"Nak, Ibu sudah siapkan makan malam dan sebentar lagi Papah akan pulang, kalau kamu udah lapar bisa makan duluan."
Eden menutup pintu kulkas dan berbalik badan untuk menatap ibu tirinya. dulu saat Eden berusia empat tahun, ibu kandungnya sudah meninggal karena serangan jantung, sang ayah ketahuan berselingkuh bersama wanita yang sekarang tinggal seatap dengan Eden, wanita yang sudah membuat keluarganya hancur dan Eden membencinya.
"Sudah aku bilang, mau di luar rumah ataupun dalam rumah, jangan bertanya kepadaku, itu membuatku kesal." katanya dengan nada suara yang begitu dingin.
"Eden, ibu-"
Eden yang hendak pergi ke kamarnya seketika mematung saat berpas-pasan dengan ayah kandungnya, entah sejak kapan laki-laki paruh baya itu sudah berdiri di sana, tapi melihat ekspresinya yang menahan marah, dia pasti mendengar percakapannya bersama wanita itu.
"Sudah enam tahun dia ada disini tapi kau selalu bersikap kekanak-kanakan terhadapnya, kau harus membiasakan diri dan akrab dengan ibu barumu."
"Ibu baru?" tanya Eden seraya terkekeh pelan.
"Eden gak sudi memanggilnya sebagai ibu, dia yang sudah membuat ibuku meninggal karena kedatangannya!" lanjut Eden seraya mengepalkan telapak tangannya.
"Eden!" teriak David, ayah kandungnya.
"Apa yang spesialnya dari wanita itu hingga Papah bermain di belakang ibuku?"
Urat-urat yang ada di leher David terlihat begitu jelas, ia melangkah mendekati anak tunggalnya lalu berhasil melayangkan satu pukulan di wajah Eden. "Mas!" teriak Aylen yang terkejut dengan perlakuan suaminya.
Tidak ada perlawanan dari Eden, dia hanya tertawa sambil merasakan nyeri di bagian pipinya. "Setelah lo nikah sama pelakor itu, lo bahkan gak tau dengan apa yang terjadi sama gue, lo gak tau saat gue selalu di pukulin sama preman gang karena gue nolak buat di palakin, bahkan sekedar basa basi buat nanya keadaan gue aja lo gak pernah!" David begitu takjub mendengar perkataan anaknya itu, anak yang berusia sembilan tahun bisa mengatakan hal seperti itu kepada orang seatas usianya.
"Kau benar-benar!"
"Mas udah! gak harus kekerasan juga, semuanya masih bisa diselesaikan dengan kepala dingin." seru Aylen, menahan suaminya untuk tidak memukul Eden kembali.
"Eden, kamu kembali ke kamar aja." titah Aylen dengan lembut, tanpa mengucapkan sepatah katapun, Eden pergi meninggalkan kedua orang yang paling di bencinya di ruang keluarga.
Keesokannya, Xynerva dan yang lainnya sedang berada di stand untuk menyiapkan keperluan yang akan mereka jual dalam acara ulang tahun sekolahnya, mereka harap di hari kedua ini, semuanya kembali berjalan dengan lancar dan yang paling penting dagangannya harus habis terjual seperti kemarin.
"Gue udah bikin makanannya banyak, siapa tau pelanggan kita hari ini lebih rame dari kemarin."
"Good, oh iya. Eden tolong ambil gelas plastik itu kesini, rencana gue hari ini mau bikin minuman juga."
Eden yang sedang membersihkan meja pun langsung pergi ke ujung stand untuk mengambil gelas plastik, hari ini penampilannya benar-benar penuh tanda tanya, Eden menggunakan topi untuk menutupi sebagian wajahnya.
"Elah, kenapa pake topi sih. gak di cegat sama anak-anak osis di gerbang?" tanya Vincentius sambil mengambil topi yang sedang di pakai oleh Eden.
Semuanya memaku saat melihat luka memar di wajah Eden, Xynerva dan juga Amara pun sampai terkejut, pantas saja laki-laki itu memakai topi ke sekolah karena dia ingin menutupi luka di wajahnya.
Eden menatap tajam Vincentius, tanpa mengatakan apapun ia langsung pergi meninggalkan stand.
"Pantes aja, kenapa dia bisa luka gitu?"
"Temen-temen, gue mau susulin dulu Eden, sekalian mau obatin lukanya." seru Amara yang hendak pergi, tapi Tavisha langsung menahannya.
"Buat apa? mau caper sama dia? mending lo diem aja disini, urusin yang ada disini, bukannya kalau ada lo, dagangan kita bakal laris? urusan Eden biar gue yang tanganin." ujar Tavisa dengan raut wajah yang terlihat jutek.
"Gue ikut, Sha." sahut Vincentius yang merasa bersalah.
"Gak usah, pikirin aja kesalahan lo itu." kata Tavisha lalu pergi meninggalkan standnya.
