mengurungnya dengan alasan lain. Hati memang tidak bisa ditebak.
*
*
Waktu pun berlalu. Cukup lama Ratna tidak bertemu Raditya. Meskipun tidak berharap bertemu, tapi ada yang ingin ia katakan. Ia ingin tahu bagaimana kepastian hidupnya setelah ini. Meskipun semua di tangan Tuhan. Ia hanya ingin tahu apa yang akan dilakukan pria itu terhadapnya. Melenyapkan dirinya atau membawanya ke kantor polisi. Ia sudah berdamai dengan kenyataan.
Ratna menoleh ketika mendengar bunyi kode pintu yang pastinya akan dibuka dari luar. Ia menatap pintu itu dengan perasaan was-was.
Deg
Dia tampan sekali. Lebih tampan dari dulu, hanya saja sekarang sangat kejam. Isss.... Bagaimana bisa aku masih memujanya. Dia adalah malaikat maut.
Ratna mengalihkan tatapannya. Tidak baik melihat wajah itu terlalu lama. Meskipun fisik sudah tersakiti, yang namanya cinta tetaplah cinta. inilah yang disebut cinta tak punya mata.
Raditya masuk lebih ke dalam. Namun, tidak menuju ke arah Ratna. Pria itu melangkah menuju dapur, setelah itu berjalan kembali masuk ke dalam kamar.
"Dia mengangapku tidak ada? Apa statusku bukan tawanan lagi? Jangan-jangan dia sudah punya bukti bahwa aku tidak bersalah," tebak Ratna sembari tersenyum dengan apa yang ia pikirkan. Mungkin sebentar lagi dia akan bebas.
Sementara di dalam kamar. Raditya menepis rasa aneh di dalam hatinya.
"Dia masih imut seperti dulu. Ah... Apa yang aku katakan? Belum tentu dia tidak bersalah. Tapi jika itu benar, apa yang akan aku lakukan?" tanya Raditya bingung sendiri. Kebersamaan singkat mereka ini memgingatkan dirinya dengan masa lalu.
Waktu itu, Ratna menemuinya dengan membawa sebatang coklat.
"Ini untuk, Kakak. Meskipun tak seenak coklat yang wanita lain berikan, tapi ini lebih spesial, kak, karena aku membelinya dengan titik darah penghabisan." Raditya mengernyitkn keningnya. " Ini hasil dari sisa uang sakuku satu bulan, loh, kak. Diterima, ya?" mohon wanita itu dengan senyum merekah dari bibirnya.
Raditya yang memang sikapnya ramah, ia menerima coklat itu dengan senang hati. Bahkan Ratna bukan wanita pertama yang memberi coklat pada hari itu. Tapi hanya dia siswa beasiswa yang berani terang-terangan mendekatinya.
Raditya tersenyum cerah mengingat kejadian waktu itu. Masa lalu yang membekas di hatinya.
"Aku belum menjawab pernyataan cintanya waktu itu," gumam Raditya pelan lalu mengambil ponselnya. Ia terkejut melihat wanita yang baru saja ia pikirkan sedang mengendap-endap berjalan ke arah kamarnya lalu mendekatkan telinganya ke pintu melalui cctv yang terhubung dengan ponsel.
"Apa dia mau menguping? Bodoh, semua kamar disini kedap suara." Raditya tersenyum melihat wanita itu. "Wanita ajaib."
*
*
Di luar pintu.
"Kenapa aku seperti pencuri?" Setelah menyadari kelakuannya, Ratna kembali ke sofa, duduk lalu melanjutkan menonton TV.
Setelah membersihkan diri, Raditya keluar dari kamar. Ia juga bingung harus bersikap bagaimana terhadap wanita itu setelah mendengar ucapan orang suruhannya.
Kenapa dia tidak bicara padaku? Bahkan melihatku saja tidak. Jika aku berbicara duluan apa dia akan menyakitiku lagi?
Ratna berkali-kali mencuri pandang pada laki-laki itu. Layaknya orang jatuh cinta, padahal memang sudah cinta.
"Katakan saja. Jika ada yang ingin kau katakan," ucap Raditya sebab ia tahu dengan jelas wanita itu memperhatikannya.
Aku ketahuan. Hebat. Aku harus berani, jangan mudah diintimidasi olehnya.
"Aku ingin bicara," sahutnya dalam satu tarikan napas.
"Bicaralah!"
"Aku sudah mengakuinya, lalu apa yang akan kau lakukan padaku?"
Raditya belum menjawab. Ia menghabiskan dulu air yang ada di dalam gelas.
"Apa yang kau inginkan?" Bukannya menjawa Raditya balas bertanya.
"Tentu saja, aku ingin bebas." Spontan Ratna menutup mulutnya karena keceplosan bicara. "Aku .... "
"Buktikan, jika kau tidak bersalah!"
"Apa?" Ratna terkejut mendengar ucapan Raditya. "Kau percaya padaku? Itu artinya kau percaya padaku?" Ulang Ratna agar lebih jelas. Ia takut slaah dengar.
"Tidak. Aku hanya ingin tahu, apa yang akan kau lakukan untuk membuktikannya?"
Seketika wajah Ratna lesu, tentu saja Raditya tidak akan mudah percaya padanya.
"Aku tidak punya bukti apapun. Lakukan saja apa yang ingin kau lakukan. Aku tidak akan menyangkal lagi," sahut Ratna sendu lalu ia berdiri, melangkah masuk ke dalam kamar. Meninggalkan Raditya yang masih diam menatapnya.
"Dia menyerah ... ataukah merajuk?" tanya Raditya sembari melihat wanita yang ia panggil ajaib. Setelah itu ia tersenyum tipis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Durrotun Nasihah
,bener yang namanya cinta y tetep cinta....
2024-03-02
0
Mpk Tahmid
ya namanya cinta ya tetap cinta.
2023-08-21
0
we
Ratna jangan bucin ya... bagaimana pun Raditya telah kasar dan melecehkan mu
2023-07-22
0