"Temanmu, lama sekali. Apa dia tidak bisa membaca? Perutku sakit sekali." Ratna meletakkan kepalanya di atas meja dengan kedua tangan memegang perut, tak lupa suara rintihan terbaik ia keluarkan.
"Mungkin stoknya habis, Nona."
"Kalau begitu, ganti obat yang lain saja. Obat nyeri femini. Aku tidak kuat untuk berjalan ke dalam, kau saja yang masuk."
Laki-laki itu menatap Ratna. Ratna pun mengerti arti tatapan pria itu.
"Aku tidak akan kabur. Lagi sakit begini, mana kuat untuk berlari. Keinginan kabur itu ada, tapi aku menundanya dulu. Nanti saja, kalau sudah sembuh. Aduh ... sakit sekali." Ratna merintih di akhir ucapannya.
Sepertinya laki-laki itu percaya. Dia berjalan masuk sembari menoleh ke arah Ratna hingga berkali-kali. Setelah dipastikan laki-laki itu masuk sangat jauh, seketika Ratna berdiri lalu berlari. Di tengah jalan ia menukar jaketnya dengan jaket hoody milik wanita yang seukuran dengannya. Beruntungnya wanita itu langsung mau karena jaket yang dikenakannya adalah jaket bermerk.
Ratna berlari kembali memecah kerumunan. Ia akan naik taxi menuju apartemen sahabatnya. Ia tidak membawa apapun, di apartemen masih ada simpanan uang. Mungkin Tuhan masih berpihak padanya. Sewaktu ia kembali ke rumah kontrakan, ia lupa untuk membawa kartu Identitas dan lainnya. Dia hanya membawa sedikit uang , ponsel dan lipstik saat ke acara pernikahan itu.
*
*
Sementara di sisi lain.
"Apa yang kau lakukan di sini?"
"Nona, minta obatnya diganti?"
"Dan kau meninggalkannya sendirian?"
Keduanya saling pandang saat menyadari sesuatu. Keduanya berlari ke luar supermarket tanpa peduli lagi dengan obat itu.
"Bodoh, dia kabur! Cepat cari dia!" Keduanya berpencar mencari wanita itu, setelah kursi yang ditempati Ratna kosong.
Kedua pengawal itu sudah berusaha mencari Ratna. Namun, keduanya tidak menemukan wanita itu.
Pengawal itu mengambil ponsel lalu menghubungi sang bos.
*
*
Di sisi lain.
Raditya terlihat marah setelah menerima kabar dari anak buahnya. Dia baru saja selesai rapat.
"Sial!" umpatnya.
Setelah itu ia bergegas keluar dari ruangannya menuju tempat parkir.
"Aku tidak akan membiarkanmu pergi!"
Raditya melajukan mobilnya dengan cepat setelah keluar dari tempat parkir. Dia mengemudikan mobilnya ke tempat yang sudah ia tebak akan dikunjungi Ratna.
*
*
Tak lama taxi yang ditumpangi Ratna sampai di gedung apartemen.
"Pak, bisakah menunggu saya sebentar? Saya mau ambil barang dulu."
"Baik, Nona."
Ratna bergegas turun dari taxi, lalu dengan langkah cepat ia masuk ke dalam gedung itu. Ia bernapas lega setelah keluar dari dalam lift.
Ratna mengambil koper lalu memasukkan beberapa pakaian dan barang penting. Ia harus pergi dari kota itu saat ini juga. Ia bukan apa-apa jika dibandingkan dengan Raditya. Ia yakin saat ini pria itu sudah menerima kabar dari anak buahnya tentang dirinya yang kabur.
Setelah koper siap, tak lupa ia membawa tas kecil. Dengan cepat Ratna menarik kopernya menuju pintu depan, lalu membuka pintu apartemen itu.
Deg.
Lututnya terasa lemas melihat pemandangan di hadapannya. Rasanya ia ingin berteriak, ingin lari, tapi kaki dan mulutnya tidak melakukan apapun, hanya diam di tempatnya. Pria itu tersenyum sinis ke arahnya.
Kenapa harus ketahuan. Tidak bisakah datang setelah aku pergi. Jadinya, 'kan aku tidak bisa kabur.
"Ada apa?" tanya Ratna tenang, bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa padahal dalam hati bergemuruh.
Ini rumahku. Di sini daerah kekuasaanku. Tidak ada yang boleh menakutiku. Maksudku aku tidak akan takut.
Sedetik kemudian pria itu tertawa keras.
Ratna berusahan untuk menyalurkan keberanian melalui pikirannya.