Xynerva menatap kepergian Tavisha, ada rasa khawatir di ulu hatinya saat melihat luka Eden. "Apa dia berantem sama preman-preman itu?" gumamnya dalam hati.
Saat sedang melamun, tiba-tiba saja ia dikejutkan dengan kedatangan kakak-kakak kelasnya yang kemarin sempat ingin berkenalan dengan Xynerva, dengan santai mereka berempat duduk di depan stand kelasnya, salah satunya adalah Samuel, ia langsung memperhatikan Xynerva.
"Nerva, gue iri deh sama lo."
"Hah?" Xynerva tersadar saat seseorang menepuk pundaknya.
"Badan lo ideal dan wajah lo juga cantik, pantes aja kakak kelas yang ada disana ngeliatin lo dari tadi." ucap Maddie.
"Ckck, padahal lo juga cantik."
"Jangan gitu, gue gak secantik lo, lo tau sendirikan anak laki-laki di kelas kita kayak gimana, mereka ngatain gue mony*tlah, sapilah."
"Maddie, lo gak perlu pikirin omongan mereka yang kayak gitu, lo gak harus tampil cantik buat ngepuasin mereka, jadi diri lo sendiri, jangan bandingin diri lo dengan orang lain," ucap Xynerva.
"Bener, lo udah cantik. mungkin merekanya aja yang kayak gitu," sahut Amara sambil tersenyum manis dan hal itu membuat teman-teman Samuel terpana.
"Gue cuman kasihan aja sama dia, bukannya mau ngejelekin dia, tapi sebagai cewek apa lo gak mau perawatan wajah?" tanya teman laki-laki yang ada di kelasnya.
"Liat aja Amara, dia cantik alami. bahkan tanpa perawatan aja dia udah cantik, dia juga wangi dan tubuhnya langsing."
"Hidup gue yang jalanin sendiri, lo gak usah repot-repot buat nyuruh gue ini itu, yang bikin sakit hati itu perkataan lo kemarin yang ngatain gue mony*t sama sapi."
"Udah gue bilang cuman ngingetin doang, mungkin kalau lo perawatan wajah, lo udah secantik Amara."
"Tolong jangan ngomong gitu, bahkan gue gak secantik itu buat di banding-bandingin sama Maddie." sahut Amara sambil menggeleng pelan.
"Lo jangan pesimis Ra, apa yang kurang dari diri lo itu. lo cantik, kaya bahkan baik banget."
"Iya gue setuju, mungkin Amara juga bisa secantik itu karena perawatan wajah, so?"
"Sorry, tapi gue gak pernah konsul ke dokter kecantikan, gue cuman beli skincare asal-asalan."
"Tetep aja lo cantik, Ra."
Maia memutar dua bola matanya ke atas, ia pun mendekati para lelaki yang tidak henti-hentinya memuji Amara dan malah mengucilkan Maddie. "Heh, bahkan kalau lo muji-muji si Amara, dia gak akan mau sama orang modelan kayak lo." cibir Maia seraya menyilangkan kedua tangannya.
"Maksud lo?"
"Udah anjing, acara udah mau dimulai, gak usah ribut!" lerai Vincentius yang sudah merasa kesal.
Maddie yang merasa tidak kuat pun lebih memilih untuk pergi, ia begitu sakit hati saat teman-teman sekelasnya mengejeknya dengan sebuatan binatang, bukan keinginan dirinya dilahirkan seperti itu, dia juga ingin dihargai dan di sukai oleh banyak orang, seperti Amara.
Maia menunjukan jari tengahnya kepada laki-laki menyebalkan itu, ia pun menyusul Maddie untuk menenangkannya.
"Udah, cepet siapin!" titah Vincentius.
Samuel tersenyum setelah melihat drama adik kelasnya yang terasa menggelikan itu, ia pun lebih memilih untuk mendekati Xynerva dan membantu kegiatannya.
"Halo, Va." sapa Samuel sambil tersenyum lebar.
"Halo kak Samuel, jarang-jarang stand kami kedatangan orang yang berpengaruh di sekolah ini, jika mau sesuatu, kakak bisa panggil saya." sahut Amara sambil tersenyum hangat, senyuman itu tidak berlaku bagi seorang ketua geng motor seperti Samuel, dia hanya tertarik kepada satu orang dan itu adalah Xynerva.
"Ada yang bisa gue bantu?" tanya Samuel, mengabaikan sapaan dari Amara, dia tidak henti-hentinya mengganggu Xynerva sehingga membuat gadis itu merasa risih.
"Gak ada kak, gue bisa sendiri."
"Gak perlu sungkan, hitung-hitung awal gue buat dekatan sama lo." ucap Samuel hendak memegang pundak Xynerva tapi tiba-tiba saja ada seseorang yang mendorong Samuel ke belakang sehingga membuatnya hampir terjatuh.
"Jauhin cewek gue."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Aqil Aqil
lnjt,tmbh upx dong
2023-07-30
1