"Hanya ingin melihatmu yang ingin kabur" jawab Raditya santai sembari menyandarkan tubuhnya di pintu. Tapi dibalik ucapannya seakan-akan mencemooh Ratna.
"Terima kasih, tapi aku harus masuk dulu," sahut Ratna dengan satu tangannya hendak menarik gagang pintu.
Namun, tentu saja pria itu menghalanginya.
"Kau ingin aku masuk lalu kita menghabiskan waktu berdua di atas ranjang?"
"Tidak!"
"Kalau begitu, cepat ikut aku!" Raditya menampakkan taringnya. Kalau tadi suaranya cukup ramah, tapi sekarang sudah mulai meninggi.
"Aku tidak mau! Kau tidak berhak melakukannya padaku!"
"Tidak berhak. Aku tidak peduli. Kau harus merasakan apa yang aku rasakan." Raditya memegang kedua pundak Ratna kuat.
"Sakit.... "
"Apa? Sakit? " tanya Raditya dengan senyum remeh. "Itu tidak seberapa dengan penyesalan yang aku rasakan dan kehilangan istri yang sangat aku cintai."
"Tapi kau salah orang! Aku tidak membunuh istri yang sangat kau cintai itu dan aku tidak peduli dia sudah mati!" Entah keberanian dari mana Ratna mengucapkan itu dengan lantang.
Mendengar pria itu mengucapkan sangat mencintai istrinya membuatku kesal, padahal itu wajar. Entah kenapa aku tidak suka. Terbersit rasa senang di hati istrinya sudah tiada, siapa tahu ada kesempatan untukku. Aku jahat, bukan? Di saat seperti ini, aku masih memikirkan diriku sendiri. Tapi, biarlah! Toh yang jahat disini sebenarnya pria ini yang sayangnya sangat tampan.
Plak
Satu tamparan lagi aku dapatkan.
Air mata menetes begitu saja. Wajahnya masih tertunduk ke samping. Bukan hanya pipi yang sakit melainkan hati itu kian terluka. Belum sempat ia menikmati sakit pada pipinya, tiba-tiba tangannya ditarik keluar dari apartemen itu.
Ratna tersentak kaget, ketika tangannya ditarik kasar oleh pria itu. Dipaksa untuk mengikuti langkah lebar pria itu membuat langkahnya terbirit-birit. Raditya memperlahan langkahnya ketika mulai terlihat banyak orang setelah keluar dari lift.
Ratna yang melihat keadaan ramai, menyentak tangan laki-laki itu lalu berlari keluar dengan langkah seribu. Bersyukur taxi yang ditumpanginya masih berada di sana, bergegas ia masuk ke dalam taxi.
"Jalan, pak!"
Taxi pun melaju ke jalan utama. Ratna melihat kebelakang. Aneh. Laki-laki itu tidak mengejarnya.
"Apa lariku sangat kencang hingga tak terkejar?" tanyanya pada diri sendiri, setelah itu ia menghela napas panjang. "Syukurlah, aku bisa bebas. Semoga kami tidak akan bertemu lagi."
"Mau kemana, Nona?" tanya pak sopir yang dari tadi memperhatikan wanita yang menjadi penumpangnya itu.
"Ke stasiun, Pak."
"Apa ada masalah, Nona? Anda terlihat sedih."
"Tidak, Pak. Hanya saja saya terburu-buru," jawab Ratna sembari tersenyum lembut.
Ratna menatap jalanan dari jendela mobil, tiba-tiba mobilnya berhenti.
"Ada apa, Pak?"
"Ada mobil di depan, Nona?"
Tak lama kaca mobil diketuk dari samping.
"Maaf, pak. Saya mau menjemput istri saya. Dia lagi ngambek, pak."
Sopir taxi membuka pintu mobilnya.
"Pantas saja, istri anda dari tadi terlihat sedih," ujarnya pada laki-laki yang tak lain adalah Raditya.
"Bu ... Bukan. Saya--"
"Sayang, maafin aku ya, aku janji tidak akan mengulanginya lagi." Raditya membuka pintu mobil belakang lalu menarik Ratna keluar dengan lembut .
Ratna hanya menatap Raditya dengan tatapan tak terbaca. Akhirnya ia pasrah mengikuti laki-laki itu.
"Anda sangat beruntung, Nona. Memiliki suami yang sangat mencintai Anda," ucap sopir taxi itu sebelum melajukan kendaraannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Mpk Tahmid
tertangkap lg krn penyelidikan radit blm kelar br di reka ulang.
2023-08-21
0
Becky D'lafonte
yahhhh ketangkep lg
2023-07-27
0
Mughni Ya
next thor
2023-07-09
1